Jaksa Agung Ajukan Banding Soal Peristiwa Semanggi, Nasdem: Itu Ironi

Jaksa Agung disarankan menjalankan putusan PTUN

Jakarta, IDN Times - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada Rabu, 4 November 2020 mengabulkan gugatan keluarga korban Tragedi Semanggi I dan Semanggi II, terhadap Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin. Majelis Hakim memutuskan tindakan Burhanuddin sebagai perbuatan melawan hukum.

Jaksa Agung lantas mengajukan banding atas putusan tersebut. Namun, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari, menyayangkan tindakan jaksa agung.

"Kalau misalnya Kejaksaan Agung yang menjalankan tugas dan fungsi negara untuk menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu harus berhadapan dengan korban di Pengadilan, itu ironi. Sayang sekali, janganlah," ujar Taufik dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang disiarkan akun YouTube DPR RI, Selasa (26/1/2021).

1. Burhanuddin disarankan menjalankan putusan PTUN

Jaksa Agung Ajukan Banding Soal Peristiwa Semanggi, Nasdem: Itu IroniJaksa Agung ST Burhanuddin (IDN Times/Axel Joshua Harianja)

Menurut Taufik, Kejaksaan Agung (Kejagung) seharusnya mencari jalan keluar dan berdiskusi dengan keluarga korban untuk menyelesaikan permasalahan itu. Ia pun menyarankan, Burhanuddin menjalankan putusan PTUN dengan membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II.

"Nah oleh karena itu, mohon bisa dipertimbangkan Pak Jaksa Agung untuk bisa menyelesaikan penuntasan kasus pelanggaran HAM ini dan juga mempertimbangkan agar putusan PTUN ini dijalankan saja tanpa harus kemudian sampai nanti banding, kasasi lagi. Padahal, amarnya sudah cukup jelas," ujar Taufik.

Baca Juga: Keluarga Korban Tragedi Semanggi  Menang Lawan Jaksa Agung di PTUN

2. Kejagung nilai putusan PTUN keliru

Jaksa Agung Ajukan Banding Soal Peristiwa Semanggi, Nasdem: Itu IroniIlustrasi Kejaksaan (IDN Times/Mardya Shakti)

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung Feri Wibisono menilai, putusan PTUN tidak tepat.

"Dalam pertimbangan Hakim PTUN, kami melihat banyak sekali kekeliruan dalam putusan tersebut," katanya di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis 5 November 2020.

Feri mengatakan, tindakan Burhanuddin yang menginformasikan dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR, dipandang PTUN Jakarta sebagai tindakan konkret pemerintah. Namun Feri menilai, ucapan Burhanuddin bukan termasuk kategori tindakan pemerintah.

Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Administrasi Pemerintahan, tindakan pemerintah berarti pejabat pemerintahan yang melakukan tindakan konkret dalam penyelenggaraan pemerintahan.

"Sedangkan ucapan jaksa agung dalam rapat Komisi III adalah pemberian informasi, bukan suatu tindakan  dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan," jelasnya.

Feri mengatakan, tindakan jaksa agung yang bisa dikategorikan sebagai penyelenggaraan pemerintahan antara lain terkait penanganan perkara, memproses penanganan perkara, tahapan, termasuk P19 atau P21.

"Jika pernyataan dan jawaban dalam suatu rapat kerja DPR dikategorikan sebagai tindakan penyelenggaraan pemerintahan, maka akan banyak sekali pernyataan jawaban yang merupakan objek sengketa," ucap Feri.

3. Keputusan PTUN dinilai tidak berlandaskan alat bukti

Jaksa Agung Ajukan Banding Soal Peristiwa Semanggi, Nasdem: Itu Ironi(Ilustrasi tampak depan gedung Kejaksaan Agung RI) Istimewa

Dalam pertimbangannya, Hakim PTUN menyatakan Burhanuddin tidak menguraikan proses penyelidikan serta menyembunyikan fakta peristiwa Semanggi I dan II. Feri pun membantah dan menuding PTUN Jakarta mengabaikan alat bukti, yakni video rekaman rapat kerja jaksa agung dengan Komisi III DPR.

"Dalam rekaman tersebut, jaksa agung juga sudah menjelaskan tentang proses penyelidikan, kendala dan penyebab bolak-baliknya perkara antara Kejagung- Komnas HAM," katanya.

Feri mengklaim, dalam rekaman tersebut Burhanuddin tidak menyembunyikan fakta. Burhanuddin hanya menyampaikan informasi berdasarkan laporan khusus DPR pada 28 Juni 2001 dan 9 Juli 2001.

"Sehingga penyembunyian fakta, kebohongan, itu tidak ada apabila pengadilan melihat kepada bukti rekaman itu. Tapi, PTUN Jakarta tidak mau melihat bukti rekaman itu," ujar dia.

4. Keluarga korban tak permasalahkan jaksa agung ajukan banding

Jaksa Agung Ajukan Banding Soal Peristiwa Semanggi, Nasdem: Itu IroniANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Maria Katarina Sumarsih, ibunda dari almarhun Realino Norma Irmawan yang merupakan korban peristiwa Semanggi I, mengaku tak mempermasalahkan upaya banding yang dilakukan Burhanuddin.

"Banding itu kan sebenernya diatur dalam Undang-Undang yah. Jadi itu hak jaksa agung untuk menindaklanjuti putusan pengadilan dari Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta," kata Sumarsih kepada IDN Times, Kamis 12 November 2020.

Sumarsih mengatakan, selama keadilan belum ditegakkan, dia tetap berpijak pada Undang-Undang (UU) Pengadilan HAM Nomor 26 Tahun 2000. Menurutnya, aturan itu merupakan akses pengharapan yang diberikan negara kepada keluarga korban.

"Karena di dalam UU HAM itu sangat jelas mengatur mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, terutama untuk kasus Semanggi I, Semanggi II dan Trisakti yang terjadi pada tahun 1998-1999. Itu kan dikategorikan sebagai pelanggaran HAM masa lalu," ucap Sumarsih.

5. Alasan Sumarsih dkk menggugat Burhanuddin

Jaksa Agung Ajukan Banding Soal Peristiwa Semanggi, Nasdem: Itu IroniInstagram/sumarsihmaria

Keluarga korban Semanggi I dan II melayangkan gugatan kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin ke PTUN Jakarta pada 22 Mei 2020. Gugatan dilayangkan Sumarsih, ibunda dari almarhun Realino Norma Irmawan, Ho Kim Ngo, ibunda almarhum Yap Yun Ha, serta Koalisi untuk Keadilan Semanggi I dan II sebagai kuasa hukum.

Gugatan berawal saat rapat kerja antara Komisi III DPR dan jaksa agung pada 16 Januari 2020. Saat itu Burhanuddin mengatakan, peristiwa Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.

Sumarsih mengatakan, selama persidangan banyak kebohongan yang terungkap. Pertama, tim hukum jaksa agung mengatakan bahwa pernyataan Burhanuddin dalam raker bersama Komisi III DPR, diucapkan secara spontan.

"Tetapi ternyata oleh saksi fakta itu mengatakan bahwa dia menyiapkan materi yang ternyata tinggal baca. Jadi memang jawaban itu sudah dipersiapkan dengan matang," katanya.

Kebohongan lainnya, kata Sumarsih, pada 15-19 Februari 2016 pernah dilakukan bedah kasus antara Kejagung dengan Komnas HAM.

"Tapi kenyataannya kemarin ada saksi fakta yang menyampaikan, bedah kasus di Bogor dari 15-19 Februari 2016 itu sampai sekarang tidak ada yang menandatangani baik oleh pihak Komnas HAM dan pihak Kejaksaan Agung," kata Sumarsih.

Baca Juga: Jaksa Agung Ajukan Banding Vonis PTUN soal Tragedi Semanggi

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya