Tak Kunjung Keluarkan Perppu, Pemerintah Takut Pilkada 2020 Ditunda?

Menerbitkan Perppu itu butuh sosialisasi

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati menilai, pemerintah enggan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada, karena tak ingin pesta demokrasi itu ditunda penyelenggaraannya.

Pemerintah bersama DPR dan penyelenggara Pilkada 2020 memang telah sepakat melanjutkan tahapan pilkada, meskipun digelar di tengah pandemik COVID-19 yang kasusnya mulai memuncak di tanah air.

“Kalau pemerintah mau mengeluarkan Perppu konsekuensinya Pilkada akan ditunda,” kata perempuan yang akrab disapa Nisa, saat dihubungi IDN Times, Jumat, 25 September 2020.

Baca Juga: Guru Besar UGM Prediksi Pandemik COVID-19 Berakhir Februari 2021

1. Jika diterbitkan Perppu, maka penyelenggara harus melakukan sosialisasi kembali Pilkada

Tak Kunjung Keluarkan Perppu, Pemerintah Takut Pilkada 2020 Ditunda?Ilustrasi (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Menurut Nisa, jika pemerintah mengeluarkan Perppu, maka penyelenggara pemilu harus melakukan sosialisasi kembali yang akan memakan waktu, sehingga mau tak mau tahapan pilkada akan ditunda terlebih dahulu.

“Karena apa? Artinya akan ada aturan yang baru. Aturan yang baru kan harus disosialisasikan. KPU dan Bawaslu harus mempersiapkan aturan teknisnya,” tutur dia.

2. Perludem menilai Perppu Pilkada menjadi hal mendesak untuk segera diterbitkan

Tak Kunjung Keluarkan Perppu, Pemerintah Takut Pilkada 2020 Ditunda?Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin sedang melihat foto Sultan Himayatuddin (Dok/Setpres Biro Pers Kepresidenan)

Nisa mengatakan Perludem melihat, Perppu Pilkada menjadi hal yang paling mendesak untuk segera diterbitkan, jika pemerintah tetap ngotot menggelar Pilkada di tengah pandemik COVID-19.

Sebab, KPU tidak bisa membuat aturan sendiri karena terikat dalam undang-undang pemilu yang memperbolehkan adanya kampanye tatap muka. Sementara, kewenangan KPU juga terbatas hanya pada Peraturan KPU (PKPU) yang membatasi jumlah peserta dalam kampanye.

“Menurut kami penting adanya Perppu, karena ini situasinya yang luar biasa, bukan yang biasa-biasa saja. Adanya pengaturan di level undang-undang yang teknis penyelenggaraannya lebih adaptif dengan situasi pandemik seperti ini,” tutur dia.

3. Perppu harus mengatur tentang sanksi tegas pelanggar protokol kesehatan

Tak Kunjung Keluarkan Perppu, Pemerintah Takut Pilkada 2020 Ditunda?Gibran Rakabuming Raka naik sepeda othel untuk mendaftar ke KPU Solo, Jumat (4/9/20). IDNTimes/Larasati Rey

Dalam Undang-Undang Pemilu, lanjut Nisa, calon kepala daerah tidak bisa dijerat dengan sanksi tegas berupa diskualifikasi jika terjadi pelanggaran protokol kesehatan. Karena itu, Perppu Pilkada menjadi penting untuk mengatur sanksi, agar memberikan efek jera kepada calon kepala daerah.

“Di Perppu itu ada penambahan soal sanki, misalnya yang memberikan efek jera karena di undang-undang pemilu sanksi efek jera, yaitu diskualifikasi hanya untuk politik uang. Jadi kalau ada pelanggar protokol kesehatan tidak bisa didiskualifikasi, karena tidak diatur undang-undang,” kata Nisa.

4. Istana: Jokowi Tegaskan Pilkada Tak Bisa Tunggu Pandemik Berakhir

Tak Kunjung Keluarkan Perppu, Pemerintah Takut Pilkada 2020 Ditunda?Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman, memberikan keterangan pers di Kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis 5 Desember 2019 (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)

Juru Bicara Presiden Joko "Jokowi" Widodo, Fadjroel Rachman mengatakan penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 tetap dilakukan sesuai jadwal, yaitu pada 9 Desember 2020. Dia mengatakan keputusan itu diambil demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih, dan hak memilih.

"Presiden Joko Widodo menegaskan penyelenggaraan pilkada tidak bisa menunggu pandemik berakhir, karena tidak satu negara tahu kapan pandemik COVID-19 akan berakhir. Karenanya, penyelenggaraan pilkada harus dengan protokol kesehatan ketat agar aman dan tetap demokratis," kata Fadjroel dalam keterangan tertulis, Senin, 21 September 2020.

Pilkada Serentak 2020, menurut Fadjroel, harus menjadi momentum tampilnya cara-cara baru dan inovasi baru bagi masyarakat serta penyelenggara negara, untuk bangkit bersama dan menjadikan pilkada ajang adu gagasan, adu berbuat, bertindak untuk meredam dan memutus rantai penyebaran COVID-19.

"Sekaligus menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia adalah negara demokrasi konstitusional, serta menjaga keberlanjutan sistem pemerintahan demokratis sesuai dengan ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945," ucap dia, mengikuti pernyataan Jokowi.

Fadjroel menjelaskan pilkada di tengah pandemik bukan hal mustahil. Negara-negara lain seperti Singapura, Jerman, Prancis, dan Korea Selatan juga menggelar pemilihan umum di masa pandemik dengan penerapan protokol kesehatan ketat.

"Pemerintah mengajak semua pihak untuk bergotong-royong mencegah potensi klaster baru penularan COVID-19 pada setiap tahapan pilkada. Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) No 6 Tahun 2020, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 harus menerapkan protokol kesehatan tanpa mengenal warna zonasi wilayah," kata dia.

"Semua kementerian dan lembaga terkait, juga sudah mempersiapkan segala upaya untuk menghadapi pilkada dengan kepatuhan pada protokol kesehatan, dan penegakan hukum," lanjut Fadjroel.

Fadjroel mengatakan Presiden Joko "Jokowi" Widodo menegaskan penyelenggaraan Pilkada 2020 tidak bisa menunggu pandemik berakhir, karena tidak ada satu negara pun yang tahu kapan pandemik COVID-19 akan berakhir.

"Karenanya, penyelenggaraan pilkada harus dengan protokol kesehatan ketat agar aman dan tetap demokratis," ujar dia.

Baca Juga: Mungkinkah Pilkada Serentak 2020 Ditunda Lagi Akibat Pandemik?

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya