Jejak Konflik Perampasan Tanah Masyarakat Adat di Rezim Jokowi
Konflik agraria masyarakat adat selama 10 tahun terakhir
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengecam bahwa rezim pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah merampas lahan masyarakat adat.
Konflik terkait pemenuhan hak dan perlindungan masyarakat adat, agraria, serta lingkungan hidup tercatat mengalami penurunan dalam kurun 10 tahun terakhir.
"Saya ingin ingatkan lagi dalam 10 tahun terakhir itu 8,4 juta hektare wilayah adat sudah dirampas," kata Sekretaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi dalam konferensi pers di Rumah AMAN, Tebet Timur, Jakarta Selatan, pada Senin (18/3/2024).
Baca Juga: Anies Sebut Masyarakat Sumbar Tak Goyah di Garis Perubahan
1. Konflik agraria masyarakat adat banyak menelan korban
AMAN mencatat sejak 2014-2022 telah terjadi 301 kasus yang merampas 8,5 juta hektare wilayah adat dan 672 masyarakat adat menjadi korban atas tindakan kejahatan tersebut.
Sejak 2015-2023, KPA mencatat 2.939 letusan konflik agraria dengan luas 6,3 juta hektare terjadi dan berdampak pada kehidupan 1,7 juta rumah tangga petani, buruh tani, nelayan, dan masyarakat adat. Sebanyak 2.442 petani dan pejuang agraria mengalami tindakan kriminalisasi, 905 mengalami kekerasan, 84 tertembak, dan 72 tewas di wilayah konflik agraria.
Menurut KPA, kurva konflik agraria yang terjadi saat pemerintahan era Jokowi jauh lebih buruk dibandingkan dengan masa kepresidenan SBY 10 tahun lalu. Tercatat ada 1.520 letusan konflik agraria dengan luas 5,7 juta hektare. Sementara itu, rumah tangga petani yang terdampak hanya mencapai 900 ribu. Kemudian, 1.354 petani dan pejuang agraria mengalami kriminalisasi, 553 orang mengalami kekerasan, 110 orang tertembak, dan 70 orang tewas.
Dalam rentang tahun 2014-2023, organisasi masyarakat adat WALHI mencatat tindakan kriminalisasi, intimidasi, dan kekerasan telah terjadi pada 827 pejuang lingkungan. Bahkan, tidak jarang korban tewas dalam peristiwa tersebut.
Dari 827 korban, 6 orang meninggal dunia, 145 orang ditangkap, 28 ditetapkan menjadi tersangka, dan 620 orang lainnya luka-luka akibat tindak pidana kekerasan. WALHI mencatat jumlah tertinggi pada 2022 dengan total 253 pejuang lingkungan di Indonesia yang menjadi korban dalam kriminalisasi terkait konflik agraria, masyarakat adat, dan lingkungan hidup.
Baca Juga: Komnas HAM Minta Pemerintah Tak Rampas Tanah Masyarakat untuk IKN