KPU: Petugas KPPS yang Wafat Bertambah Jadi 438 orang

KPU telah memberikan santunan sebesar Rp36 juta

Jakarta, IDN Times - Jumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia setelah mereka bertugas pada Pemilu 2019 bertambah menjadi 438 orang.

"Data terakhir per jam 12.00 WIB bertambah menjadi 438 orang petugas KPPS meninggal dunia," kata anggota KPU, Evi Novida Ginting, di Kantor KPU, Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (4/5).

1. Petugas KPPS yang sakit terus bertambah

KPU: Petugas KPPS yang Wafat Bertambah Jadi 438 orangANTARA FOTO/Risky Andrianto

Jumlah petugas KPPS yang wafat bertambah dari data sebelumnya pada Jumat (3/5) pada pukul 19.00 WIB, yakni sebanyak 424 orang petugas KPPS meninggal dunia di berbagai daerah di Indonesia.

Petugas KPPS yang sakit, menurut dia, berjumlah 3.788 di seluruh Indonesia atau bertambah dari data sebelumnya sebanyak 3.668 orang.

2. KPU telah berikan santunan kepada keluarga petugas KPPS yang wafat

KPU: Petugas KPPS yang Wafat Bertambah Jadi 438 orangANTARA NEWS/Aditya Pradana Putra

KPU juga telah memberikan santunan serentak secara simbolis kepada perwakilan keluarga petugas KPPS yang meninggal dunia kemarin. Besaran santunan terbagi menjadi Rp36 juta per orang untuk meninggal dunia, cacat permanen Rp30,8 juta per orang, luka berat Rp16,5 juta per orang dan luka sedang Rp8,25 juta per orang.

KPU menargetkan verifikasi petugas KPPS yang meninggal dan sakit selama bertugas selama Pemilu 2019 selesai sebelum 22 Mei 2019.

Baca Juga: Ketua KPPS Tamansari Meninggal di Meja Kerja

3. Kesehatan petugas KPPS cenderung diabaikan pada setiap pemilu

KPU: Petugas KPPS yang Wafat Bertambah Jadi 438 orangIlustrasi jenazah. (IDN Times/Sukma Shakti)

Dalam Peraturan KPU nomor 3 Tahun 2018, salah satu syarat untuk mencalonkan diri menjadi PPK, PPS, dan KPPS adalah sehat jasmani, rohani, dan terbebas dari narkotika. Mereka juga harus memiliki surat keterangan sehat dari Puskesmas atau rumah sakit setempat.

Apakah aturan tersebut berlaku?

IDN Times menemui sejumlah petugas KPPS secara acak. Ternyata, tidak semuanya ditagih surat keterangan sehat. Sebagian dari mereka mengaku dimintai tolong oleh Ketua RT/RW untuk menjadi petugas karena kurangnya sumber daya manusia.

Proses rekrutmen inilah yang dikritisi oleh ahli kejiwaan dan psikiater, Fidiansjah. “Saya sempat dengar, banyak petugas KPPS memiliki catatan hipertensi. Ya kalau begitu wajar stres kemudian memicu kematian. Kalau dikaitkan dengan proses seleksinya, bagaimana syarat kesehatannya berlaku? Harusnya mereka memiliki keterangan dari dokter tentang gangguan atau penyakit yang dimilikinya,” ungkapnya.

Sementara, Wakil Ketua Umum 1 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Muhammad Adib Khumaidi menambahkan, hal ini seharusnya menjadi pembelajaran. Jika beban kerjanya cukup berat, maka yang harus diperhatikan adalah kesehatan. 

"Ke depannya pemeriksaan fisik petugas harus diperketat, jadi tidak sekedar surat keterangan dokter,” katanya.

4. Pemilu 2019 paling melelahkan di antara pemilu-pemilu sebelumnya

KPU: Petugas KPPS yang Wafat Bertambah Jadi 438 orangIDN Times/Gregorius Aryodamar P

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyebut Pemilu 2019 sebagai Pemilu paling melelahkan yang pernah ada. Bagaimana tidak, petugas KPPS harus mengisi 18 lembar formulir C1 untuk berbagai keterangan. Banyak formulir lain yang harus diisi, itupun belum termasuk revisi dari PPS. Belum lagi keterlambatan pengiriman logistik. 

Mereka juga terikat dengan undang-undang Pemilu yang mengharuskan perhitungan selesai dalam waktu cepat. “Dalam putusan MK, harus selesai paling lama 12 jam setelah hari pemungutan suara. Itu pun setelah Perludem dan kawan-kawan ajukan uji materi,” kata Titi kepada IDN Times.

Dia menambahkan, perhitungan suara lebih cepat lebih baik. "Kita menganut prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pemungutan dan perhitungan suara di TPS. Mengapa harus selesai cepat? Tujuannya agar menekan potensi surat suara dimanipulasi. Akhirnya, mereka kerja nyaris atau lebih dari 24 jam non-stop. Sangat mungkin bekerja secara optimal,” jelasnya.

Baca Juga: [LINIMASA] Fakta dan Data Arus Mudik Lebaran 2019

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya