Nasib RUU PPRT Terkatung-katung karena Isu PRT Minta Gaji UMR

16 tahun RUU PRT belum ada titik terang

Jakarta, IDN Times - Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Nasional-Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Lita Angraini mengungkapkan nasib Rancangan Undang Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sampai saat ini masih terkatung-katung meski sudah 16 tahun diperjuangkan.

Lita mengakui tidak mudah memperjuangkan RUU PPRT sebab banyak isu yang diembuskan agar masyarakat menolak, satu di antaranya PRT di Indonesia ingin digaji sesuai Upah Minimum Regional (UMR), hanya mengambil satu pekerjaan saja di rumah, dan tidak mau membantu.

"PRT jelas dirugikan dengan embusan isu ini sehingga membuat majikan atau pemberi kerja menjadi khawatir dan menolak, padahal kenyataannya tidak seperti itu. PRT di Indonesia selama puluhan tahun sudah bekerja baik, saling bekerja sama dan saling memahami," ungkapnya dalam aksi seribu serbet nusantara yang digelar secara virtual, Minggu (4/10/2020)

1. RUU PPRT melindungi pekerja rumah tangga

Nasib RUU PPRT Terkatung-katung karena Isu PRT Minta Gaji UMRKetua Jala PRT Lita Anggraeni saat memberikan pendidikan bagi para PRT di Mijen. Dok SPRT Semarang

Lita menegaskan dengan pengesahan RUU PPRT, maka ada perlindungan upah bagi PRT berdasar kesepakatan kedua belah pihak, jaminan sosial agar majikan membayar Jamsostek sebesar Rp36.800 ribu per bulan, ada waktu libur sesuai kesepakatan, serta diberikan waktu ibadah.

"Pemerintah menyediakan Balai Pelatihan Kerja (BLK) untuk PRT karena selama ini PRT tidak pernah mendapatkan pelatihan kerja, harus ada aturan tidak boleh mempekerjakan PRT anak," katanya.

Baca Juga: Komnas Perempuan Sambut Baik RUU PRT Masuk Baleg DPR

2. Ada 1.458 kasus kekerasan pekerja rumah tangga dalam 3 tahun terakhir

Nasib RUU PPRT Terkatung-katung karena Isu PRT Minta Gaji UMRBekas sayatan pisau yang membekas di tangan Ika, seorang PRT asal Semarang (Dok. Istimewa)

Lita mengatakan dengan diundangkannya RUU PPRT maka akan meminimalisir kekerasan dan diskriminasi yang selama ini dialami banyak PRT.

"Tercatat dalam kurun 3 tahun terakhir dari Januari 2018 sampai dengan April 2020 ada 1.458 kasus kekerasan PRT yang dilaporkan dengan berbagai bentuk kekerasan, dari psikis, fisik, ekonomi dan seksual serta pelecehan terhadap status profesinya.

Lita menambahkan kasus kekerasan tersebut termasuk pengaduan upah tidak dibayar, PHK menjelang Hari Raya dan THR yang tidak dibayar. 

3. Komnas Perempuan minta DPR untuk tidak menunda-nunda pengesahan RUU Perlindungan PRT

Nasib RUU PPRT Terkatung-katung karena Isu PRT Minta Gaji UMRSejumlah PRT Semarang menunjukan masker yang dibuat oleh Siti Khotimah. Dok SPRT Merdeka

Sementara itu, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Theresia Iswarini mengatakan selama 16 tahun nasib PRT seperti tanpa kepastian. Nasib mereka bertambah miris saat pandemik COVID-19 melanda, karena mereka juga kesulitan mengakses pekerjaan dan akhirnya menyumbang pada kemiskinan baru.

"Sudah saatnya proses pembahasan yang pasang-surut di DPR RI sejak 2004 dilabuhkan dengan secara konkret mengesahkan RUU PPRT. Komnas Perempuan meminta DPR untuk tidak menunda-nunda lagi pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan PRT," tegasnya.

4. Tidak ada alasan lain bagi DPR untuk menunda

Nasib RUU PPRT Terkatung-katung karena Isu PRT Minta Gaji UMRIlustrasi anggota DPR RI (YouTube.com/DPR RI)

Theresia menegaskan pengakuan dan perlindungan hukum lima juta PRT Indonesia di dalam negeri sangat dibutuhkan, karena mereka yang menopang kehidupan dua keluarga, yaitu pemberi kerja dan PRT sendiri.

"Oleh karena sudah tidak ada alasan lain bagi DPR-RI untuk menunda adanya payung hukum bagi PRT dan Pemberi Kerja sebagaimana dijamin dalam Konstitusi RI Pasal 28I (4) yang menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara, terutama Pemerintah," jelasnya.

Baca Juga: 16 Tahun Terkatung-Katung, RUU PRT Diharapkan Segera Menjadi UU

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya