Pakar Hukum Pidana: Kasus Joko Tjandra Tidak Perlu Diambil Alih KPK
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad mengatakan, dia tidak setuju dengan pandangan sejumlah pihak yang menyarankan KPK mengambil alih penanganan kasus Joko Soegiarto Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Menurutnya, kasus Joko Tjandra telah tertangani dengan baik oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), serta terdapat progres untuk menuntaskan kasus tersebut.
"Kasus Joko Tjandra telah ditangani Kejagung dan perkara Pinangki sudah dilimpahkan ke pengadilan. Artinya, ada kemajuan penanganannya. Sehingga, tidak perlu diambil alih KPK," kata Suparji saat dikonfirmasi, Selasa (22/9/2020).
1. Akan ada kesan negatif jika kasus Joko Tjandra diambil alih KPK
Suparji mengingatkan, terdapat imbas negatif ketika penanganan kasus Joko Tjandra diambil alih KPK. Salah satunya, akan memunculkan konflik antar penegak hukum.
"Ya, (penanganan kasus) dapat jadi lambat karena mulai penyidikan lagi. Selain itu, juga bisa menimbulkan konflik antar penegak hukum," ujar Suparji.
Baca Juga: Siapa 'King Maker' yang Disebut Joko Tjandra-Pinangki dalam WhatsApp?
2. Pengambilalihan dapat dilakukan jika penanganan kasus lamban
Editor’s picks
Suparji menuturkan, pelimpahan kasus dimungkinkan jika penanganan kasus jalan di tempat. Pengambilalihan itu, kata Suparji, demi menciptakan kepastian hukum terhadap sebuah kasus.
"Pengambilalihan perkara itu dilakukan jika penanganannya lamban, tetapi jika ditangani secara jelas tidak perlu diambil alih," tuturnya.
3. KPK telaah data-data yang diberikan MAKI terkait kasus Joko Tjandra
Sebelumnya diberitakan IDN Times, koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, memberikan sejumlah data terkait pihak lain yang terlibat dalam kasus Joko Tjandra. Ia pun meminta agar KPK mengambil alih kasus berdasarkan data yang dia diberikan.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, pihaknya sedang menelaah data-data yang diberikan Boyamin tersebut.
"Sedang kami telaah, sebagai bahan KPK melakukan supervisi. Ambil alih (kasus) bagian dari output supervisi," kata Ghufron kepada IDN Times, Kamis 17 September 2020.
Ghufron berujar, supervisi merupakan bentuk menggali informasi dan data. Lebih lanjut, pengambil alihan kasus akan dilakukan, jika ditemukan adanya pelaku tindak pidana korupsi (tipikor) yang dilindungi.
"Output supervisi itu kalau memang ada penegakan hukum tipikor yang melindungi pelaku tipikor, itu bisa diambil alih. Itu semua namanya dalam proses supervisi setelah KPK telaah," ujarnya.
Baca Juga: Ini Dugaan Isi WA Pinangki Soal 'King Maker' dalam Kasus Joko Tjandra