TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jelaskan Alasan Gunakan Molnupiravir, Menkes Debat dengan Anggota DPR

DPR sebut alasan Menkes salah

Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam rapat Komisi IX DPR RI pada Selasa (18/1/2022). (youtube.com/Komisi IX DPR RI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin sempat berdebat dengan anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Golkar Dewi Asmara. Debat keduanya terjadi saat Dewi mempertanyakan kenapa pemerintah lebih memilih Molnupiravir sebagai obat COVID-19 dibanding Paxlovid.

Dalam perdebatan tersebut, Dewi meminta Budi untuk menjelaskan lebih detail. Usai Budi menjelaskan, ternyata Dewi tak puas dengan jawaban mantan Wakil Menteri BUMN itu dan menyebut jawaban Budi salah.

Lalu, bagaimana perdebatan antara Budi dan Dewi itu?

Baca Juga: WHO Terbitkan Rekomendasi Obat COVID-19 Molnupiravir Awal Februari

Baca Juga: BPOM Terbitkan EUA Obat COVID-19 Molnupiravir, untuk 18 Tahun ke Atas

1. Dewi pertanyakan kenapa pemerintah lebih memilih Molnupiravir

Dewi Asmara (youtube.com/Komisi IX DPR RI)

Awalnya, Dewi meminta penjelasan lebih detail kepada Budi terkait pemilihan Molnupiravir dibanding Paxlovid. Sebab, menurut dia, Paxlovid memiliki efek lebih bagus dibandingkan Molnupiravir.

“Karena berdasarkan yang kami ketahui, hasil kajian FDA (Food and Drug Administraion) saat itu kan mereka rilis approval. Molnupiravir itu efektivitasnya 30 persen, dan Paxlovid itu 8 persen. Pertanyaannya dan proses submitted-nya itu jadi menarik bagi kami,” ujar Dewi.

“Molnupiravir itu di submitted duluan di FDA lalu Paxlovid. Sementara di kita kebalikan. Jadi yang di-approve dulu Paxlovid. Molnupiravir kan masih debatable. Apa alasan Kemenkes lebih memilih pengadaan Molnupiravir instead Paxlovid?” tanyanya lagi.

Baca Juga: Catat! Efek Samping Obat COVID-19 Molnupiravir Mual Sampai Nyeri

2. Budi jelaskan alasan Indonesia lebih memilih Molnupiravir

Ilustrasi rapat paripurna DPR (IDN Times/Sachril Agustin Berutu)

Kemudian, Budi pun menjawab pertanyaan Dewi. Dia menjelaskan bahwa Paxlovid saat itu belum mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM. Sebab, Paxlovid memang mendapatkan persetujuan dari Amerika belakangan sesudah Molnupiravir.

“Kita beli Molnupiravir dulu karena dia sudah keluar EUA dan sudah keluar juga approval CDC-nya. Bahwa dia 30 persen, betul, tapi kita ambil posisi konservatif, kalau kita kena kasus aktif 100 ribu, 30 persen itu 30 ribu orang juga,” terang Budi.

Jika Indonesia menunggu Paxlovid, lanjut Budi, maka harus menunggu EUA dari BPOM. Sementara, pemerintah takut terlambat karena melihat kasus juga sudah naik lagi.

“Itu sebabnya kenapa kita ambil Molnupiravir, kita sengaja ambilnya tidak terlalu banyak, jadi kalau Paxlovid-nya keluar, kita bisa kombinasikan dengan faslovit. Jadi kita ambil 10 ribu orang pertama kita ganjel dulu dengan Molnupiravir kalau kenaikannya cukup tinggi,” ucap Budi.

3. Dewi sanggah jawaban Budi: Jawaban bapak salah

Anggota Komisi IX DPR RI dari fraksi Golkar, Dewi Asmara (Tangkapan layar YouTube DPR RI)

Mendengar jawaban dari Budi, Dewi ternyata kurang puas. Dia bahkan menyebut jawaban Budi salah.

“Kalau dari gaya bicaranya Pak Menkes memang meyakinkan. Akan tetapi datanya kalau kita cek, mungkin bapak bisa cek data-data dari anak buah bapak, karena bapak salah tadi jawabannya pak,” kata Dewi.

Kemudian, Dewi menjelaskan bahwa Paxlovid mendapatkan persetujuan lebih dulu dari FDA dibandingkan Molnupiravir.

“Paxlovid itu duluan pak. Paxlovid itu 22 Desember, Molnupiravir itu 23 Desember di submitted-nya, jadi Molnupiravir duluan. Nah jadi apa data yang di saya salah, atau bapak yang salah baca data, atau salah dikasih data. Saya gak tau ini. Tapi TA saya juga memberi saya data semuanya. Saya kalau bicara gak mungkin asal tanpa data,” ucap Dewi.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya