TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Refleksi HUT RI ke-77, Partai Gelora Imbau Konsep Negara Hukum Memudar

Fahri Hamzah ajak refleksikan soal masa depan Indonesia

IDN Times/Margith Juita Damanik

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menegaskan, Indonesia belum sepenuhnya menjadi negara hukum. Apalagi dianggap merdeka dalam bidang hukum, meskipun usia kemedekaannya sudah menginjak ke-77 tahun.

Menurut Fahri, dalam negara demokrasi, sistem penegakan hukum saat ini, harus menganut prinsip-prinsip demokrasi keterbukaan (equality before the law), dan tidak ada yang ditutup-tutupi.

"Jadi negara hukum itu, saya melihatnya sebagai satu sistem. Bukan dibaca terpisah antara tangan, kaki dan sebagainya, tapi harus dibaca keseluruhan tubuh," kata Fahri dalam 'Gelora Talk bertajuk 77 Tahun Usia Kemerdekaan: Negara Hukum dan Masa Depan Indonesia', dikutip Jumat (19/8/2022).

Baca Juga: Usai Gabung PDIP dan PAN, Ini Alasan Miing Berlabuh ke Partai Gelora

1. Masa depan negara ditentukan tegaknya supermasi hukum

ilustrasi hukum (pexels.com/Sora Shimazaki)

Dengan demikian, Fahri menegaskan, penegakan hukum seharusnya tidak boleh ada yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi untuk melindungi para pejabat yang terlibat kasus pidana misalnya, sementara saat melibatkan rakyat, kasusnya dibuka secara terang benderang.

Dia mengatakan, refleksi yang harus dipikirkan pemerintah dalam memperingati 77 tahun usia Indonesia ini salah satunya mengenai konsepsi negara hukum yang belakangan justru memudar.

"Kata kuncinya adalah bahwa pada momen peringatan 77 tahun Proklamasi, Partai Gelora justru mengingatkan tentang negara hukum yang memudar," ujar Fahri.

"Kita boleh terbuka oleh klaim keberhasilan jangka pendek secara sepihak, tetapi masa depan ditentukan oleh berdiri tegaknya negara hukum dan supremasi hukum," sambung dia.

2. Pemerintah sudah waktunya memikirkan kembali konsep negara hukum

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Oleh sebab itu, Fahri menegaskan masalah mengenai hukum sudah selayaknya menjadi perhatian para pemimpin dan politisi agar Indonesia lebih kuat pada masa depan sebagai negara hukum.

"Itulah yang paling penting diingat setelah 77 tahun usia kemerdekaan kita. Refleksi ini punya makna besar dan penting, yakni sebagai negara hukum dan masa depan Indonesia," ucap dia.

Bahkan saat ini Indonesia dinilai sudah menjadi negara kekuasaan, dimana kekuasaan itu selalu mengintervensi dalam proses penegakan hukum. Sebagai contoh, Fahri memaparkan peristiwa penggeledahan rumah mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

"Kasus penggeledahan rumah mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump beberapa waktu lalu, bisa menjadi contoh mengenai penggunaan kekuasaan di Indonesia . Penggeledahan ini belum pernah terjadi dalam sejarah Amerika," tutur dia.

Saat berkuasa sebagai Presiden AS, Trump dinilai sangat keterlaluan karena menabrak konsepsi-konsepsi dasar sebuah negara republik dan demokrasi di Amerika.

"Sikap politiknya banyak melakukan intervensi, dan Amerika ingin mengembalikan cita rasa sebagai negara hukum dan negara demokrasi," kata Fahri.

Baca Juga: Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta Soroti Kesalahan Partai Islam

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya