TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kemendagri: Akses NIK Tak Akan Diberikan kepada Individu

Dukcapil bakal kenakan biaya Rp1.000 bagi instansi

Ilustrasi KTP (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Jakarta, IDN Times - Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh memastikan individu tidak bisa mengakses Nomor Induk Kependudukan (NIK). Hal ini terkait biaya Rp1.000 yang akan dibebankan kepada lembaga yang mengelola data NIK.

Biaya Rp1.000 bakal dibebankan kepada lembaga di sektor swasta yang bertujuan mencari keuntungan. Biaya Rp1.000 itu masuk ke dalam kategori Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan sudah berjalan lama di dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia.

"PNBP yang sudah diterapkan misalnya untuk pembuatan SIM (Surat Izin Mengemudi), perpanjangan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan), pembuatan paspor, sertifikat tanah, meminta data di BPS (Biro Pusat Statistik), pengurusan PT (Perseroan Terbatas), penempatan notaris, pendidikan dan pelatihan pegawai," ungkap Zudan di dalam keterangan tertulis pada Senin, 18 April 2022 lalu. 

Ia mengatakan alasan mengenakan biaya Rp1.000 untuk menjaga agar sistem Dukcapil tetap hidup. Selain itu, kata Zudan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan akurasi data. Sebab, beban pelayanan kini semakin bertambah. 

"Jumlah penduduk dan lembaga pengguna dulu hanya 30. Sekarang, mencapai 5.010 lembaga yang sudah bekerja sama. Tetapi, anggaran di APBN malah terus turun," kata dia. 

Lalu, apakah ini berarti Ditjen Dukcapil membolehkan lembaga swasta mengakses NIK milik individu lainnya?

Baca Juga: NIK Dukcapil Permudah Perizinan Berusaha UMKM

Baca Juga: Pemerintah Bakal Kenakan Biaya Rp1.000 Bagi Instansi yang Akses NIK

1. Memungut dana PNBP tak sama dengan menjual data penduduk

Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Lebih lanjut, Zudan menjelaskan dengan menerapkan biaya Rp1.000 terhadap lembaga yang mengelola data, bukan berarti pemerintah menjual data penduduk ke pihak ketiga. Kemendagri dengan tegas menyebut pihaknya tidak akan memberikan data ke pihak ketiga. 

"Lembaga pengguna sudah punya data dan diverifikasi oleh Dukcapil. Kami hanya memberikan verifikasi data seseorang dengan notifikasi true or false (sesuai atau tidak sesuai)," ungkap Zudan. 

Ia mengibaratkan semua lembaga pengguna data Dukcapil sudah punya data nasabah atau calon nasabah. Data itu yang kemudian diverifikasi ke Dukcapil. 

"Sehingga, lembaga pengguna bisa memverifikasi data seseorang dengan akurat, secure dan valid. Misalnya, pemilik data tersebut masih cocok atau tidak dengan datanya di Dukcapil, apakah masih hidup, masih sesuai dengan alamatnya dan lainnya," tutur dia. 

Ia pun memastikan instansi swasta yang memanfaatkan akses data sudah diseleksi lebih dulu oleh Dukcapil. Mereka harus melalui berbagai tahapan atau persyaratan. 

"Beberapa persyaratan di antaranya menantangani NDA (Non Disclosure Agreement) dan SPTJM (Surat Pertanggung Jawaban Mutlak) untuk mematuhi kewajiban menjaga dan melindungi data," katanya. 

2. Lembaga swasta yang diberikan akses ke NIK dilarang memindah tangankan data ke pihak ketiga

Ilustrasi perekaman KTP elektronik (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)

Zudan juga menyebut lembaga swasta juga dilarang memindahtangankan data yang berhasil mereka akses melalui Dukcapil ke pihak ketiga. Istilahnya, zero data sharing policy. Kebijakan itu wajib dipatuhi oleh lembaga swasta tersebut. 

"Para lembaga pengguna juga harus siap mengikuti ketentuan dan regulasi yang berlaku," ujar Zudan. 

Ia mengatakan dana PNBP itu hanya berupa tambahan bagi APBN. Sebab, sistem dukcapil tetap membutuhkan biaya agar pelayanan yang terbaik bagi publik bisa diberikan. 

"PNBP ini akan dimanfaatkan untuk perawatan dan peremajaan infrastruktur server dan storage Ditjen Dukcapil dalam melayani masyarakat dan lembaga pengguna," kata dia. 

Baca Juga: [WANSUS] Dirjen Dukcapil: KTP Elektronik Bakal Menyatu dengan Ponsel

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya