Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Lebih lanjut, Nusron menuturkan, digitalisasi sebagai bentuk proteksi terhadap sertifikat tanah.
"Digitalisasi itu adalah dalam rangka untuk memproteksi sertifikatnya. Buktinya kemarin kalau ada banjir, kalau sertifikatnya kemudian tenggelam, gimana? Dengan digital kan aman jadinya. Itu contohnya gitu loh. Jadi dengan digital ini justru lebih aman," tutur dia.
Menurut Nusron, masyarakat yang anti terhadap digitalisasi adalah mereka yang anti transformasi. Padahal, sertifikat lama rawan diakali sehingga terjadi sengketa.
"(Mereka) ingin kembali tetap Indonesia seperti jadul kayak dulu. Kalau jadul masih manual, gampang diakalin. Kayak kamu dulu waktu mau daftar ke rumah sakit, ketika masih jadul kan pake orang dalam cepat. Dengan adanya digitalisasi kan gak mungkin. Siapa yang mengakses duluan dia cepat," imbuh Nusron.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan keterangan resmi pemerintah melalui Komdigi, pemerintah memang sedang menjalankan program digitalisasi dokumen pertanahan melalui penerapan Sertifikat Tanah Elektronik, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik.
Meski begitu, tidak ada ketentuan yang mengatur aset warga akan diambil alih negara jika tidak segera diubah ke bentuk elektronik.
Dijelaskan pula, Kementerian ATR/BPN memastikan masyarakat tetap bisa menggunakan sertifikat tanah fisik yang sudah dimiliki, dan tidak ada batas waktu yang mengharuskan segera mengubahnya ke bentuk digital. Perubahan menjadi sertifikat elektronik dilakukan secara bertahap dan tetap melalui prosedur yang diawasi oleh pemerintah.