Sejarah Peci, Sukarno Orang RI Pertama yang Memadukan dengan Jas
Kini peci tidak menandakan Anda adalah Muslim
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Peci, jika merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah penutup kepala yang terbuat dari kain atau sebagainya. Peci biasanya berbentuk meruncing di kedua ujungnya dan biasanya digunakan oleh para pria. Nama lainnya adalah kopiah atau songkok.
Saat ini, peci sudah memiliki banyak varian. Selain peci hitam polos yang identik dengan Sukarno, ada juga peci putih yang biasanya digunakan untuk pergi haji, dan peci bulat yang terbuat dari rotan. Tidak sedikit publik figur yang memiliki peci dengan gayanya masing-masing.
Sebenarnya, peci merupakan sunah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW kepada umatnya. Sebab, peci menjadi alat yang membantu untuk menyempurnakan salat agar dahi saat bersujud tidak terhalang rambut. Bisa dikatakan peci merupakan anjuran dalam ajaran Islam.
Meski begitu, banyak pemimpin non-Muslim di Indonesia yang berpotret menggunakan peci, seperti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Harry Tanoesoedibjo, atau Ignasius Jonan. Dengan kata lain, peci sudah menjadi identitas bangsa dan tidak semata-mata identik digunakan oleh mereka yang beragama Islam.
Lantas, bagaimana sebenarnya sejarah peci? Kemudian, bagaimana peci yang awalnya identik dengan umat Muslim bisa menjadi identitas bangsa? Yuk baca artikelnya.
Baca Juga: Putera Sang Fajar, Julukan Ida Ayu Nyoman Rai untuk Sukarno
1. Peci dibawa masuk ke Tanah Melayu oleh pedagang Arab
Berdasarkan keterangan Rozan Yunos dalam The Origin of The Songkok or Kopiah, peci diperkenalkan oleh para pedagang Arab yang masuk ke wilayah Asia Tenggara. Lebih khusus mereka yang masuk ke Tanah Melayu, seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Dalam tulisan yang dimuat The Brunei Times edisi 23 September 2007, peci lumrah di kalangan masyarakat sejak ajaran Islam mulai diminati oleh penduduk setempat.
Ketika beraktivitas, para pedagang Arab menggunakan penutup kepala yang terbuat dari kain atau sorban yang dikenal dengan nama turban. Namun, turban baru digunakan oleh para ulama atau tokoh agama Islam. Seiring berjalannya waktu, ajaran Islam yang disebarkan oleh para pedagang mulai diterima oleh masyarakat.
"Ketika Islam datang ke Brunei Darussalam, sekitar 600 atau 700 tahun yang lalu, popularitas penutup kepala (sejenis turban) mulai mendapat perhatian lebih. Sebelum peci, kebudayaan Brunei sudah mengenal dastar atau tanjak," tulis Rozan.
Rozan menjelaskan, asal-muasal masuknya peci ke Tanah Melayu masih mengalami perdebatan. Sebab, di beberapa negara, terlihat adanya penutup kepala yang lebih serupa dengan peci. Seperti fez di Turki, tarboosh di Mesir, rumi cap di India dan Pakistan, atau kepi di Prancis. Kendati begitu, penutup kepala khas Arab lebih diterima oleh kalangan Muslim Melayu karena penutup kepala merupakan sunah Nabi Muhammad.
Baca Juga: Kisah Nitri, Ajudan Sukarno dari Bali yang Menyiapkan Sarapan Favorit