Ini Alasan BMKG Tak Bisa Deteksi Dini Tsunami di Selat Sunda

BMKG tak punya sistem early warning tsunami akibat vulkanik

Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono mengatakan, sistem peringatan dini tsunami yang dimiliki BMKG saat ini hanya khusus memantau gempa bumi yang diakibatkan oleh aktivitas tektonik atau gempa bumi, bukan vulkanik.

"Jadi karena ini dipastikan akibat vulkanik maka tidak ada early warning," kata Rahmat Triyono di Jakarta, Minggu (23/12).

1. Aktivitas Gunung Anak Krakatau tak terlihat di malam hari

Ini Alasan BMKG Tak Bisa Deteksi Dini Tsunami di Selat SundaBNPB

Rahmat menjelaskan, tsunami yang melanda Banten dan Lampung terjadi pada Sabtu (22/12) malam, sehingga secara visual aktivitas gunung Anak Krakatau tidak bisa dilihat. Sedangkan, kata dia, jika terjadi siang hari erupsi bisa dilihat.

BMKG juga sudah berkoordinasi dengan Badan Geologi sejak Sabtu malam namun diketahui sensor Badan Geologi untuk memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau rusak akibat erupsi sebelumnya sehingga tidak tercatat.

Baca Juga: [UPDATE] Trauma, Korban Selamat Tsunami di Carita Minta Dievakuasi

2. Sensor mencatat terjadi erupsi di malam hari

Ini Alasan BMKG Tak Bisa Deteksi Dini Tsunami di Selat SundaANTARA FOTO/Atet Dwi Pramadia

Menurut Rahmat, pihak BMKG mencatat terjadi erupsi di Gunung Anak Krakatau pada pukul 21.03 WIB dari sensor yang ada di Pulau Sertung.

"Sensor kami di Cigeulis Pandeglang juga mencatat ada usikan. Jadi kesimpulan ini memang akibat aktivitas vulkanik," ujar Rahmat.

3. Letusan gunung api mendorong gelombang air laut

Ini Alasan BMKG Tak Bisa Deteksi Dini Tsunami di Selat SundaANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Rahmat menjelaskan, bahwa tsunami hanya terjadi jika ada gempa besar, longsoran atau kejadian lain seperti letusan gunung api di bawah laut yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air laut. Dan kalau kemudian ada tsunami lagi, artinya ada kejadian lain lagi yang memicunya.

Mengenai tsunami yang menerjang Pandeglang, Serang dan Lampung Selatan pada Sabtu (22/12), ia mengatakan bahwa penyebabnya masih diteliti oleh Badan Geologi.

4. Tinggi asap letusan Gunung Anak Krakatau hingga 1.500 meter di atas puncak kawah

Ini Alasan BMKG Tak Bisa Deteksi Dini Tsunami di Selat SundaANTARA FOTO/Rani

Siaran Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di laman resminya menyebutkan bahwa pusat vulkanologi merekam adanya gempa tremor terus-menerus dengan amplitudo overscale 58 milimeter (mm) dan letusan Gunung Anak Krakatau pada Sabtu (22/12) pukul 21.03 WIB, namun masih mendalami kaitannya dengan tsunami yang terjadi di Selat Sunda.

Gunung Anak Krakatau pada 22 Desember 2018 teramati mengalami letusan dengan tinggi asap berkisar antara 300 sampai dengan 1.500 meter di atas puncak kawah.

Menurut PVMBG rekaman getaran tremor tertinggi yang terjadi sejak bulan Juni tidak menimbulkan gelombang air laut bahkan hingga tsunami. Material lontaran saat letusan yang jatuh di sekitar tubuh gunung api masih bersifat lepas dan sudah turun saat letusan ketika itu.

Baca Juga: Tsunami Banten, Seorang Bocah Ditemukan Selamat di Dalam Mobil

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya