Menkes: Dokter PPDS di Luar Negeri Kerja, di Dalam Negeri Jadi Keset

Praktik bullying terjadi puluhan tahun di PPDS di Indonesia

Jakarta, IDN Times - Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, memahami para dokter yang mengambil Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) selama ini tidak digaji. Kondisi ini berbeda dengan dokter di luar negeri yang tetap digaji meski masih menempuh program pendidikan dokter spesialis.

Budi mengungkapkan, dokter di luar negeri yang menjalankan PPDS benar-benar bekerja, sebaliknya dokter PPDS di Indonesia tidak bekerja karena adanya praktik bullying dari seniornya yang membuat mereka bekerja sebagai asisten bahkan pembantu pribadi. Mirisnya, praktik pem-bully-an tersebut sudah berlangsung sejak puluhan tahun.

"Di sini mengapa tidak digaji? Ya, dia gak kerja, kerjanya ngambilin (minuman) Starbuck, mesenin Gojek. Bahkan, teman yang mengambil spesialis di luar negeri, kemudian mengambil spesialis di dalam negeri mengatakan, 'Pak kalau di luar negeri kerja, kalau di dalam negeri dijadikan keset," ujar Budi dilansir YouTube Kemenkes, Jumat (21/7/2023).

Baca Juga: Menkes Geram Dokter Junior Jadi Pembantu Senior dan Dicaci Maki

1. Kelompok peserta didik dijadikan pembantu pribadi

Menkes: Dokter PPDS di Luar Negeri Kerja, di Dalam Negeri Jadi KesetMenkes Budi Gunadi Sadikin (IDN Times/Rendy Anwar)

Budi mengatakan, sebagian besar dokter senior memperlakukan junior layaknya asisten untuk membantu memenuhi keperluan pribadi mereka.

"Yang sering dialami, peserta didik ini digunakan sebagai asisten, sebagai sekretaris, sebagai pembantu pribadi, ya, nganterin laundry, bayarin laundry, nganterin anak, ngambilin ini itu, ngurusin parkir. Kelompok peserta didik digunakan (sebagai) pembantu pribadi," ungkap Budi.

Baca Juga: Menkes Kaget Dokter Spesialis Senior Palak Junior Sampai Ratusan Juta

2. Dokter spesialis senior kerap caci maki junior

Menkes: Dokter PPDS di Luar Negeri Kerja, di Dalam Negeri Jadi Kesetilustrasi nakes kelelahan setelah memberikan pelayanan pasien positif COVID-19 (IDN Times/Ervan)

Budi mengatakan, dalam grup WhatsApp yang biasa diberi nama jarkom, para senior itu juga seenaknya menyuruh junior untuk hal yang sifatnya pribadi. Jika permintaan itu tidak dipenuhi, maka sang junior akan dicaci maki.

"Kalau ada acara di rumah seniornya, misalnya sudah jam 12 malam kurang sendok, disuruh cariin. Ada grup WhatsApp yang namanya jarkom, suruhannya sifatnya pribadi, sebagian besar disuruh, kalau gak dijawab dicaci maki, 'gini saja gak bisa!" cerita Budi.

Baca Juga: Menkes Keluarkan Instruksi Antibullying PPDS dan Dokter Magang

3. Kemenkes buka layanan hotline perlindungan

Menkes: Dokter PPDS di Luar Negeri Kerja, di Dalam Negeri Jadi KesetIlustrasi Hotline. (IDN Times/Aditya Pratama)

Budi menegaskan, Kementerian Kesehatan serius ingin memutus praktik perundungan yang terjadi di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis dan dokter magang (internship) yang sudah mengakar puluhan tahun. Pihaknya pun mengeluarkan instruksi menteri tentang perlindungan dan sanksi jika ditemukan bullying atau perundungan.

"Untuk rumah sakit vertikal Kemenkes yang juga rumah sakit besar, disiplin untuk memutus praktik (perundungan) kedokteran. Kita akan jalankan dengan tegas dan keras. Semua terganggu atau melihat ada yang terganggu akan langsung (laporan masuk) ke Inspektur Jenderal Kemenkes," tegas Budi.

Budi juga telah memfasilitasi siapapun yang ingin mengadukan kasus perundungan dokter pada pendidikan kedokteran spesialis melalui WhatsApp 081299799777 dan website https://perundungan.kemkes.go.id/.

Aduan itu akan diterima oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan dan akan langsung ditelusuri oleh tim Inspektorat. Kemenkes akan menjamin keamanan identitas pelapor.

Baca Juga: Kemenkes Gelar Survei Kesehatan Indonesia Agustus, Ini Manfaatnya

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya