TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Muslim Uighur di Xinjiang Sulit Salat 5 Waktu

MUI minta Tiongkok memberi kelonggaran

IDN Times/Uni Lubis

Xinjiang, IDN Times - Mheliya Ahmadt mengaku sebagai muslim yang taat. Perempuan yang mengaku berusia 30 tahun itu saya temui di "pusat sekolah vokasi" di Kashi, pusat kota Kasghar, sebuah kabupaten penting di selatan Xinjiang Uighur Authonomous Region (XUAR), Tiongkok, Senin, 25 Februari 2019.

Ibu dua anak ini sudah setahun menjadi siswi di sekolah itu. Dia memilih keahlian mendesain baju sebagai bekal jika dinyatakan 'lulus' dari sekolah ini.

Pemerintah Xinjiang mendirikan sejumlah sekolah vokasi untuk program de-ekstremisasi. Program ini dianggap bisa menumpas tiga ancaman: ekstremisme, separatisme, dan terorisme. 

Perserikatan Bangsa-Bangsa menuduh Tiongkok melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam program re-edukasi di sekolah vokasi.

IDN Times/Uni Lubis

Baca Juga: Berkunjung ke Sekolah Vokasi di Xinjiang, Pelatihan Redam Ekstremisme

Mheliya mengaku ikut program karena sempat terpengaruh ajaran ekstremisme yang dibacanya dari buku-buku. "Gara-gara baca buku saya jadi membenci orang kafir. Saya melarang keluarga membeli produk hasil orang kafir. Saya berantem sama orangtua saya," kata Mheliya.

Penampilannya cukup modis, rambut gaya poni. Sebelum ikut program vokasi, Mheliya mengaku menggunakan penutup kepala layaknya perempuan muslim Uighur.

Kini dia tak lagi gunakan kerudung penutup kepala. Di Xinjiang, perempuan muslim tidak dibolehkan menggunakan penutup kepala karena alasan keagamaan. 

Pemeluk agama termasuk muslim juga tidak dibolehkan melaksanakan ibadah di tempat umum, termasuk di gedung publik.

Jadi, meskipun Mheliya dan semua peserta "sekolah vokasi" beragama muslim, mereka tidak bisa salat lima waktu di sana. Soalnya, bangunan sekolah vokasi tergolong bangunan publik. Mheliya hanya bisa salat saat kembali ke rumahnya, setiap akhir pekan. Biasanya hari Sabtu.

Baca Juga: Derita Muslim Uighur di Xinjiang Versi Presiden Organisasi Kepemudaan

1. Pemerintah Tiongkok melarang pelaksanaan ibadah di tempat umum dan area publik

IDN Times/Uni Lubis

Apa yang dialami Mheliya, saya alami juga. Meskipun Xinjiang adalah daerah otonomi khusus dan selalu dipimpin Gubernur dari suku etnis mayoritas Uighur, tak ada tempat salat di tempat publik. Bahkan di restoran halal pun tidak disediakan. Ya, memang dilarang. 

Mayoritas warga Uighur beragama Islam. Larangan melakukan ibadah di tempat umum dan gedung publik berlaku untuk semua agama. Tentu saja ini menyulitkan pemeluk Islam yang punya kewajiban salat lima waktu.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Kerjasama Luar Negeri, KH Muhiddin Junaedi menuturkan, alasan Pemerintah Tiongkok melarang pelaksanaan salat di sekolah vokasi karena bangunan itu merupakan ruang publik.

"Ruang publik di sana tidak boleh terkontaminasi dengan aspek keagamaan," ujar Muhiddin yang memimpin delegasi ormas Islam ke Xinjiang pekan lalu.

2. Peserta "sekolah vokasi" pulang ke rumah sekali sepekan dianggap solusi oleh Pemerintah Tiongkok

IDN Times/Uni Lubis

Solusi yang diberikan Pemerintah Tiongkok, adalah mengizinkan para peserta pulang sekali dalam sepekan ke rumah mereka masing-masing, di mana mereka bisa melaksanakan salat dan kewajiban beragama apa pun.

"Jadi, kalau ada yang ingin salat maka dia harus ke masjid atau rumah. Maka, mereka hanya bisa salat ketika pulang ke rumah, pada Sabtu dan Ahad," kata Muhiddin.

Baca Juga: Presiden Institut Islam Xinjiang: Teroris Bukan Muslim

3. Ada puluhan ribu masjid tapi tidak boleh digunakan dengan bebas

(Masjid Grand Bazaar Urumqi di Xinjiang) IDN Times/Uni Lubis

Meski ada sekitar 24 ribu masjid di Uighur, bukan berarti penggunaannya bebas sesuka hati. Sekolah-sekolah khusus muslim dan masjid pun dibatasi penggunaannya. Tak hanya itu, Muhiddin pun mengungkapkan, suara azan tidak boleh keluar dari masjid.

"Karena di luar masjid itu ruang publik, jadi tidak boleh ada azan di luar," ujarnya.

Masjid hanya boleh digunakan warga yang tidak bekerja, seperti para pensiunan atau orang-orang tua. Sedangkan orang yang masih bekerja, dilarang melakukan ibadah di masjid saat jam-jam kerja.

"Maka, jarang ditemui anak muda di masjid karena mereka kerja, mereka tidak boleh leluasa pergi ke masjid," kata Muhiddin.

4. MUI berharap Pemerintah Tiongkok memberi kesempatan bagi muslim untuk salat

IDN Times/Uni Lubis

Setelah melakukan kunjungan ke Xinjiang, MUI berharap Pemerintah Tiongkok memberikan kesempatan bagi muslim untuk menjalankan salat, sebagai ritual beragama mereka. Terutama bagi mereka yang berada di pelatihan sekolah vokasi maupun mereka yang bekerja.

MUI menyatakan, menjalankan ritual beragama termasuk dalam hak asasi manusia yang telah diakui secara internasional. Lebih lanjut, MUI pun akan membentuk tim untuk menyampaikan saran kepada Kedutaan Besar Tiongkok mengenai masalah ini.

Baca Juga: Xinjiang Melawan Terorisme dengan Pameran Foto Berdarah

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya