TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Penjelasan Psikologis Kenapa Rezeki Gak Halal Menyebabkan Depresi

Orang depresi cenderung tempramen dan mudah stres

Pakar Psikologi Islam Profesor Abdul Mujib (IDN Times/Panji Galih Aksoro)

Jakarta, IDN Times - Guru Besar Psikologi Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Profesor Abdul Mujib, mengatakan sumber rezeki sangat menentukan tingkat kebahagiaan seseorang. Pernyataan tersebut berakar dari asumsi Mujib, setelah menjajaki berbagai penelitian bahwa perilaku buruk menghasilkan rasa bersalah.

“Perilaku yang positif berimplikasi psikologis, orang jadi tidak mudah stres dan depresi. Tapi, perilaku buruk menghasilkan guilty feeling, yang menyebabkan perilaku kita tidak nyaman, gampang stres, gampang depresi, tidak mudah bergaul, dan tidak bisa mengembangkan potensinya, itu penyakit psikologis,” kata Mujib dalam Indonesia Millennial Summit (IMS) 2020, di The Tribrata, Jakarta, Sabtu, 18 Januari 2020.

Baca Juga: Survei Kesehatan Mental di RI: Mayoritas Kesepian dan Ingin Bunuh Diri

1. Penyakit psikologis berdampak terhadap hilangnya orientasi hidup

Pakar Psikologi Islam Profesor Abdul Mujib (Dok. Istimewa)

Lelaki yang mengampu studi sarjana di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Maulana Malik Ibrahim Malang itu mengutip hadis Nabi sebagai landasan argumennya.

“Nabi pernah bersabda, ‘sesuap makanan haram itu akan mendapatkan neraka’. Dalam bahasa psikologis, orang yang makan haram dan mengandung dosa itu akan melahirkan guilty feeling, dia akan mudah marah dan temperamen,” terang Mujib.

Ia menyambung, “akibat banyak orang yang menderita penyakit psikologis, seperti stres, depresi, sulit bergaul, mereka jadi kehilangan orientasi hidup, sehingga tujuannya gak jelas. Kalau tujuannya uang, justru banyak yang stres. Padahal rumahnya bagus, tapi gak betah. Nah itu menurut saya sumbernya adalah perilaku yang tidak halal atau Islami.”

2. Gaya hidup Islami juga menentukan tingkat kebahagiaan

Pakar Psikologi Islam Profesor Abdul Mujib (IDN Times/Panji Galih Aksoro)

Selain sumber rezeki, Mujib mengingatkan bahwa gaya hidup Islami juga berimplikasi terhadap kehidupan sehari-hari. Apa yang ia maksud sebagai gaya hidup Islami adalah berperilaku sesuai nilai-nilai kebajikan yang termaktub dalam Alquran dan Hadis, yang juga dianjukan oleh agama lain, seperti berkata jujur hingga berperilaku baik. 

“Dalam Islam itu harus izin ke mukhrimnya kalau mau pergi. Izinnya harus jelas, di sana ngapain dan untuk apa. Kasus yang saya tangani, ada orang yang konsultasi ke saya karena mengalami pernikahan hingga tiga kali. Dia mantan direktur. Dia bilang ke keluarganya mau liburan ke Amerika. Ternyata, di sana dia sudah janjian dengan mantannya. Ya itulah agama, terkesan klise, normatif, tapi ternyata memiliki implikasi, sehingga dia cerai sampai tiga kali,” demikian Mujib menceritakan salah satau keluhan klien yang pernah ia tangani.

Baca Juga: Psikiater UGM: 3 Masalah Besar Kesehatan Mental di Masa Wabah COVID-19

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya