Soal Isu Natuna, Prabowo Ingin Cari Solusi yang Baik dengan Tiongkok
"Biar bagaimanapun Tiongkok adalah negara sahabat"
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pernyataan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengenai pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh kapal penangkap ikan Tiongkok di perairan Natuna membuat publik terkejut. Usai bertemu dengan Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Panjaitan di kantornya pada Jumat (3/1) kemarin, Prabowo justru meminta publik agar tenang dan tak perlu gaduh menyikapinya.
"Kita kan masing-masing punya sikap tapi kita tentu harus mencari solusi yang baik lah. Di ujungnya saya kira kita bisa dapat solusi yang baik. Saya kira kita harus selesaikan dengan baik, biar bagaimanapun China adalah negara sahabat," ujar Prabowo pada Jumat malam kemarin.
Ia kembali menambahkan, sikap Indonesia tetap tenang dan santai. Pernyataan mantan Danjen Kopasus itu sedikit melunak dibandingkan kalimat yang disampaikan oleh Menkopolhukam, Mahfud MD dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Retno justru tegas menyebut apa yang telah dilakukan kapal penangkap ikan Tiongkok pada akhir Desember 2019 lalu jelas merupakan pelanggaran terhadap Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
"Jadi, itu merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh kapal Tiongkok di wilayah ZEE Indonesia. Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional terutama UNCLOS 1982," tutur Retno di kantor Kemenkpolhukam pada Jumat sore kemarin.
Dalam pertemuan koordinasi dengan menteri di bawah Kemenkopolhukam, turut hadir Prabowo. Ia pun ikut tampil dalam pemberian keterangan pers. Lalu, mengapa kini narasinya berbeda?
Baca Juga: Tiongkok Tak Ambil Pusing RI Mau Akui Nine Dash Line Atau Tidak
1. Hasil rapat koordinasi di Kemenkopolhukam memutuskan akan dilakukan patroli di Perairan Natuna
Menurut Retno, berdasarkan hasil rapat koordinasi pada Jumat kemarin telah disepakati akan dilakukan kembali patroli di ZEEI Perairan Natuna. Tujuannya agar bisa mengusir kapal penangkap ikan dari Tiongkok. Mereka tetap menangkap ikan di area tersebut lantaran mengira ZEEI Perairan Natuna masuk ke dalam garis putus-putus atau nine dash line yang diklaim secara sepihak oleh Tiongkok.
Wilayah yang berada di dalam nine dash line itu diklaim ada dalam kekuasaan Tiongkok. Padahal, nine dash line dibuat sendiri oleh Tiongkok dan diklaim sudah ada sejak zaman nenek moyangnya. Hukum internasional termasuk UNCLOS 1982 jelas menolak nine dash line tersebut.
"Dari rapat tadi juga disepakati beberapa intensifikasi patroli di wilayah tersebut dan juga kegiatan perikanan yang merupakan hak bagi Indonesia untuk mengembangkannya di perairan Natuna," ujar perempuan pertama yang menjadi Menlu itu.
Retno menyebut Tiongkok seharusnya mematuhi aturan yang ada di dalam UNCLOS 1982, karena mereka ikut menandatangani konvensi tersebut.
Baca Juga: Nelayan Lokal Natuna Jadi Takut Melaut Sejak Ada Kapal Ikan Asing