Kado Pahit di Hari Perempuan, 2.078 Perempuan Alami Kekerasan Seksual

Mirisnya, banyak korban yang malah dinikahkan 

Jakarta, IDN Times - Kasus kekerasan seksual pada perempuan di Indonesia jadi kado pahit di Hari Perempuan Internasional. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan mencatat sebanyak 2.078 kasus kekerasan seksual sepanjang 2023.

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi mengatakan, kasus kekerasan seksual ini menyebar luas di semua ranah dan usia, dari yang muda dan produktif di berbagai ruang termasuk ruang siber dengan pelaku kekerasan sebagian besar adalah orang-orang terdekat maupun yang diharapkan menjadi pelindung seperti guru, dosen, tokoh agama, TNI, POLRI,
Aparatur Sipil Negara (ASN), tenaga medis, pejabat publik, dan aparat penegak hukum.

"Oleh karena itu, dibutuhkan adanya terobosan layanan untuk memaksimalkan layanan hak-hak korban," ujar Siti Aminah dalam konferensi pers pernyataan sikap Lembaga HAM Nasional terhadap implementasi UU TPKS dipantau Youtube Komnas HAM, Jumat (8/3/2024).

1. Banyak perkara kekerasan seksual yang diselesaikan di luar proses pengadilan

Kado Pahit di Hari Perempuan, 2.078 Perempuan Alami Kekerasan SeksualKonpers Komnas HAM terhadap implementasi UU TPKS. (dok. Komnas HAM)

Berdasarkan pemantauan Komnas Perempuan, proses pembentukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RanPerpres) telah dilakukan sejak UU TPKS disahkan. Hingga saat ini, dari 7 peraturan pelaksanaan yang telah ditetapkan, hanya satu yang telah mendapatkan tanda tangan resmi dari presiden.

"Tantangan implementasi UU TPKS lainnya adalah masih banyaknya perkara kekerasan seksual yang diselesaikan di luar proses pengadilan," katanya.

Baca Juga: Pentingnya Kepercayaan Diri Perempuan di Tempat Kerja, Raih Kesetaraan

2. Ada 26,2 persen kasus kekerasan seksual berakhir menikahkan korban pada pelaku

Kado Pahit di Hari Perempuan, 2.078 Perempuan Alami Kekerasan SeksualAksi Perempuan Indonesia Memperingati Hari Perempuan Internasional  (dok. IDN Times/Istimewa)

Siti Aminah membeberkan, berdasarkan Studi Barometer Kesetaraan Gender yang dilakukan INFID pada 1.586 responden, sebanyak 57 persen responden tidak mendapatkan penyelesaian kasusnya. Sekitar 39,9 persen diselesaikan dengan pembayaran sejumlah uang.

"Dan sebanyak 26,2 persen diselesaikan dengan menikahkan korban dengan pelaku," katanya.

3. Penyelesaian perkara TPKS tidak dapat dilakukan di luar proses peradilan

Kado Pahit di Hari Perempuan, 2.078 Perempuan Alami Kekerasan SeksualDiskusi Publik: Refleksi Implementasi Undang-Undang TPKS Tantangan dan Efektivitas, Rabu (20/12/2023) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Bahkan mirisnya, pihak aparat penegak hukum (APH) juga kerap memfasilitasi perdamaian dan menghentikan penyidikan dengan alasan restorative justice, karena telah diselesaikan secara kekeluargaan. Misalnya dengan memfasilitasi perjanjian perdamaian, bahkan ikut membantu mengupayakan pernikahan antara pelaku dengan korban.

"Padahal, dalam Pasal 23 UU TPKS menekankan bahwa penyelesaian perkara TPKS tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak," katanya.

Baca Juga: UU TPKS-KUHP Tak Harmonis soal Kasus Kekerasan Seksual di Meja Adat

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya