Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dana Bantuan Korban Kekerasan Seksual Belum Jawab Kebutuhan Pemulihan

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times)
Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times)
Intinya sih...
  • Harapkan dana bantuan bisa diakses sejak awal tanpa tunggu proses restitusi
  • Pertegas koordinasi antar lembaga untuk hitung aset atau harta pelaku
  • Peruntukan DBK untuk pemulihan disebut belum jelas

Jakarta, IDN Times - Pemerintah resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2025 tentang Dana Bantuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual (PP DBK). Pengesahannya disebut sebagai langkah awal negara mendukung implementasi dana bantuan bagi korban dan upaya pemajuan hak korban kekerasan seksual.

Dalam beleid ini ada penjelasan soal definisi restitusi kurang bayar yakni ketidakmampuan pelaku atau pihak ketiga membayar restitusi bagi korban. Artinya DBK tetap bisa diberikan meski pelaku tak mampu. Namun ada empat catatan yang perlu dicermati menurut koalisi masyarakat sipil. Melansir dari laman resmi Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) aturan ini disebut belum jawab kebutuhan pemulihan korban yang harus segera ditangani. Dana kompensasi hanya bisa diakses lewat proses restitusi yang panjang dan makan waktu.

“PP DBK belum menjawab kebutuhan pemulihan korban yang membutuhkan penanganan segera. Dana kompensasi hanya dapat diakses melalui proses restitusi yang panjang dan memakan waktu lama, serta pendanaan pemulihan setelah mekanisme restitusi dijalani. Padahal, hingga kini korban masih harus mengeluarkan biaya sendiri untuk pemulihannya,” tulis Koalisi dikutip Senin (14/7/2025).

1. Harapkan dana bantuan ini bisa diakses sejak awal tanpa tunggu proses restitusi

Ilustrasi kekerasan seksual. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi kekerasan seksual. (IDN Times/Aditya Pratama)

Selain dua jalur di atas, DBK diharapkan juga bisa diakses sejak awal tanpa menunggu proses restitusi. Skema ini diharapkan dapat membiayai kebutuhan pemulihan mendesak yang tidak tercakup dalam program layanan K/L. 

“Namun, mekanisme ini tetap tidak menghapus tanggung jawab pelaku karena pada akhirnya pelaku tetap diharuskan mengganti biaya yang telah ditanggung oleh negara,” ungkap Koalisi.

Koalisi juga mengungkapkan, sumber pendanaan DBK dari anggaran negara belum diatur dengan jelas. Dalam beleid ini, tidak dijelaskan sumber anggaran negara yang dimaksud dalam UU TPKS atau mekanisme alokasinya. ICJR merekomendasikan agar negara menetapkan kebijakan alokasi anggaran dengan persentase tertentu dari PNBP Penegakan Hukum untuk pendanaan DBK.

2. Pertegas koordinasi antar lembaga untuk hitung aset atau harta pelaku

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Shakti)

PP ini juga disebut belum bisa menjawab masalah yang ada di lapangan, termasuk soal peran penting dari aparat penegak hukum dalam pelaksanaan restitusi.PP ini juga disebut belum bisa menjawab masalah yang ada di lapangan, termasuk soal peran penting dari aparat penegak hukum dalam pelaksanaan restitusi. Aturan ini harusnya mempertegas koordinasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan Kejaksaan untuk menghiyung aset atau harta pelaku. Kemampuan bayar pelaku hingga potensi sita lelang aset jadi krusial untuk pelaksanaannya.

“Selain itu, PP ini belum secara lengkap menjabarkan mekanisme eksekusi restitusi, bahwa pemastian pemberian restitusi secara tepat waktu oleh pelaku masih dibebankan kepada korban atau ahli waris untuk memberitahukan pengadilan apabila restitusi tidak diterima. Padahal, Jaksa selaku eksekutor lah sebagai pihak yang bertanggung jawab memastikan pembayaran restitusi segera dilaksanakan. Adapun jangka waktu sita lelang jaminan restitusi juga tidak diatur sehingga berpotensi mengakibatkan proses yang berlarut-larut,” tulis koalisi.

3. Peruntukan DBK untuk pemulihan disebut belum jelas

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Arifah Fauzi, mengunjungi Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Kalimantan Timur (Dok. Humas KemenPPPA)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Arifah Fauzi, mengunjungi Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Kalimantan Timur (Dok. Humas KemenPPPA)

Kemudian, peruntukan DBK untuk pemulihan disebut belum jelas. Awalnya DBK hanya sebagai kompensasi pada restitusi kurang bayar yang termuat dalam UU TPKS. Namun aturan ini memperluas cakupan dengan menambahkan peruntukan baru, yakni dana pemulihan. Maka hal ini disebut jadi pintu mekanisme baru untuk korban bisa dipulihkan di luar hak restitusi. Tetapi tidak dijelaskan kapan korban bisa ajukan permohonan pendanaan pemulihan ke LPSK.

“Detail terkait jenis pemulihan yang dapat didanai lewat pendanaan pemulihan juga tidak diatur sama sekali. Perlu ada kejelasan sejauh mana dana pemulihan ini dapat digunakan,” tulis keterangan koalisi.


Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us