TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Draf RUU KUHP: Hati-hati! Nge-Prank Bisa Didenda Rp10 Juta

Bahkan nge-prank bisa kena hukuman pidana penjara!

Ilustrasi prank pocong yang dilakukan warga Depok (Instagram.com/infodepok_id)

Jakarta, IDN Times - Konten menjahili seseorang atau biasa disebut prank banyak diminati oleh para konten kreator karena dinilai mampu menaikkan rating media sosialnya. Namun, sekarang untuk melakukan prank harus berhati-hati karena akan diatur ancaman pidananya.

Ancaman pidana tersebut tertuang pada draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Bagian Keempat terkait Tindak Pidana Kenakalan terhadap Orang atau Barang Pasal 335, yang berbunyi:

"Setiap orang yang di tempat umum melakukan kenakalan terhadap orang atau barang yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, atau kesusahan dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II," bunyi Pasal 335.

Baca Juga: Draf RUU KUHP: Hina Presiden di Medsos Diancam 4,5 Tahun Penjara!

1. Nge-prank bisa dikenakan pidana denda Rp10 juta

Ilustrasi uang (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Adapun denda yang sudah ditetapkan dalam RKUHP Bagian Kedua tentang Pidana dan Tindakan Pasal 79, melakukan prank dapat didenda sebesar kategori II, yang jumlahnya Rp10 juta.

Pidana denda juga dibagi menjadi delapan kategori dalam Pasal 79, berbunyi:

(1) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan:

  • Kategori I, Rp 1.000.000 (satu juta rupiah)
  • Kategori II, Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah)
  • Kategori III, Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
  • Kategori IV, Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah)
  • Kategori V, Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
  • Kategori VI, Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah)
  • Kategori VII, Rp 5.000.000.000 (lima miliah rupiah)
  • Kategori VIII, Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah.

(2) Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

2. Jika tidak mampu membayar denda, diganti dengan pidana penjara

Ilustrasi Penjara (IDN Times/Mardya Shakti)

Pada pidana denda hakim mempertimbangkan kemampuan membayar terdakwa melalui penghasilan yang didapatkan, yang tertuang pada Pasal 80 Ayat 1 dan 2 berbunyi:

(1) Dalam menjatuhkan pidana denda, hakim wajib mempertimbangkan kemampuan terdakwa dengan memperhatikan penghasilan dan pengeluaran terdakwa secara nyata.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi penerapan minimum khusus pidana denda yang ditetapkan.

Namun, jika terdakwa tidak dapat memenuhi pidana denda tersebut maka harta kekayaan terdakwa dapat disita dan bahkan dipenjara.

"Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kekayaan atau pendapatan terpidana dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar," bunyi Pasal 81 ayat 3.

"Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) tidak cukup atau tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, pidana denda yang tidak dibayar tersebut diganti dengan pidana penjara, pidana pengawasan atau pidana kerja sosial dengan ketentuan pidana denda tersebut tidak melebihi pidana denda kategori II," bunyi Pasal 82 ayat 1. 

Baca Juga: ICJR Desak DPR dan Pemerintah Tak Perlu Buru-buru Sahkan RUU KUHP

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya