Capres nomor urut dua, Prabowo Subianto menggelar kampanye ke Bengkulu (11/1/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Pengamat Politik dari Citra Institute, Efriza, menilai pembahasan jatah menteri yang belakangan mulai disinggung pihak paslon nomor urut dua, Prabowo-Gibran tidak etis dan terlalu dini.
Terbaru, Prabowo memberi sinyal dengan mengajak Partai NasDem untuk bergabung dalam koalisi pemerintahannya.
Efriza menilai, harusnya pembahasan kursi menteri bisa ditahan dalam waktu beberapa bulan, sampai resmi semua proses pemilu selesai. Apalagi saat ini sedang memasuki tahapan sengketa Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang ini mengatakan, Prabowo kurang etis membahas kursi menteri, karena statusnya belum dilantik sebagai presiden. Di sisi lain, Prabowo masih bekerja sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) sebagai pembantu Presiden Jokowi.
"Semestinya Prabowo konsentrasi dulu sebagai Menhan. Ia juga semestinya lebih baik berbicara mengenai menghadapi gugatan sengketa di MK," kata dia saat dihubungi IDN Times, Senin (25/3/2024).
Efriza menegaskan, jika ingin membahas mengenai kabinet dalam kepemimpinannya, Prabowo lebih baik menyampaikan soal transisi pemerintahan, bukan porsi jabatan menteri. Sebab, kata dia, dengan membicarakan porsi kursi menteri, justru terkesan pemilu ini dibangun atas dasar bagi-bagi kursi semata dan mengesampingkan visi, misi, serta program kerja.
"Andaipun membahas sebaiknya berbicara mengenai transisi pemerintahan bersama rekan-rekan koalisinya ketimbang membahas porsi bagi-bagi jabatan," tuturnya.
Lebih lanjut, kata Efriza, fenomena bagi-bagi kursi ini bisa memantik rasa kecewa, karena porsinya diyakini berdasarkan suka dan tidak suka. Sehingga tidak bisa murni objektivitas. Bukan tidak mungkin, sikap Prabowo itu akan memantik kekecewaan, apalagi jika misalnya dalam porsi jabatan terjadi perbedaan pandangan.
"Misal Golkar bisa menuntut kursi banyak karena ia peringkatnya lebih tinggi ketimbang PAN. Andai berdasarkan hubungan kedekatan antara Prabowo dengan Ketua-ketua umumnya tentu ada ketidakseimbangan, karena misalnya Golkar dan PAN sama-sama pernah di KIB, mereka berdua menyeberang bareng untuk mendukung Prabowo," tuturnya.