Bercocok Tanam di Balik Ancaman Banjir Jakarta Ala Warga Kampung Rawa Bebek

Dumiati yang merupakan warga RT 05 RW 01, Kampung Rawa Bebek, Kelurahan Pulogebang ini sudah enam tahun berkebun. Awal mula pria 42 tahun ini berkebun di sepanjang bantaran KBT karena ingin memanfaatkan lahan kosong yang hanya ditumbuhi rumput liar. 

"Awalnya inisiatif sendiri garap lahan ini terus dipaculin ditanemin bayem, kangkung, sawi dan singkong karena saya ngelihat dulu cuma ditumbuhin rumput tinggi jadi saya tanemin aja," ujar Dumiati di lahan garapannya itu.

Dumiati yang dulunya bekerja sebagai tukang ojek pangkalan ini memilih beralih profesi menjadi petani sayuran, karena merasa lebih menguntungkan. Ketimbang harus mengojek dengan penghasilan yang tidak menentu.

"Dulu saya ngojek di pangkalan deket sini, semenjak ada KBT ini saya jadi berkebun saja, karena lumayan hasilnya. Sekalian saya buka warung kelontong di rumah dan jual hasil sayurannya di sana," ujar dia.

Dalam sebulan, Dumiati mampu mendapatkan uang Rp1 hingga Rp1,5 juta dari hasil menjual sayuran dari berkebun di KBT yang luasnya hanya 150 meter persegi ini.

"Ya kalau panen itu bisa dua minggu sekali, kalau panen masing-masing (bayem, kangkung, sawi). Kalau subur bisa 500 iket, kita jual Rp1.000-an satu iketnya. Per bulan penghasilan Rp1 juta, paling banyak Rp1,5 juta," ucap dia.

Lain halnya dengan Yadi, yang belum genap satu tahun berkebun di ladang KBT ini. Pria 72 tahun itu hanya mengisi waktu luang untuk sekedar menyalurkan hobi bercocok tanam.

"Saya baru delapan bulan garap kebun ini, cuma untuk ngisi waktu luang saya aja, karena suka nanem-nanem sekalian olahraga kalau pagi kan," ujar Yadi, tertawa.

Yadi tidak membayar uang sepeser pun pada pemerintah meski lahan garapannya milik Pemprov DKI Jakarta.

"Saya gak bayar berkebun di sini, asal kuat dan mau nanemin juga diizinin. Syaratnya pokoknya dari kelurahan gak boleh ditanemin tumbuhan yang lebih dari 50 cm," kata dia saat ditemui pada kesempatan yang sama.

Meski gratis, tentu ada suka dan duka yang dialami Yadi selama berkebun di bantaran KBT. Apalagi kalau bukan ancaman banjir yang setiap saat bisa datang menyapu tanaman. Tapi banjir sudah menjadi teman sehari-hari Yadi dan juga warga Rawa Bebek lainnya yang bercocok tanam di KBT.

"Ya dukanya itu kalau misalnya air di sini meluap terus kena, taneman kita jadi habis kebawa arus. Sukanya ya kalau panen seneng bisa nambah penghasilan," ucap dia.

Yadi merasa beruntung dan berterimakasih kepada Pemprov DKI karena sudah memberikan kesempatan pada dirinya dan warga Rawa Bebek. Apalagi, belum lama ini Yadi mendapatkan sumbangan bibit, pupuk, dan alat bercocok tanam dari pemerintah.

"Saya senang dan berterima kasih karena KBT ini sering dikeruk, sehingga kalau hujan airnya tidak sampai ke kebun kita lagi, dan kita juga baru dapet bibit, pupuk, sama alat berkebun kayak arit, pacul, golok untuk kita kerja," Yadi mengakhiri perbincangannya.