TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Penelitian Vaksin Nusantara yang Digagas Terawan Dihentikan Sementara

Uji klinis tahap I VakNus tak memenuhi kaidah penelitian

Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Jakarta, IDN Times - Penelitian Vaksin Nusantara yang berbasis sel dendritik untuk pengobatan COVID-19 dihentikan sementara waktu. Hal itu terjadi usai digelar rapat antara komisi IX, Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), tim peneliti VakNus, Lembaga Eijkman dan Kementerian Riset dan Teknologi pada 10 Maret 2021 lalu. 

Informasi itu terungkap dari akun media sosial epidemiolog dari Universitas Indonesia, Dr. Pandu Riono. Pandu mengunggah surat yang diteken oleh Plt Direktur Utama RSUP dr. Kariadi, Semarang, Dr. dr. Dodik Tugasworo Pramukarso. Surat itu ditujukan kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. 

"Menindaklanjuti laporan singkat rapat kerja komisi IX DPR yang membahas mengenai penjelasan tentang dukungan Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara tanggal 10 Maret 2021, dengan ini kami sampaikan bahwa sebagai site research, mohon ijin untuk menghentikan sementara penelitian ini," demikian isi surat tersebut yang diunggah oleh Pandu. 

Di dalam surat itu juga disebut alasan penelitian tersebut dihentikan sementara karena masih harus melengkapi dan mempersiapkan persyaratan penelitian sel dendritik. Pasalnya, penelitian uji klinis di tahap pertama dianggap tak memenuhi kaidah-kaidah etik penelitian. 

"Penelitian vaksin dendritik belum mendapatkan izin PPUK (Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis) fase II dari BPOM," kata dr. Dodik di surat itu. 

Apa kata BPOM soal penelitian vaksin berbasis sel dendritik itu yang dihentikan sementara waktu?

Baca Juga: Mitra Terawan Bikin Vaksin Nusantara, Profil Aivita Biomedical dari AS

Baca Juga: Komisi IX Desak BPOM Segera Beri Izin Uji Klinis II Vaksin Nusantara

1. BPOM bantah hentikan penelitian Vaksin Nusantara

Juru bicara vaksinasi dari BPOM, Lucia Rizka Andalusia ketika mengumumkan vaksin AstraZeneca (Tangkapan layar YouTube)

Sementara, juru bicara vaksinasi COVID-19 dari BPOM, Lucia Rizka Andalusia membantah pihaknya menghentikan penelitian Vaksin Nusantara. Berdasarkan hearing yang dilakukan pada 16 Maret 2021 lalu, antara tim peneliti VakNus, para ahli dan Komisi Nasional Penilai Obat, masih banyak yang perlu diperbaiki. 

"Mereka kami minta untuk memperbaiki. Masalahnya banyak lah yang harus diperbaiki," ujar Lucia ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Senin (22/3/2021). 

Setelah data dan kegiatan penelitian yang diminta oleh BPOM diperbaiki, maka tim peneliti Vaksin Nusantara harus kembali mengajukan izin PPUK seperti di tahap sebelumnya. 

"Iya (harus mengulangi lagi tahapannya)," tutur dia. 

Sedangkan, juru bicara vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, menyebut penelitian mengenai vaksin nusantara sedang dikaji oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes. "Pengkajian terkait usulan yang harus dilengkapi dari BPOM," kata Nadia kepada IDN Times melalui telepon. 

Salah satu yang disorot oleh BPOM yakni mengenai komite etik dan lokasi dilakukannya uji klinis tidak sinkron. Komite etik Vaksin Nusantara berada di RSPAD Gatot Subroto, sedangkan uji klinis dilakukan di RSUP dr. Kariadi, Semarang. 

Artinya tak ada komite etik yang mengawasi selama uji klinis dilakukan di Semarang. Sementara, uji klinis tahap I, sudah melibatkan subyek penelitian manusia.

2. BPOM temukan masih banyak protokol yang tidak dipatuhi oleh peneliti Vaksin Nusantara

Kepala Badan POM Penny Lukito (Dok. Humas Badan POM)

Sementara, dalam wawancara khusus dengan Majalah Tempo pada pekan ini, Kepala BPOM, Penny K. Lukito mengakui masih banyak protokol penelitian yang tidak dipatuhi. Proses uji klinisnya tidak mematuhi good laboratory practice, good manufacturing practice, good clinical practice, dan good documentary practice

"Dokumentasi misalnya harus lengkap dan kuat sehingga datanya bisa dipercaya. Banyak risiko sudah kami sampaikan. Tapi, belum ada koreksi yang diberikan. Mereka kan sudah uji klinis tahap pertama. Selama belum ada perbaikan, tentu belum bisa berlanjut ke fase selanjutnya," kata Penny dalam wawancara tersebut. 

Ia juga menggaris bawahi, dalam pengembangan vaksin atau obat, ada etika kemanusiaan yang harus dipatuhi. Semua tahapnya harus dipenuhi untuk melindungi subyek penelitian yaitu manusia. 

Di dalam sesi hearing yang berlangsung pada 16 Maret 2021, tim peneliti, termasuk tim peneliti asingnya tidak bisa menjawab pertanyaan panel ahli BPOM mengenai apakah ini terapi atau vaksin. 

Baca Juga: Beri Catatan soal Vaksin Nusantara Terawan, Kepala BPOM Dicecar DPR

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya