Menguak Lakon Sang Jenderal Menghabisi Nyawa Ajudannya
Istri sang jenderal ikut mengajukan perlindungan ke LPSK
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Senin 15 Agustus 2022, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menggelar rapat di kantornya, Ciracas, Jakarta Timur. Rapat hari ini bukan rapat biasa, melainkan untuk menentukan nasib seorang polisi muda bernama Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.
Bharada E yang lahir di Manado, Sulawesi Utara pada 14 Mei 1998, menjadi sorotan publik di Tanah Air sejak terungkapnya kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, yang tak lain adalah rekannya di kepolisian.
Bharada E dan Brigadir J merupakan ajudan Kadiv Propam Polri saat itu, Irjen Pol Ferdy Sambo. Disebutkan, Bharada E menembak Brigadir J hingga tewas di rumah dinas bos mereka di kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat, 8 Juli 2022. Kasus Bharada E ini menjadi pertaruhan bagi LPSK, terutama dalam menguji bagaimana perlindungan yang mereka berikan bisa menguak tabir kejahatan.
Kasus Bharada E bermula pada 8 Juli 2022, ketika Brigadir J tewas bersimbah darah di rumah dinas Ferdy Sambo. Kasus ini terungkap pertama kali ke publik pada 11 Juli 2022, tiga hari setelah kejadian.
Dalam informasi awal yang diterima wartawan pada Senin 11 Juli 2022, disebutkan ajudan Ferdy Sambo yakni Brigadir J tewas ditembak oleh rekannya Bharada E, di rumah dinas Ferdy Sambo, pada Jumat (8/7/2022) pukul 17.00 WIB.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan ketika itu menyebutkan, peristiwa polisi tembak polisi itu terjadi ketika Bharada E menegur korban saat masuk ke rumah dinas Ferdy Sambo.
"Ada anggota lain, Bharada E menegur. Yang bersangkutan (Brigadir J) mengacungkan senjata dan melakukan penembakan dan Bharada E menghindar dan membalas penembakan akibatnya Brigadir J meninggal dunia," ujar Ramadhan, pada Senin 11 Juli 2022.
Mengenai alasan Bharada E menembak mati Brigadir J, Ramadhan saat itu menyebutkan, karena Brigadir J melecehkan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Bharada E pun telah ditangkap oleh Propam Polri, dan jenazah Brigadir J dibawa ke Jambi untuk dimakamkan.
Kendati menjadi pelaku penembakan, namun Bharada E yang berasal dari Korp Brimob Polri tak langsung menjadi tersangka. Oleh polisi statusnya masih menjadi saksi.
Seiring bergulirnya kasus ini, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, mengajukan perlindungan kepada LPSK. Namun tidak hanya Putri yang meminta perlindungan, melainkan juga Bharada E. Bharada E dan Putri sama-sama mengajukan perlindungan secara resmi kepada LPSK pada 14 Juli 2022.
LPSK pun bergerak cepat. Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyebutkan, pihaknya langsung mendalami keterangan dari Bharada E dua hari setelah ia meminta perlindungan. Namun, LPSK belum bisa meminta keterangan kepada istri Sambo, karena “beliau masih terguncang," kata Edwin saat itu.
Baca Juga: LPSK Pastikan Status Justice Collaborator Bharada E Tak Dicabut!
Kejanggalan di balik kasus tewasnya Brigadir J
Belakangan, seiring semakin meluasnya pemberitaan soal penembakan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo, media dan publik merasakan berbagai kejanggalan dalam kasus ini. Apalagi orang tua Brigadir J tidak terima anaknya disebut telah melecehkan istri bosnya, yang telah dianggap sebagai ibu sendiri selama mengabdi di Ferdy Sambo.
Tak bisa dicegah, berbagai spekulasi pun muncul mengenai penyebab tewasnya Brigadir J. Publik tidak percaya bahwa seorang ajudan berani melecehkan istri bosnya yang memiliki kekuasaan dan kekuatan, sebab itu sama saja artinya “bunuh diri”. Sebaliknya muncul dugaan bahwa si pemilik kuasa lah yang justru ingin memanfaatkan ajudannya untuk melampiaskan hasratnya, tapi gagal hingga berujung pada pembunuhan.
Pihak Ferdy Sambo, khususnya sang istri, merasa tersudut dan terancam dengan berbagai spekulasi dan asumsi publik yang berkembang mengenai penyebab kematian Brigadir J, hingga meminta perlindungan ke LPSK.
"Permohonan ke LPSK itu sesuai dengan undang-undang LPSK yakni dari segala bentuk ancaman yang diatur di dalam undang-undang LPSK," ujar kuasa hukum Putri, Arman Hanis, Kamis 28 Juli 2022.
Menurut Arman, pemberitaan yang berseliweran di media menambah beban psikologis kliennya.
Namun, permintaan perlindungan itu tak langsung dikabulkan oleh LPSK. Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengatakan, pihaknya baru bisa mengabulkan atau tidak permohonan itu setelah selesai menelaah atau investigasi terkait kebutuhan (psikologis) Putri.
“Waktu penelaahan atau investigasi paling lambat 30 hari kerja," ungkap Maneger, Kamis 21 Juli 2022.
Sementara Wakil Ketua LPSK lainnya yakni Edwin, menyebutkan bahwa LPSK tak langsung mengabulkan permintaan perlindungan karena ada empat pertimbangan. Pertama, sifat penting dari keterangan yang disampaikan. Kedua, tingkat ancaman. Ketiga, asesmen medis atau psikologis bila ada akibat dari tindak pidana. Keempat, rekam jejak pemohon.
Baca Juga: Divonis 1 Tahun 6 Bulan, Bharada E Berpotensi Dapat Remisi Tambahan