TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

YLBHI: Sekarang Kritik Rakyat ke Pejabat Dibalas Somasi

Luhut somasi KontraS dan Haris Azhar soal tambang Papua

(Ketua Umum YLBHI Asfinawati) ANTARA FOTO/Dyah Dwi

Jakarta, IDN Times - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mengatakan sekarang eranya sudah terbalik. Di saat rakyat seharusnya memiliki kuasa mengawasi para pejabat dengan mengkritik, kini kerap berbuah somasi.

Terbaru, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, melayangkan somasi kepada Direktur Eksekutif Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti. Keduanya disomasi karena menuding Luhut ikut bermain dalam bisnis konsesi penambangan emas di Papua. Melalui kuasa hukumnya, Luhut meminta Haris dan Fatia meminta maaf atas pernyataan yang disampaikan di video YouTube Haris. 

"Yang saat ini terjadi justru menunjukkan satu relasi terbalik. Dalam demokrasi bagaimana rakyat bisa memegang kekuasaan, karena menurut konstitusi kedaulatan ada di tangan rakyat. Bagaimana cara rakyat menggunakan kedaulatannya ya dengan menyampaikan kritik dan ikut serta dalam urusan pemerintahan," ujar Asfinawati ketika berbicara dalam diskusi daring dengan topik 'Indikasi Kepentingan Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Kabupaten Intan Jaya, Papua dan Jawaban atas Somasi Luhut Binsar Panjaitan ke Koordinator KontraS' pada Selasa (31/8/2021). 

Ia mengatakan kritik yang disampaikan Fatia merupakan hak konstitusionalnya sebagai warga negara. Ia menegaskan tugas rakyat memang mengawasi pemerintahan yang berkuasa. 

"Bukan malah disomasi dan lain-lain. Biasanya kan rakyat yang melayangkan somasi ke pejabat publik dan meminta dia transparan. Lalu, sesuai dengan kewajiban hukumnya memberikan penjelasan apakah betul dia terlibat (dalam proyek ekstraksi tambang emas)," tutur dia. 

Apalagi, menurut Asfinawati temuan dari beberapa organisasi seperti WALHI, JATAM, YLBHI, hingga Pusaka jelas menyebut ada dugaan keterlibatan Luhut, meski secara tidak langsung. Apa langkah KontraS dalam menghadapi somasi tersebut?

Baca Juga: Fakta Somasi Luhut ke Haris Azhar soal Tuduhan Main Tambang di Papua

1. Ketua KontraS soroti dugaan keterlibatan Luhut sebagai pejabat publik

Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar ketika berbicara di program siniar dengan Fatia Maulidiyanti (Tangkapan layar YouTube Haris Azhar)

Sementara, kuasa hukum Fatia, Julius Ibrani mengatakan apa yang disampaikan kliennya di program Siniar bersama Haris Azhar menyangkut tugasnya sebagai Ketua KontraS untuk melakukan advokasi. Fatia pun tidak menyasar Luhut sebagai individu melainkan pejabat publik. 

KontraS menilai ada konflik kepentingan yang besar ketika Luhut yang kini masih menjabat sebagai Menko Kemaritiman Marves dan pemilik saham perusahaan Toba Sejahtera Group. Anak perusahaan Toba Sejahtera Group, yakni Tobacom Del Mandiri, ikut diberi konsesi pengelolaan area penambangan emas di Papua. 

"Sehingga, ini hak berdemokrasi dalam konteks pengawasan dan kontrol terhadap jalannya pemerintaan yang baik, termasuk pemerintahan di Papua. Riset itulah yang menjadi dasar Fatia di dalam akun YouTube Haris Azhar," ujar Julius dalam diskusi virtual yang sama. 

Ia mengatakan pernyataan Fatia tidak bisa dikutip hanya kalimat per kalimat dan dipotong-potong begitu saja. Julius juga menegaskan KontraS tidak menyasar individu Luhut, tetapi jabatan publik melekat ke dirinya. 

"Bila Luhut bukan pejabat publik maka tidak akan masuk ke dalam kontrol dan pengawasan publik terhadap jalannya pemerintahan karena tidak ada di dalam pemerintahan," kata dia. 

2. Luhut seharusnya menjawab riset soal dugaan keterlibatan di penambangan Papua, bukan malah somasi

Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (ANTARA/HO-Kemenko Kemaritiman dan Investasi)

Julius juga mengatakan siap merespons somasi yang dilayangkan Luhut melalui kantor pengacara Juniver Girsang. Tetapi, alih-alih melayangkan somasi, ia mendorong agar Luhut turut memberikan klarifikasi untuk menjawab riset yang dilakukan oleh sejumlah organisasi. 

"Ada ruang klarifikasi kepada publik, ada ruang diskusi kepada publik atau yang lebih detail lagi ada riset yang disusun oleh Pak Luhut sebagai pembanding riset yang dilakukan oleh koalisi masyarakat sipil," kata dia. 

Sikap Luhut yang merespons riset itu dengan somasi justru bisa dianggap sebagai bentuk represif oleh negara melalui pejabatnya. "Kami menentang keras hal itu. Maka, kami menyayangkan somasi yang diajukan dan bernuansa personal," tutur dia lagi. 

Julius menambahkan, bila para pejabat di bawah kepemimpinan Presiden Joko "Jokowi" Widodo terkesan antikritik, maka tak sejalan dengan keinginan orang nomor satu di Indonesia itu. Sebelumnya, Jokowi pernah mengatakan rindu untuk dikritik. 

Baca Juga: Moeldoko Laporkan ICW ke Polisi soal Polemik Ivermectin

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya