TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tokoh Antikorupsi Ajukan Gugatan Formil UU Baru KPK ke MK Hari Ini

Mereka berharap UU nomor 19 tahun 2019 dibatalkan oleh MK

(Tokoh antikorupsi datangi KPK) ANTARA FOTO/Aprilio Akbar

Jakarta, IDN Times - Tokoh-tokoh dan pegiat antikorupsi yang sempat diundang oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengajukan gugatan formil terhadap UU baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nomor 19 tahun 2019. Gugatan formil itu akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi pada hari ini Rabu (20/11). 

Konfirmasi itu diperoleh IDN Times lewat salah satu pegiat antikorupsi dan advokat Saor Siagian melalui telepon pada Senin (18/11). Menurut Saor, gugatan formil dengan materiil berbeda. Mereka menggugat pemerintah dan DPR bukan membahas mengenai isi pasal-pasal yang ada di dalam undang-undangnya. Namun, bagaimana proses ketika undang-undang itu dibentuk. 

"Antara lain kan kemarin proses dibentuknya tidak melibatkan partisipasi masyarakat, terburu-buru ketika dilakukan proses pembuatannya, ada ketidak konsistenan di mana pimpinan terpilih ada yang berusia 45 tahun, sedangkan aturannya minimal usia pimpinan 50 tahun. Oleh karena itu, karena ada banyak yang bermasalah, maka kami meminta kepada majelis hakim agar undang-undang itu dibatalkan," ujar Saor ketika dikonfirmasi.  

Lalu, bukti-bukti apa saja yang akan dibawa oleh tim advokasi UU KPK ini untuk diuji di Mahkamah Konstitusi?

Baca Juga: Pasal-pasal UU KPK yang Diuji Materi Rektor dan Dosen UII ke MK

1. Tim koalisi masyarakat sipil tetap tidak mengakui undang-undang baru KPK, maka mengajukan uji formal ke MK

IDN Times/Axel Joshua Harianja

Menurut tim koalisi masyarakat sipil ada perbedaan mendasar mengapa mereka hanya mengajukan gugatan formil dan tak menyentuh materi undang-undang baru KPK nomor 19 tahun 2019. Saor mengatakan bila mereka masuk dan menguji secara materiil undang-undang tersebut, maka sama saja mereka mengakui keberadaan aturan tersebut. Padahal, sejak awal mereka menilai ada begitu banyak pasal yang saling tumpang tindih dan janggal. 

"Menurut kami kalau kita masuk dan menguggat materi undang-undangnya, maka sama saja mengakui aturan tersebut sementara ini," kata pria yang juga menjadi advokat Novel Baswedan itu. 

Kendati begitu, bukan tidak mungkin mereka akan menguggat juga secara materiil undang-undang tersebut. Namun, putusan itu diambil setelah melakukan evaluasi terhadap putusan majelis hakim MK atas gugatan formil yang dilakukan pada periode ini. 

Lalu, apakah gugatan uji formil ini akan berlangsung lebih cepat di MK? Menurut Saor, sama saja. Artinya, bisa saja ketika pimpinan KPK yang baru dilantik Presiden Jokowi pada (21/12) mendatang, proses gugatan uji formil masih bergulir di MK. 

Apabila begitu, maka pelantikan salah satu anggota komisioner yakni Nurul Ghufron bisa menjadi tanda tanya. Sebab, usianya tak cukup untuk diangkat menjadi pimpinan KPK. Nurul masih berusia 45 tahun. Sedangkan, undang-undang menyebut minimal usia pimpinan KPK 50 tahun. 

"Bisa juga kami minta ke Mahkamah Konstitusi agar pelantikan Nurul Ghufron ditunda lebih dulu hingga ada keputusan," tutur dia. 

2. Walau sesuai konstitusi, tetapi revisi UU KPK tetap janggal ketika dibuat

(Poin melemahkan di dalam UU baru KPK) IDN Times/Arief Rahmat

Dalam program Indonesia Lawyers's Club, Mahfud MD yang ketika itu belum dilantik sebagai Menkopolhukam menyatakan sulit bagi MK membatalkan UU nomor 19 tahun 2019. Sebab, proses pembuatannya sudah mengikuti tata aturan di dalam konstitusi. Kalaupun ada pasal yang dibatalkan, hanya beberapa saja dan tak mungkin UU nya secara keseluruhan dianulir. 

"Apa yang diuji di zamannya Mahfud kan beda, sama seperti pendapatnya yang kini berbeda setelah berada di dalam kabinet. Artinya, ia sesungguhnya setuju terhadap revisi. Sebagai pembantu presiden kan tak mungkin juga ia membantah apa kata atasannya," tutur Saor menyindir Mahfud. 

Ia dan koleganya tidak ingin berandai-andai apakah peluangnya untuk membatalkan undang-undang tersebut kecil. Namun, yang pasti sejak awal proses revisi UU itu jelas terlihat terburu-buru. Salah satu buktinya, terpilihnya Nurul Ghufron tidak cermat dan sesuai aturan. 

Baca Juga: Walau UU Baru Berlaku, KPK Tetap Masih Bisa Gelar OTT 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya