Amnesty Internasional Temukan 105 Kasus Penyiksaan oleh Aparat  

Negara harus jamin akuntabilitas aparat

Jakarta, IDN Times - Amnesty International Indonesia menegaskan, negara harus menjamin akuntabilitas aparat keamanan sebagai bagian dari komitmen antipenyiksaan. 

Peneliti Amnesty International Indonesia, Ari Pramuditya, mengatakan, aparat keamanan Indonesia yang diduga terlibat dalam penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi lainnya, atau melakukan pembiaran, harus menjalani proses hukum di pengadilan umum.

“Praktik penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya masih terus terjadi dan berulang di Indonesia," ujar Ari dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/6/2023).

Baca Juga: Gelombang Panas Sapu Pakistan, Amnesty Serukan Bantuan Global

1. Terjadi 105 kasus perlakuan buruk dan tidak manusiawi

Amnesty Internasional Temukan 105 Kasus Penyiksaan oleh Aparat  Suasana Demo Tolak UU Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020) (IDN Times/Reynaldy Wiranata)

Ari mengungkapkan, masih terdapat laporan yang mengkhawatirkan tentang kesewenang-wenangan aparat keamanan dan warga yang memiliki akses terhadap kekuasaan terhadap sesama warga sipil.

Hal itu terjadi meskipun pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (UN CAT).

Data pemantauan Amnesty International Indonesia selama Juni 2019 hingga Juni 2023 menunjukkan, terjadi 105 kasus perlakuan buruk dan tidak manusiawi oleh aparat keamanan yang menimbulkan 171 korban.

"Sebanyak 77 kasus diduga melibatkan anggota Polri, 15 kasus melibatkan anggota TNI, 7 kasus melibatkan petugas lapas dan sisanya melibatkan aktor negara lainnya," paparnya.

Baca Juga: 25 Tahun Reformasi, Amnesty Soroti Kasus Haris Azhar Vs Luhut Binsar

2. Tahanan di Banyumas meninggal

Amnesty Internasional Temukan 105 Kasus Penyiksaan oleh Aparat  Ilustrasi penjara (IDN Times/Mardya Shakti)

Ari mencontohkan, pada 2 Juni 2023, seorang tahanan Polresta Banyumas, Jawa Tengah, meninggal dunia. Oki Kristodiawan (26) diduga dianiaya saat baru masuk tahanan sebagai tersangka kasus pencurian sepeda motor sehingga menyebabkan luka parah dan dirawat di rumah sakit dari 18 Mei hingga meninggal pada 2 Juni.

Menurut laporan media, awalnya pihak kepolisian menyebut Oki meninggal karena mengalami gagal ginjal. 

"Namun pihak keluarga menemukan kejanggalan setelah melihat jasadnya terdapat sejumlah luka sehingga pada 5 Juni keluarga Oki melaporkan dugaan kematian yang tidak wajar pada korban," katanya.

Setelah dilakukan penyelidikan, Polresta Banyumas menyatakan, Oki dikeroyok oleh 10 orang sesama tahanan, Mereka pun dijadikan tersangka kasus penganiayaan. Keluarga korban menuntut kasus meninggalnya Oki setelah ditahan Polresta Banyumas harus diusut tuntas.

Baca Juga: Amnesty: Revisi UU TNI Cek Kosong untuk Mengembalikan Dwifungsi ABRI

3. Korban dipaksa mengaku sebagai pelaku

Amnesty Internasional Temukan 105 Kasus Penyiksaan oleh Aparat  Ilustrasi begal (IDN Times/Mardya Shakti)

Sebelumnya, pada April lalu, sejumlah keluarga terdakwa kasus klitih di Gedongkuning, Yogyakarta, mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atas dugaan penyiksaan dan intimidasi yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian yang dialami oleh para terdakwa tersebut. 

Polda Yogyakarta pada 9 April 2022 menangkap 5 pemuda yang dituduh sebagai pelaku kasus pengeroyokan. Hal ini mengakibatkan kematian seorang pelajar pada 3 April 2022, tanpa prosedur hukum acara pidana yang adil.  

Kelima pemuda yang ditangkap itu adalah Ryan Nanda Syahputra (19), Muhammad Musyaffa Affandi (21), Hanif Aqil Amrulloh (20), Fernandito Aldrian (18), dan Andi Muhammad Husein Mazhahiri (20). 

"Pihak keluarga menyatakan mereka adalah korban salah tangkap, namun terpaksa mengaku sebagai pelaku kasus penganiayaan karena sebelumnya mereka mengalami penyiksaan selama proses hukum," ujar Ari.

4. Keluarga ajukan kasasi ke MA

Amnesty Internasional Temukan 105 Kasus Penyiksaan oleh Aparat  Gedung Mahkamah Agung (Instagram/@humasmahkamahagung)

Ari mengatakan, aparat tetap memproses mereka hingga ke Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta. Pada November 2022, pengadilan memutuskan mereka bersalah. Vonis terberat dijatuhkan kepada Ryan, yakni 10 tahun penjara, sedangkan Fernando, Affandi, Hanif, dan Andi diganjar 6 tahun penjara. 

Kuasa hukum para terdakwa langsung mengajukan banding atas vonis majelis hakim tersebut. Namun pengadilan tingkat kedua pada Desember 2022 menolak banding itu sehingga pihak keluarga mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

5. TNI tendang ibu-ibu di Bekasi

Amnesty Internasional Temukan 105 Kasus Penyiksaan oleh Aparat  Ilustrasi TNI. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Tidak hanya polisi, pada April 2023, sebuah video viral di media sosial menunjukkan seorang prajurit TNI menendang seorang ibu pengemudi motor yang sedang membawa anaknya ketika sedang berkendara di Kota Bekasi, Jawa Barat.

Kasus penendangan oleh personel TNI yang identitasnya hanya dipublikasikan sebagai Praka ANG itu berakhir dengan permintaan maaf antara kedua pihak dan pelaku mendapatkan sanksi disiplin oleh institusinya. 

“Praktik penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya seringkali terjadi di tempat-tempat, di mana orang dirampas kebebasannya karena diduga atau dinyatakan melakukan pelanggaran hukum, seperti di tempat penahanan, penghukuman atau pemenjaraan dan tanpa disertai penyelesaian hukum yang memenuhi rasa keadilan bagi para korban," katanya.

"Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan antara komitmen pemerintah menentang penyiksaan dengan praktik nyata di lapangan. Ini tidak boleh dibiarkan,” ucap Ari.

Baca Juga: Jokowi Beri Grasi Terpidana Mati Merri Utami, Amnesty: Langkah Tepat

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya