PSI Minta Polusi Udara DKI Jadi Status Bencana, Ini Respons Heru Budi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono akan melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan berbagai pihak tentang adanya usulan agar polusi udara di Jakarta dijadikan status bencana.
"Itu perlu konsultasi terlebih dahulu, ya," ujar Heru di Jakarta Utara, Kamis (14/9/2023).
Heru enggan berkomentar lebih banyak tentang usulan tersebut. Heru mengatakan, masalah polusi udara masih terus ditangani bahkan sudah fokus sejak dua minggu lalu.
Baca Juga: Tegas! Pemprov DKI Segel Tiga Industri Sumber Polusi Udara
1. PSI minta polusi udara jadi bencana
Sebelumnya, Anggota DPRD DKI Jakarta dari PSI, August Hamonangan, meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan status polusi udara di Ibu Kota sebagai bencana.
"Jika memungkinkan polusi udara dapat ditetapkan sebagai bencana," kata August dalam Rapat Paripurna DPRD DKI di Jakarta, Rabu, (13/9/2023) dilansir ANTARA.
Baca Juga: Anggota DPRD DKI Usul Buka Posko Pengaduan Dampak Polusi Udara
2. DLH dinilai tidak cermat tanggulangi pencemaran udara
Editor’s picks
August menuturkan, sampai kini kasus pencemaran udara masih terus melanda Jakarta. Tercatat kualitas udara juga menjadi yang terburuk dibandingkan kota-kota lain di dunia.
Terlebih, menurut dia, anggaran dalam dokumen perubahan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2023 DKI Jakarta untuk program pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup justru diturunkan.
"Hal inilah yang menunjukkan Pemprov DKI Jakarta dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tidak cermat dalam menanggulangi pencemaran udara," katanya.
Baca Juga: Respons Heru Budi soal Semprot Air Tak Efektif Atasi Polusi Udara DKI
3. Dasar usulan polusi udara ditetapkan jadi status bencana
Selain itu, dia juga menemukan program utama untuk polusi udara pada APBD 2023 anggaran terbesarnya dialokasikan untuk program uji emisi hingga pembelian kendaraan.
Adapun kondisi kedaruratan perlu ditetapkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yaitu peristiwa dapat dicanangkan kedaruratan dikarenakan adanya rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
"Dengan demikian, anggaran untuk penanggulangan pencemaran udara dapat dikeluarkan dengan bersumber dari anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT)," ucapnya.
Baca Juga: Polusi Udara Buruk, Sudah 168 Kantor Swasta di Jakarta Terapkan WFH