TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Survei LSI: Debat Pilpres Tak Bisa Dongkrak Elektabilitas Capres

Hanya 2,9 persen responden yang akan mengubah pilihannya

(Pemaparan hasil survei LSI usai debat capres perdana) IDN Times/Santi Dewi

Jakarta, IDN Times - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) membeberkan fakta baru soal debat capres-cawapres 2019. Berdasarkan hasil survei yang mereka gelar pada 18-25 Januari, diketahui ternyata debat capres-cawapres tidak berpengaruh terhadap elektabilitas paslon. 

Dari survei yang dilakukan terhadap 1.200 responden dengan tatap muka langsung menggunakan kuisioner, LSI menyimpulkan, debat tidak bisa mendongkrak elektabilitas kedua capres. Hal tersebut sudah mulai terlihat di debat perdana yang berlangsung, Kamis (17/1), di Hotel Bidakara, Jakarta. 

Temuan LSI menyebut, usai debat perdana hanya 5,8 persen responden yang akan mengubah pilihan capres dan cawapresnya. Sisanya, sebanyak 82,1 persen mengaku  tidak akan mengubah pilihan mereka. 

Peneliti LSI, Adjie Alfaraby menyebut, angka 5,8 persen responden yang akan mengubah pilihannya menggambarkan 2,9 persen secara populasi. Ia menyebut, maksud dari mengubah pilihan bisa bermakna empat hal. 

"Pertama, dari calon pemilih yang belum menentukan pilihan menjadi memilih calon. Kedua, dari memilih calon menjadi tidak memilih calon, ketiga, dari memilih Prabowo-Sandi menjadi memilih Jokowi-Ma'ruf dan keempat, dari memilih Jokowi-Ma'ruf menjadi memilih Prabowo-Sandi," ujar Adjie saat memaparkan hasil survei LSI soal persepsi publik usai digelarnya debat perdana capres, Rabu (30/1).  

Lalu, berapa angka orang yang menjadi golput usai menonton tayangan debat perdana itu? Adjie mengaku tidak memiliki data yang spesifik terkait hal tersebut, lantaran tidak ikut didalami. Namun, menurut prediksinya, angka golput sekitar 0,8 persen dari total pemilih nasional. 

Kalau sudah begini, apakah debat capres masih dibutuhkan untuk menyosialisasikan visi, misi, dan program masing-masing calon? 

Baca Juga: Hasil Survei LSI: Jokowi-Ma'ruf Unggul di Debat Perdana 

1. Debat tetap diperlukan untuk membantu masyarakat melihat program kedua capres

(Pengaruh debat capres ke elektabilitas) IDN Times/Sukma Shakti

Menurut peneliti LSI, Adjie Alfaraby, debat capres tetap dibutuhkan. Itu merupakan kewajiban dari pihak capres dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu. 

"Agar masyarakat nantinya lebih jelas bagaimana posisi kedua capres terkait isu tertentu, program, dan bagaimana mereka mendebat. Kalau persoalan ditonton atau tidak dan berapa banyak yang menonton, apakah mereka akan menonton programnya secara utuh, itu kan hak dari pemilih," kata Adjie. 

Kendati itu merupakan kewajiban bagi KPU, tetapi mereka harus memiliki kreativitas dan ide bagaimana agar forum itu bisa dimaksimalkan, agar bisa menyampaikan program kerja masing-masing capres dan menarik untuk ditonton. 

Di debat perdana, kata Adjie, formatnya terkesan membosankan. Durasi debat capres yang memakan waktu dua jam terasa begitu lama. 

"Butuh waktu sekitar 2 jam bagi calon pemilih yang umumnya punya kegiatan atau interest yang tidak terlalu tinggi (terhadap program), maka akan menilai program itu membosankan," kata dia. 

Apalagi di saat bersamaan, ada program hiburan lainnya yang tayang di stasiun televisi lain. 

2. Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Amin saat ini lebih tinggi dibandingkan Prabowo-Sandiaga

ANTARA FOTO/Aprilio Akbar

Dari data yang dirilis oleh LSI, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf tetap unggul usai debat perdana digelar. Elektabilitas paslon nomor urut 01 yakni 54,8 persen, sedangkan elektabilitas Prabowo-Sandiaga hanya 31 persen.

Elektabilitas masing-masing paslon mengalami kenaikan yang tipis. Paslon nomor urut 01 mengalami kenaikan 0,6 persen. Sedangkan elektabilitas paslon nomor urut 02 naik sebesar 0,4 persen. Di dalam data ini, jelas terlihat ada selisih sekitar 20 persen. 

Sementara, yang belum memutuskan atau masih merahasiakan pilihannya mencapai 14,2 persen. Adjie menyebut, kubu Prabowo-Sandiaga masih bisa memanfaatkan sisa lima debat untuk mendongkrak elektabilitas mereka. 

"Jadi, butuh usaha ekstra dan tergantung kepada strategi dari masing-masing tim untuk menarik hati calon pemilih," kata dia. 

Menurut Adjie, kubu Prabowo-Sandiaga harus memanfaatkan strategi untuk mendapatkan suara warga di pedesaan. Sebab, 70 persen warga yang berada di desa belum tersosialisasikan dengan baik program dari masing-masing capres. 

3. Selama debat perdana, Jokowi-Ma'ruf unggul saat penyampaian program kerja, sedang Prabowo-Sandi dinilai pasangan yang kompak

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.

LSI juga menyorot enam dimensi dari kedua paslon selama debat perdana. Adjie menjelaskan, keenam dimensi itu yakni kemampuan komunikasi (cara menyampaikan pendapat, menyanggah, dan berargumen), penguasaan materi, program kerja, penguasaan permasalahan sesuai tema debat, pasangan calon yang kompak dan saling melengkapi, serta kepemimpinan kuat. 

Jokowi-Ma'ruf unggul dalam hal pemaparan program kerja dengan 45,2 persen responden yang menyatakan demikian. Sementara, nilai terendah ada di poin pasangan calon yang kompak dan saling melengkapi dengan persentase 30,1 persen. 

Sedangkan paslon Prabowo-Sandiaga mendapat penilaian paling tinggi di poin pasangan calon yang terlihat kompak dan saling melengkapi yakni 46,0 persen. Sementara, poin penilaian terendah ada di pemaparan program kerja yakni 26,2 persen. 

Menurut Adjie, soal kekompakan antara pasangan calon bukan merupakan faktor yang besar dan berpengaruh untuk menurunkan elektabilitas keduanya. 

Baca Juga: Survei Median: Elektabilitas Jokowi Stagnan, Prabowo Tumbuh Lambat

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya