UU KPK yang Disahkan DPR Dinilai Cacat Hukum, akankah Digugat ke MK?
Nomor UU nya belum diberikan oleh pemerintah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati mendorong agar publik dan lembaga hukum untuk memeriksa UU nomor 30 tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, sejak awal UU tersebut direvisi, sudah mengalami cacat hukum.
Revisi UU KPK tidak masuk ke dalam prolegnas 2019. Dalam proses pembahasan UU nya pun, baik pemerintah dan DPR tidak melibatkan komisi antirasuah sebagai pihak yang akan menggunakan UU tersebut.
"Memang ada banyak kejanggalan dalam proses (revisi UU KPK) dan itu disampaikan oleh banyak lembaga hukum. Ini bukan bagian dari prolegnas bahkan ada RUU lain yakni Penghapusan Kekerasan Seksual sudah lebih dulu dibahas, tetapi selalu dijegal di DPR," tutur Asfinawati di gedung Merah Putih pada Selasa malam (17/9).
Lalu, apakah opsi serupa turut akan ditempuh oleh koalisi masyarakat sipil?
Baca Juga: Pegawai: Pak Jokowi, Kenapa Tega 'Membunuh' KPK?
1. Koalisi masyarakat sipil antikorupsi tidak membantah memiliki opsi untuk mengajukan judicial review ke MK
Asfinawati tak membantah satu-satunya cara yang tersisa untuk mencegah UU nomor 30 tahun 2002 versi yang telah direvisi oleh DPR dan pemerintah, tak berlaku yakni dengan mengajukan peninjauan ulang ke Mahkamah Konstitusi. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan terburu-buru karena UU tersebut secara adminsitratif belum dilengkapi nomor.
"Meskipun kami juga berharap rakyat banyak juga melakukan upaya ke DPR dan Presiden, sehingga mungkin saja Presiden mencabut UU ini," kata dia di hadapan media.
Namun, apabila nanti mereka akan menempuh JR, bukan tanpa risiko. Apalagi, mereka tidak dapat memprediksi mengenai sembilan hakim di MK.