KPK Tetapkan 4 Tersangka Baru Kasus Bakamla, Termasuk Eks Personel TNI
KPK juga akan menelusuri kemungkinan keterlibatan korporasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan kembali tersangka baru dalam dugaan rasuah pengadaan perangkat transportasi informasi atau yang disebut "Backbone Coastal Surveilance" di Badan Keamanan Laut. Total tersangka baru mencapai empat orang. Mereka adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) Bakamla RI, Bambang Udoyo, Ketua Unit Pengadaan Layanan Leni Marlena, anggota unit pengadaan pelayanan, Juli Amar Ma'ruf dan Direktur Utama PT CMI Teknologi, Raharjo Pratjihno.
Institusi antirasuah menduga keempatnya telah menguntungkan diri sendiri atau pihak lain sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp54 miliar.
"Dalam pengembangan perkara kali ini, KPK menemukan fakta-fakta adanya dugaan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan perangkat transportasi informasi terintegrasi pada Bakamla RI tahun 2016 yang dilakukan oleh keempat individu itu," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata ketika memberikan keterangan pers pada Rabu (31/7) di gedung Merah Putih.
Salah satu nama yang diumumkan sebagai tersangka yakni Bambang Udoyo sudah divonis 4,5 tahun di perkara yang sama. Akibatnya ia dipecat dari kesatuan militernya yakni TNI Angkatan Laut.
Mengapa ya Bambang dipecat dari TNI Angkatan Laut? Berapa lama ancaman bui yang ia hadapi kali ini?
Baca Juga: KPK: Anggota DPR Fayakhun Andriani Diduga Terima Duit Rp 12 Miliar dari Bakamla
1. Lasma Bambang Udoyo kembali ditetapkan jadi tersangka karena diduga tahu ada kekeliruan prosedur
Kasus ini dimulai pada 2016 lalu, di mana Bakamla mengusulkan untuk membeli Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS). Di dalam anggaran yang telah disiapkan oleh Bakamla, teknologi itu diprediksi memakan biaya Rp400 miliar. Namun, anggaran itu belum dapat digunakan.
Alih-alih menunda untuk melakukan proses lelang, ULP Bakamla, kata KPK, malah tetap memulai proses lelang tanpa menunggu realisasi persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan.
"Akhirnya, pada 16 Agustus 2016, ULP Bakamla mengumumkan pengadaan lelang BCC yang terintegrasi dengan BIIS dengan pagu anggaran Rp400 miliar dan nilai total HPS sebesar Rp399,8 miliar," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata ketika memberikan keterangan pers pada malam ini.
Namun, yang terjadi pada Oktober 2016, Kementerian Keuangan justru memotong anggaran untuk pengadaan teknologi tersebut. Alex tidak menyebut dengan pasti berapa anggaran yang akhirnya diberikan oleh Kemenkeu. Ia hanya menyebut nominalnya di bawah HPS.
"ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang, tetapi malah melakukan negosiasi dalam bentuk Design Review Meeting (DRM) antara pihak Bakamla dan PT CMI Teknologi," kata Alex lagi.
Di sinilah Lasma Bambang memainkan peranan. Ia diduga mengetahui praktik tak tertib prosedur itu. Alhasil pada 18 Oktober 2016 lalu, Bambang justru meneken kontrak dengan Direktur Utama PT CMI Teknologi. Nilai kontraknya mencapai Rp170,57 miliar.
Karena tak tertib prosedur itu, maka negara dirugikan Rp54 miliar.
Editor’s picks
Baca Juga: Mensos Idrus Marham Bantah Terima Uang Proyek Bakamla