Jaksa Agung: Tak Ada Alasan Tidak Terapkan Hukuman Mati pada Koruptor

"Negara dapat mencabut HAM setiap orang."

Jakarta, IDN Times - Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan penerapan sanksi pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi memiliki beberapa persoalan, salah satunya penolakan dari para aktivitas Hak Asasi Manusia (HAM).

Menurut Burhanuddin, aktivis HAM mendapat dukungan dari dunia internasional yang mendorong setiap negara menghapus regulasi hukuman mati, sebab hak hidup merupakan hak mutlak yang tidak dapat dicabut oleh siapapun kecuali Tuhan.

"Penolakan para aktivis HAM ini tentunya tidak dapat kita terima begitu saja. Sepanjang konstitusi memberikan ruang yuridis dan kejahatan tersebut secara nyata sangat merugikan bangsa dan negara, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menerapkan hukuman mati," kata Burhanuddin dikutip dari ANTARA, Jumat (19/1/2/2021).

1. Eksistensi hak asasi haruslah bergandengan tangan dengan kewajiban asasi

Jaksa Agung: Tak Ada Alasan Tidak Terapkan Hukuman Mati pada KoruptorWakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin (kiri) bersama Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara (kanan) memberikan keterangan pers perkembangan penyelidikan dan hasil temuan Komnas HAM RI atas peristiwa kematian enam laskar FPI di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (28/12/2020) (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Burhanuddin mengatakan perlu menyadari bahwa eksistensi 'hak asasi' haruslah bergandengan tangan dengan 'kewajiban asasi'.

Dengan kata lain, kata Burhanuddin, negara akan senantiasa melindung hak asasi setiap orang, namun di satu sisi orang tersebut juga memiliki kewajiban untuk menghormati hak orang lain.

Lebih lanjut ia menjelaskan peletakan pola dasar hukum Pancasila dengan menekankan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban merupakan sebuah keharusan agar tercipta tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

"Dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945, hak hidup adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun," katanya.

Baca Juga: Setahun Menjabat, Kinerja Jaksa Agung ST Burhanuddin Diklaim Memuaskan

2. Negara dapat mencabut HAM setiap orang apabila orang tersebut melanggar undang-undang

Jaksa Agung: Tak Ada Alasan Tidak Terapkan Hukuman Mati pada Koruptor(Poster agar Saudi menghentikan hukuman mati) IDN Times/Indiana Malia

Namun, lanjut dia, jika dilihat dari sistematika penyusunan pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan HAM di dalam UUD 1945, maka akan tampak adanya suatu pembatasan HAM yang tertuang di pasal penutupnya.

Ketentuan dalam Pasal 28 J ayat (1) UUD 1945 telah mewajibkan setiap orang untuk menghormati HAM orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kemudian dalam pasal penutup HAM, yaitu di Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, menegaskan jika HAM dapat dibatasi dan bersifat tidak mutlak.

"Negara dapat mencabut HAM setiap orang apabila orang tersebut melanggar undang-undang," kata Burhanuddin.

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 tersebut, penjatuhan sanksi pidana mati untuk koruptor yang selama ini terhalangi oleh persoalan HAM dapat ditegakkan.

3. Terobosan hukum sebagai bentuk ikhtiar pemberantasan korupsi

Jaksa Agung: Tak Ada Alasan Tidak Terapkan Hukuman Mati pada KoruptorPetugas KPK menunjukkan barang bukti kasus korupsi Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah dan lima orang lainnya pada Minggu (28/2/2021) (IDN Times/Aryodamar)

Persoalan lain dalam penerapan hukuman mati terhadap koruptor adalah adanya pandangan yang menghendaki dihapuskannya sanksi pidana mati dengan argumentasi bahwa adanya sanksi pidana mati tidak menurunkan kuantitas kejahatan.

"Mengingat perkara korupsi belum ada tanda-tanda hilang dan justru semakin meningkat kuantitasnya, maka sudah sepatutnya kita melakukan berbagai macam terobosan hukum sebagai bentuk ikhtiar pemberantasan korupsi," kata Burhanuddin.

4. Penerapan hukuman mati bagi para koruptor perlu dikaji untuk memberikan efek jera

Jaksa Agung: Tak Ada Alasan Tidak Terapkan Hukuman Mati pada KoruptorDaftar negara yang masih menerapkan hukuman mati untuk koruptor (IDN Times/Sukma Shakti)

Meski begitu, Burhanuddin melanjutkan, penerapan hukuman mati bagi para koruptor perlu dikaji lebih dalam untuk memberikan efek jera.

Selama ini kejaksaan telah melakukan beragam upaya penegakan hukum, misalnya menjatuhkan tuntutan yang berat sesuai tingkat kejahatan, mengubah pola pendekatan dari "follow the suspect" menjadi "follow the money" dan "follow the asset", serta memiskinkan koruptor.

Tapi ternyata efek jera hanya mengena para terpidana untuk tidak mengulangi kejahatan. Efek jera ini belum sampai ke masyarakat, karena koruptor silih berganti, dan tumbuh di mana-mana.

Baca Juga: Fenomena Gunung Es Hukuman Mati pada Perempuan Kian Tak Manusiawi

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya