Gugatan Wadah Pegawai: Rotasi Dinilai Berpotensi Lemahkan KPK
Kosongnya posisi Kabiro SDM KPK buka peluang masuknya polisi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Persidangan gugatan Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait masalah rotasi terus berlanjut. Dalam sidang yang digelar pada Rabu (28/11) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, kuasa hukum WP yang terdiri dari lembaga ICW, LBH Jakarta dan YLBHI memberikan replik atau hak jawab dari pernyataan yang disampaikan pimpinan KPK.
Dalam sidang sebelumnya, Rabu (14/11) lalu, pimpinan KPK yang diwakili oleh biro hukum mempertanyakan legalitas Wadah Pegawai (WP) dan kewenangan PTUN menangani gugatan tersebut.
Ketua WP Yudi Purnomo mengaku sudah bisa memprediksi isi tanggapan yang disampaikan oleh pimpinan KPK. Ia pun tegas membantah organisasi WP tidak memiliki legalitas atau dasar hukum.
"Bahwa dalil tergugat dalam jawabannya, tidak dapat menggoyahkan dalil penggugat dalam gugatan, karena dalil tergugat sudah disusun berdasarkan pada keadaan dan peristiwa yang sebenarnya terjadi. Tergugat melalui kuasa hukumnya juga tidak jujur mengungkapkan fakta secara relevan dengan pokok sengketa yang dipermasalahkan," demikian dokumen replik yang dibaca oleh IDN Times pada Rabu sore kemarin.
Menurut salah satu kuasa hukum WP, Muhammad Rasyid Ridha dari LBH Jakarta, upaya rotasi di internal KPK kalau dibiarkan bisa berpotensi melemahkan lembaga antirasuah itu dari dalam. Apa alasannya ia mengatakan hal tersebut?
Baca Juga: Wadah Pegawai Protes Proses Mutasi dan Rotasi di KPK
1. Proses rotasi pegawai dilakukan secara tertutup
Pimpinan KPK melakukan rotasi dengan menggunakan dasar aturan Surat Keputusan Nomor 1426 Tahun 2018. Namun, menurut kuasa hukum WP, Muhammad Rasyid Ridha, SK itu baru dibuat usai lima pimpinan mengeluarkan pengumuman akan ada rotasi di lembaga antirasuah.
"Padahal, sebelumnya proses rekrutmen, mutasi, dan rotasi di KPK berdasarkan penilaian kompetensi keahlian, assessment dan evaluasi kerja. Itu yang justru menjadikan pegawai KPK profesional. Keluarnya SK Nomor 1426 justru menganulir aturan yang sudah ada," ujar Rasyid ketika dihubungi oleh IDN Times, Rabu (28/11) malam.
Yang terjadi kemudian, kata Rasyid lagi, dengan masukan dari atasan langsung, pimpinan KPK bisa merotasi atau mutasi pegawainya. Dengan begitu, maka penilaian dari atasan berpotensi didasari atas alasan like dan dislike.
"Dulu, masukan itu datang satu pintu dari biro SDM," kata dia yang menyebut akan membuktikan satu demi satu dalil mereka di persidangan.
Hal lain yang disoroti oleh pihak WP yakni bagaimana proses hingga pimpinan menghasilkan SK Nomor 1426. Sesuai dengan tata cara penerbitan aturan yang berlaku di KPK, semua regulasi internal harus disampaikan disposisi tertulis kepada biro hukum. Proses waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan rancangan surat keputusan minimal dua pekan.
"Bahwa tergugat tidak pernah menyampaikan disposisi atau permintaan tertulis, terkait penyusunan surat keputusan tentang tata cara rotasi kepada biro hukum," demikian isi dokumen replik yang dibaca oleh IDN Times.
Baca Juga: Pimpinan KPK Tolak Cabut Surat Keputusan Rotasi Pegawai