TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sempat Bebas, Terdakwa Kasus UU ITE Baiq Nuril Dinyatakan Bersalah

Baiq Nuril dihukum penjara 6 bulan dan denda Rp500 juta

(Baiq Nuril sebelum menjalani persidangan) Istimewa

Jakarta, IDN Times - Kalian masih ingat perempuan asal Matram, Baiq Nuril Maknun yang sempat menjadi terdakwa kasus pelanggaran UU Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik (ITE)? Di Pengadilan Negeri Mataram pada 26 Juli 2017, Nuril dinyatakan tidak terbukti telah mencemarkan nama baik mantan Kepala SMAN 7 bernama Muslim. 

Namun, jaksa penuntut umum tidak puas dan kemudian langsung mengajukan kasasi. Putusannya kemudian diputuskan oleh hakim agung pada (26/9) lalu. Petikan putusan kasasi dengan nomor 574K/Pid.Sus/2018 baru diterima oleh tim kuasa hukum Nuril pada Jumat sore (9/11). Hasilnya mengejutkan, Mahkamah Agung menyatakan perempuan berusia 37 tahun itu bersalah. 

"Putusan itu berbunyi membatalkan putusan PN Mataram nomor 265/Pid.Sus/2017/PN Mtr tertanggal 26 Juli 2017. Kemudian, putusan itu juga menyatakan Ibu Nuril bersalah sesuai dengan pasal 27 ayat (1) UU ITE 19/2016 dengan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta," ujar Rudi, anggota PAKU ITE dan relawan organisasi SAFEnet di Mataram pada Jumat kemarin. 

Koordinator kuasa hukum Nuril, Joko Jumadi, yang dihubungi IDN Times melalui telepon mengatakan kliennya pun juga terkejut mengetahui putusan kasasi tersebut. 

"Ya sebenarnya Baiq kaget ya. Dia pun meminta kalau bisa penahanannya ditahan hingga 10 Desember mendatang," kata Joko pada Minggu (11/11). 

Mengapa Nuril meminta agar penahanannya ditunda? Apa yang akan dilakukan oleh kuasa hukum untuk memberi keadilan terhadap Nuril? 

Baca Juga: UU ITE Makin 'Berbahaya': Dimanfaatkan Untuk Balas Dendam

1. Baiq Nuril meminta eksekusi hukumannya ditunda karena ingin merayakan ultah anaknya

(Baiq Nuril di ruang sidang ) Istimewa

Kepada IDN Times, Joko menyebut kliennya itu ingin merayakan ulang tahun anaknya yang jatuh pada akhir November dan awal Desember. 

"Kemudian, klien saya juga menjadi panitia pemilihan kepala desa. Jadi, dia masih memikirkan memiliki tanggung jawab sebagai panitia," ujar Joko. 

Namun, menurut Joko, itu semua tergantung dari jaksa penuntut. Hingga saat ini pun baik jaksa dan pihak Nuril belum menerima salinan lengkap putusan kasasi dari Mahkamah Agung. 

"Tentu, kami harus menerima dulu salinan lengkap dari putusan itu baru kemudian bisa melakukan langkah-langkah lebih lanjut," kata dia lagi. 

2. Opsi peninjauan kembali baru bisa diajukan usai Baiq Nuril menjalani pidana penjara

huffingtonpost.com

Koordinator kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi mengaku akan menempuh peninjauan kembali ke Mahkamah Agung, namun itu baru bisa dilakukan apabila ibu dua anak itu menjalani masa penahanannya lebih dulu. 

"Saya sampaikan ke Bu Nuril bahwa putusan PK baru akan kita terima setelah menjalani putusan pidana, karena proses PK juga memakan waktu yang cukup lama. Di sisi lain masa penahanan harus langsung dilakukan, tidak menunggu apakah kami akan mengajukan PK atau tidak," kata Joko kepada IDN Times pada hari ini. 

 

3. Putusan kasasi disesalkan oleh berbagai pihak termasuk organisasi ICJR

(Ilustrasi ditahan) IDN Times/Sukma Shakti

Putusan kasasi dari Mahkamah Agung tentu membuat publik terkejut, termasuk masyarakat sipil. Maka, tidak heran mereka mempertanyakan putusan itu. Organisasi Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) termasuk salah satu pihak yang menilai putusan hakim agung keliru. 

Direktur Eksekutif ICJR, Anggara Suwahju mengatakan ada kejanggalan dari putusan MA. Pertama, Baiq Nuril di persidangan tingkat pertama sudah dinyatakan tidak terbukti menyebarkan konten pelanggaran asusila. Konten yang dimaksud adalah pembicaraan telepon antara ia dengan mantan Kepala SMAN 7 yang bernama Muslim. 

Rupanya, sudah sejak lama Muslim kerap curhat kepada Baiq Nuril mengenai pengalamannya berhubungan seksual dengan perempuan lain yang bukan istrinya. Alhasil, muncul rumor di sekolah bahwa ia justru memiliki hubungan dekat dengan Muslim. Penyebabnya, karena Nuril sering dipanggil ke ruang kepala sekolah. 

Untuk membuktikan kalau ia tidak memiliki hubungan gelap dengan Muslim, ia rekam pembicaraannya dengan si kepala sekolah. 

"Bukan atas kehendaknya rekaman pembicaraan telepon itu akhirnya tersebar, sehingga M (Muslim) melaporkannya tuduhan pelanggaran pasal 27 ayat (1) UU ITE," ujar Anggara di dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times pada hari ini. 

Kejanggalan kedua yakni di dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE didesain untuk penyebaran konten di dalam sistem elektronik. Sementara, di dalam persidangan di tingkat pertama, perbuatan tersebut tidak terbukti. 

"Di dalam persidangan, fakta yang muncul Baiq Nuril tidak pernah melakukan transimisi atau membuat materi itu dapat diakses dalam sebuah sistem elektronik," katanya lagi. 

Ketiga, kata Anggara, Nuril merekam pembicaraanya dengan Muslim dengan motivasi untuk membela diri dan mengingatkan agar tidak ada orang lain yang menjadi korban seperti dirinya. 

"Putusan ini menandakan ada pemahaman yang tidak seragam terkait dengan menafsirkan UU ITE, karena hal ini berdampak kepada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)," kata dia. 

Baca Juga: Pantaskah Ratna Sarumpaet Dijerat Pasal UU ITE?  

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya