Jadi Kontroversi, Ini Fakta-fakta RUU Larangan Minuman Beralkohol

Sanksi pidana penjara minimal 3 bulan, maksimal 2 tahun

Jakarta, IDN Times - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai membahas RUU Larangan Minuman Beralkohol yang diusulkan tiga fraksi di DPR, yakni Partai PKS, PPP, dan Gerindra. RUU ini diusulkan dengan alasan kemaslahatan umat dan menciptakan ketentraman di masyarakat.

Berdasarkan draf RUU Larangan Minuman Beralkohol yang diterima IDN Times, terdapat tujuh bab dan 24 pasal yang mengatur. Dalam pasal-pasal tersebut di antaranya memuat sanksi pidana penjara minimal tiga bulan dan paling lama dua tahun penjara.

Baru saja dibahas, RUU ini langsung memicu pro dan kontra masyarakat dengan berbagai alasan di dalamnya.

Berikut fakta-fakta RUU Larangan Minuman Beralkohol yang perlu diketahui.

1. Hukuman pidana akan bertambah untuk pelaku disesuaikan dengan jenis pelanggaran

Jadi Kontroversi, Ini Fakta-fakta RUU Larangan Minuman Beralkoholtheconversation.com

Merujuk ke dalam Pasal 7 Bab III berbunyi, “Setiap orang dilarang mengonsumsi Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, Minuman Beralkohol tradisional, dan Minuman Beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4." 

Hukuman penjara akan bertambah jika pelaku mengganggu ketertiban umum seperti tertera di Pasal 19 Bab VI.

“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit (2) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Bila melanggar, maka sanksinya tertulis di Pasal 20 yakni setiap orang yang melanggar bisa dibui selama tiga bulan hingga dua tahun, atau mereka yang melanggar bisa dikenakan denda Rp10 juta hingga Rp50 juta. 

2. RUU kontroversial ini juga mengatur sanksi produksi minuman beralkohol

Jadi Kontroversi, Ini Fakta-fakta RUU Larangan Minuman Beralkoholpixabay//jarmoluk

Selain mengatur sanksi pada peminum, RUU ini juga mengatur sanksi untuk orang yang memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan menjualnya. Bila melanggar, maka mereka bisa dikenakan sanksi bui 2 tahun hingga 10 tahun, atau mereka juga dapat dikenakan denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar. 

Seperti yang tertuang dalam pasal berikut ini :

Pasal 18
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit (2) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, dipidana dengan pidana pokok ditambah 1/3 (satu pertiga).

Pasal 19
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit (2) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

3. Baleg DPR minta penjelasan yang lebih substansi

Jadi Kontroversi, Ini Fakta-fakta RUU Larangan Minuman BeralkoholM Azis Syamsuddin, Wakil Ketua DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 pada Senin (5/10/2020) (Youtube.com/DPR RI)

Anggota Komisi X Fraksi PPP DPR RI, Illiza Sa'aduddin Djamal menjelaskan, RUU ini diusulkan dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif, serta menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari para peminum minuman beralkohol.

“Menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol, dan menciptakan ketertiban dan ketenteraman di masyarakat dari para peminum,” ujar eks Walikota Banda Aceh ini dikutip ANTARA, Rabu (11/10/2029).

Kendati demikian, Illiza menyerahkan kembali kepada para anggota Baleg DPR lainnya yang hadir dalam rapat tersebut.  Kedua larangan tersebut masih bisa disesuaikan kembali seiring dengan pembahasan dan masukan-masukan dari para anggota dewan.

Menjawab usulan tersebut, Wakil Ketua Baleg DPR Ibnu Multazam mengatakan, pengusul RUU terkait dapat memberi penjelasan yang lebih substansi dan menjurus pada hal-hal pokok sampai urgensi atau dasar pentingnya RUU tersebut.

Hal itu dinilai penting, karena untuk memperkaya pemahaman anggota Baleg dalam melakukan proses harmonisasi yang akan dilakukan. Selain itu, cara tersebut bisa menghindari pembahasan serupa DPR RI periode yang lalu (2014-2019).

Baca Juga: RUU Larangan Minuman Beralkohol: Peminum Bisa Dibui 2 Tahun

4. Menyikapi RUU ini , ICJR dorong DPR tak perlu lanjutkan pembahasan

Jadi Kontroversi, Ini Fakta-fakta RUU Larangan Minuman BeralkoholMendikbud melakukan rapat kerja dengan Komisi X DPR RI membahas Wacana Penghapusan UN di ruang rapat Komisi X DPR RI, Senayan, Jakarta. (IDN Times/ Irfan Fathurohman)

Organisasi Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong agar DPR tak perlu melanjutkan pembahasan RUU Minuman Beralkohol. Menurut mereka, pendekatan pelarangan konsumsi minuman alkohol malah memberikan dampak negatif bagi peradilan di Indonesia. 

Draf RUU Minol, dalam pandangan ICJR, menggunakan pendekatan prohibitionist atau larangan buta. Hal itu bida menyebabkan lebih banyak orang masuk bui. 

"Semangat prohibitionist atau larangan buta sesungguhnya hanya akan memberikan masalah besar seperti yang telah Indonesia hadapi pada kebijakan narkotika. Penjara akan penuh,"kata Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus AT Napitupulu melalui keterangan tertulis pada Rabu, (11/11/2020). 

5. DPR harus lebih kritis terhadap pengusulan RUU Minuman Beralkohol

Jadi Kontroversi, Ini Fakta-fakta RUU Larangan Minuman Beralkoholscienceabc.com

ICJR juga mendorong agar DPR lebih kritis terhadap pengusulan RUU ini. Permohonan untuk membahas RUU Larangan Minol sudah diajukan sejak 24 Februari 2020 lalu.

Badan Legislasi sendiri baru menerima permohonan tersebut pada 17 September 2020. Sehingga, rapat pembahasan awal baru dijadwalkan pada Selasa, 10 November 2020 lalu. 

"Pemerintah dan DPR harus terlebih dahulu membuat riset mendalam mengenai cost dan benefit analysis atas kriminalisasi seluruh tindakan yang terkait dengan produksi, distribusi, kepemilikan, dan penguasaan minuman beralkohol," ujar Erasmus. 

Direktur Eksekutif ICJR juga mengatakan, pihaknya tak melihat naskah akademik RUU Larangan Minol memuat analisis tersebut. Padahal publik selaku pembayar pajak berpotensi dibebankan untuk seluruh tindakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, dan pemasyarakatan yang dilakukan terhadap para calon tersangka.

"Pendekatan pelarangan buta terhadap alkohol hanya akan berujung seperti narkotika yang terbukti tidak pernah bekerja dan malah berdampak negatif, baik untuk sistem peradilan pidana maupun untuk kesehatan serta keamanan konsumen," tukas dia.

Baca Juga: Picu Kontroversial, RUU Larangan Minuman Beralkohol Mulai Digodog DPR 

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya