Nilai Hakim Keliru, Korban Korupsi Bansos COVID-19 Ajukan Kasasi

Mahkamah Agung diharapkan bisa memperbaiki kesalahan hakim

Jakarta, IDN Times - Sebanyak 17 korban perkara korupsi Bantuan Sosial COVID-19 resmi mengajukan kasasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (9/8/2021). Para korban menilai keputusan hakim yang menolak penggabungan gugatan mereka dengan kasus mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, keliru.

"Kami dari tim advokasi untuk korban korupsi bansos hari ini telah resmi mengajukan permohonan kasasi atas penetapan majelis hakim," kata kuasa hukum korban bansos, Fauzi, di PN Tipikor Jakarta Pusat.

Baca Juga: Jaksa KPK: Perbuatan Juliari Korupsi Bansos COVID-19 Sangat Tercela!

1. Hakim sidang Juliari dinilai lalai

Nilai Hakim Keliru, Korban Korupsi Bansos COVID-19 Ajukan KasasiMantan Menteri Sosial Juliari Batubara jalani persidangan pada Rabu (21/4/2021). (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Fauzi menyebut majelis hakim sidang Juliari salah karena tidak memuat hukum yang cukup dalam pertimbangannya. Hakim menolak permohonan kasasi tidak berdasarkan ketentuan dalam Pasal 98 hingga 101 KUHAP.

"Di mana hakim mengatakan bahwa tidak diterima karena tidak sesuai domisili terdakwa atau tergugat," kata dia.

2. Penggabungan perkara bukan hal baru

Nilai Hakim Keliru, Korban Korupsi Bansos COVID-19 Ajukan KasasiKuasa Hukum Korban Korupsi Bansos COVID-19. (IDN Times/Aryodamar)

Padahal, kata Fauzi, dalam Pasal 101 KUHAP dijelaskan hukum acara yang berlaku adalah hukum acara KUHAP. Karena itu, korban korupsi bansos COVID-19 dalam memori kasasi juga menyampaikan bahwa hakim telah salah menerapkan hukum tersebut.

"Jadi seolah-olah ini hal baru. Padahal ini peraturan penggabungan perkara ini sudah lama sejak 1981 KUHAP itu sudah ada. Hakim entah pura-pura gak tahu atau memang lalai, melihat undang-undang ini," ujarnya.

3. Mahkamah Agung diharapkan bisa memperbaiki kesalahan hakim

Nilai Hakim Keliru, Korban Korupsi Bansos COVID-19 Ajukan KasasiGedung Mahkamah Agung (Instagram/@humasmahkamahagung)

Kuasa hukum korban korupsi Bansos COVID-19 lainnya, Charlie, menilai hakim sidang Juliari hanya mencari alasan dengan menyebut tak bisa menggabungkan perkara karena domisili Juliari berbeda dengan pengadilan Tipikor. Menurutnya, hal itu tidak mungkin karena ada sejumlah putusan yang menguatkan hal tersebut.

Charlie menilai hal ini sangat berbahaya bagi penegakan hukum dan korban korupsi ke depan. Sebab, penetapan ini diyakini akan membuat korban korupsi tidak bisa menggugat koruptor dengan mekanisme Pasal 98 KUHAP.

"Ini jadi preseden buruk yang harus kita perjuangkan, kemudian melalui memori kasasi ini. Jadi harapan kita Mahkamah Agung itu bisa memperbaiki kesalahan penerapan hukum yang dilakukan oleh si hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta," ujarnya.

Baca Juga: Usai Juliari, KPK Bidik Pihak Lain yang Diduga Terlibat Korupsi Bansos

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya