TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Divonis Enam Tahun Penjara, Zumi Zola Tak Ajukan Banding 

Zumi menerima proses hukum yang kini tengah berjalan

(Zumi Zola) ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Jakarta, IDN Times - Gubernur non aktif Provinsi Jambi, Zumi Zola Zulkifli memilih untuk tidak mengajukan banding terhadap vonis enam tahun penjara yang diputuskan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis (6/12). Mantan aktor sinetron itu menghormati semua proses hukum dan berharap jaksa pun tidak mengajukan banding. 

"Jadi, saya terima keputusan hakim, karena menghormati semua proses jalannya hukum. Saya berharap keputusan ini segera inkracht dan mengucapkan terima kasih kepada teman-teman media yang selama ini sudah memberikan perhatian," kata Zumi di luar ruang sidang pada siang tadi. 

Sementara, jaksa KPK masih belum menentukan sikap apakah mereka akan mengajukan banding atau juga menerima putusan dari majelis hakim. 

"Ya, karena kita ada hierarki dengan proses, kita akan laporkan dulu ke pimpinan. Gimana nanti, akan kita tunggu dan menggunakan masa berpikir," ujar Jaksa Iskandar Marwanto di tempat yang sama. 

Kuasa hukum Zumi, Muhammad Farizi justru berharap agar jaksa tidak mengajukan banding. Sebab, vonis yang diputuskan oleh hakim sudah memenuhi 2/3 dari tuntutan yang mereka sampaikan. 

"Sementara ini kan dalam vonis hanya selisih sepertiga dari masa tuntutan hukuman, maka tidak ada kewajiban bagi jaksa untuk banding. Kecuali kalau dia mau cari-cari masalah, maka dia akan banding," kata Farizi kepada IDN Times saat dimintai komentarnya. 

Lalu, apa saja fakta di persidangan yang dikonfirmasi oleh majelis hakim? 

Baca Juga: [BREAKING] Zumi Zola Divonis 6 Tahun Penjara 

1. Zumi Zola dianggap sebagai pelaku utama dalam kasus pemberian uang suap ke anggota DPRD

ANTARA FOTO/Reno Esnir

Majelis hakim pada siang tadi menolak pengajuan justice collaborator atau saksi pelaku bekerja sama. Alasannya, karena mantan Bupati Jabung Timur itu saat ini menjabat sebagai gubernur dan memiliki kewenangan untuk memutuskan APBD 2018. 

"Oleh sebab itu, majelis hakim sependapat dengan pertimbangan jaksa bahwa justice collaborator ditolak," ujar majelis hakim ketika membacakan pertimbangan putusan. 

Kendati begitu, majelis hakim mengapresiasi niat baik Zumi yang berterus terang dan mengakui kesalahannya. 

"Selain itu, terdakwa telah mengembalikan uang senilai Rp300 juta yang digunakan sebagai dana umrah agar bisa memperoleh keringanan hukuman," kata dia lagi. 

2. Zumi berharap uang yang ada di brankas dan tidak terkait kasus bisa dikembalikan

(Gubernur non aktif Jambi Zumi Zola) ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

Di dalam ruang persidangan, pihak Zumi juga menyampaikan supaya uang di dalam brankas yang tidak ada kaitannya dengan kasus hukumnya bisa segera dikembalikan. Uang yang dimaksud oleh Zumi yakni dana yang ia kumpulkan saat masih berkarier sebagai aktor sinetron dan sisa dana ketika ia menempuh studi Master di Inggris. 

Dana itu rencananya akan digunakan oleh Zumi untuk menghidupi anak dan istrinya. Dalam hal ini, majelis hakim sependapat dan meminta Zumi agar mengajukan permohonan resmi ke KPK agar uang di dalam brankas bisa dikembalikan. 

Namun, jaksa justru berpendapat sebaliknya. Menurut jaksa Iskandar Marwanto, dana itu disita dalam perkara Arfan yang menjabat sebagai Plt Kepala Dinas PUPR. Apakah nantinya dana tersebut akan dikembalikan, itu merupakan kewenangan dari penyidik. 

"Nanti penyidik dan pimpinan yang mempertimbangkan apakah (dana itu) dipakai lagi dalam perkara Arfan atau tidak," kata dia. 

3. KPK mengapresiasi majelis hakim Tipikor mencabut hak politik Zumi Zola

(Ketua KPK, Agus Rahardjo ) ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Selain divonis penjara 6 tahun dan denda Rp500 juta , majelis hakim juga mencabut hak politik Zumi selama lima tahun. Artinya, usai ia menuntaskan masa hukumannya, maka Zumi tidak boleh menduduki posisi sebagai pejabat publik selama lima tahun. 

Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengapresiasi putusan majelis hakim tersebut. Ia berharap dengan adanya hukuman tambahan tersebut bisa membuat para pejabat publik dari unsur partai politik lebih jera. 

"KPK berharap ini menjadi standar di seluruh kasus yang melibatkan aktor politik, karena hal itu berangkat dari pemahaman ketika aktor politik melakukan korupsi maka sama saja mengkhianati kepercayaan rakyat, sehingga wajar jika hak politiknya dicabut dalam jangka waktu tertentu," kata Febri di gedung KPK pada Kamis (6/12). 

Baca Juga: Akui Terima Suap, Zumi Zola Minta Maaf Kepada Keluarga

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya