Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20251023-WA0032.jpg
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Rajiv. (Dok. Istimewa)

Intinya sih...

  • Rajiv setuju dengan penegakan hukum, tapi tidak setuju opset dan ikat kepala Cenderawasih dibakar

  • Legislator Papua mendesak Kemenhut mencopot Kepala BBKSDA buntut pemusnahan 54 opset dan mahkota burung Cenderawasih

  • Kemenhut minta maaf kepada masyarakat Papua terkait pemusnahan barang bukti berupa ofset dan mahkota Cenderawasih

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IV DPR RI, Rajiv menilai, pemusnahan 54 opset dan mahkota burung Cenderawasih oleh Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua merupakan tindakan ceroboh dan tidak menghormati nilai-nilai adat.

BBKSDA Papua memusnahkan sebanyak 54 opset dan mahkota burung Cenderawasih pada Senin (20/10/2025). Rajiv mendorong Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memberikan sanksi pada aparatnya karena telah melukai perasaan masyarakat Papua.

"Saya harap Kemenhut memberikan edukasi pada jajaran penegak hukumnya, agar lebih paham norma-norma adat yang harus dijunjung. Selain itu petugas yang melakukan kecerobohan ini harus diberi sanksi agar tidak terulang kejadian serupa di kemudian hari," kata Rajiv kepada wartawan, Kamis (23/10/2025).

1. Harusnya ada alternatif lain selain dibakar

Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem Rajiv meminta Menhut sanksi perusahaan nakal. (Dok. Fraksi Partai NasDem).

Rajiv setuju dengan penegakan hukum untuk melindungi satwa liar. Namun, BBKSDA seharusnya memilih cara lain selain memusnahkan opset dan ikat kepala satwa yang dilindungi dan disakralkan masyarakat Papua tersebut dengan cara dibakar.

"Saya setuju dengan penegakan hukum dan perlindungan satwa, tapi tidak atas nama penegakan hukum, barang bukti harus dibakar. Seharunya ada alternatif lain," kata Legislator Partai NasDem.

Rajiv menilai, pemusnahan opset dan ikat kepala Cenderawasih itu tindakan yang ceroboh. Cenderawasih merupakan simbol keindahan, spiritualitas, dan identitas budaya yang sakral, dan harus dihormati.

2. Legislator Papua dorong Kemenhut copot

Manajer baru Persipura, Yan Permenas Mandenas. (Dok. PSSI)

Anggota DPR RI dari daerah pemilihan (dapil) Papua, Yan Permenas Mandenas, mengecam aksi BBKSDA Papua yang melakukan penertiban atau pemusnahan mahkota Cenderawasih dengan cara dibakar. Ia mendesak Kemenhut mencopot Kepala BBKSDA buntut pemusnahan 54 opset dan mahkota burung Cenderawasih.

“Langkah penertiban saya dukung. Tapi tidak dibenarkan melakukan penertiban dengan membakar mahkota Cenderawasih,” kata dia kepada wartawan, Kamis.

Ia juga mendorong bila perlu pihak-pihak yang terlibat dimutasi ke luar Papua. Karena mereka tidak memahami nilai simbol kehormatan dan identitas pada mahkota Cenderawasih.

"Saya minta Kementerian Kehutanan maupun Kementerian Lingkungan Hidup yang menaungi BBKSDA Papua untuk berhentikan kepala balainya," kata Legislator Fraksi Papua itu.

3. Kemenhut minta maaf ke masyarakat Papua

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Prof Satyawan Pudyatmoko. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Kemenhut menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Papua, khususnya pada para tokoh adat dan lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP), terkait pemusnahan barang bukti berupa ofset dan mahkota Cenderawasih pada 20 Oktober 2025 di Jayapura.

Permohonan maaf itu disampaikan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kememhut Satyawan Pudyatmoko setelah aksi pemusnahan itu menuai kecaman.

"Kami menyampaikan permohonan maaf atas timbulnya kekecewaan dan rasa terluka yang dirasakan oleh masyarakat Papua. Kami memahami bahwa mahkota Cenderawasih bukan sekadar benda, melainkan simbol kehormatan dan identitas kultural masyarakat Papua," kata Satyawan melansir ANTARA.

Dia menjelaskan, pemusnahan tersebut merupakan bagian dari proses penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar dilindungi dan bagian-bagiannya. Hal itu telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 32 tahun 2024 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Namun, Kemenhut memahami, sebagian barang bukti tersebut memiliki nilai budaya yang tinggi bagi masyarakat Papua. Ia memastikan, Kemenhut tidak punya niat sedikitpun untuk menyinggung nilai budaya, atau melukai masyarakat Papua. Kejadian tersebut murni dalam kerangka upaya penegakan hukum.

"Kejadian ini juga menjadi pembelajaran penting bagi seluruh jajaran kami, agar dalam setiap langkah pengambilan keputusan di lapangan, juga mengedepankan pertimbangan aspek sosial dan budaya secara menyeluruh," kata dia.

Editorial Team