[WANSUS] Praswad Nugraha, Eks Penyidik Bansos yang Dipecat karena TWK

"TWK KPK ini gak akan saya lupakan seumur hidup."

Jakarta, IDN Times - Praswad Nugraha menjadi salah satu dari 57 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipecat pada 30 September 2021 karena gagal tes wawasan kebangsaan (TWK). Hal ini membuat kariernya di KPK yang sudah dibangun selama 15 tahun harus berakhir.

Setelah tak lagi bekerja, mantan penyidik korupsi pengadaan bantuan sosial sembako di Jabodetabek pada 2020 yang melibatkan mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara tersebut, kini disibukkan dengan pembuatan IM57+ Institute.

Praswad mengatakan, IM57+ Institute merupakan wadah bagi mantan pegawai terkait pembahasan korupsi. Latar belakang pendirian kelompok ini diawali rasa memiliki utang dimiliki mantan pegawai terhadap publik. Menurutnya, pengalaman, keahlian hingga pendidikan yang para mantan pegawai dapatkan merupakan sumbangsih uang rakyat yang disalurkan lewat pajak.

Di tengah-tengah kesibukannya, IDN Times berkesempatan bertemu dan berbicara mengenai sejumlah topik mulai dari pemecatan para pegawai, korupsi bansos, hingga masa depan 57 pegawai nonaktif.

Bagaimana Anda mengawali karier di KPK? Apa yang menjadi daya tarik KPK saat itu?

[WANSUS] Praswad Nugraha, Eks Penyidik Bansos yang Dipecat karena TWK(IDN Times/Irfan Fathurohman)

Waktu itu yang daftar (Indonesia Memanggil) 49 ribu karena programnya calon penyidik, lewatin tujuh tahapan (seleksi) kalau gak salah, akhirnya kita dimanfaatkan 52 orang.  Jujur waktu itu belum tahu apa itu KPK karena KPK di tahun 2006 kan gak seperti di 2021. Jadi dulu belum ada OTT-OTT seperti hari ini.

Pada 2006 selayaknya mahasiswa baru lulus ya semua kita daftar. Ada perusahaan, law firm, dan lainnya. Mungkin sudah garisan tangan, dipanggilnya di KPK.

Waktu itu lihat di koran tuh lowongan, apa ya komisi pemberantasan korupsi. Saat itu zaman baru reformasi, jadi masih 'apa ya itu korupsi'. Di KPK lah baru kenal apa itu korupsi, definisi korupsi, kenapa harus diberantas, betapa merugikannya korupsi bagi rakyat.

Dulu ayah saya bankir di sebuah bank, jadi waktu itu ayah ngomong 'kalau gede masuk bank ya.' jadi dulu belum punya gambaran jadi pemberantas korupsi, mau jadi penyidik, mau jadi apa.

Baca Juga: Mengenal IM57+ Institute, Wadah Pegawai KPK yang Dipecat Karena TWK

Selama berkarier di KPK, apa pengalaman yang membekas dalam ingatan Anda?

[WANSUS] Praswad Nugraha, Eks Penyidik Bansos yang Dipecat karena TWKMantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara tiba untuk menjalani pemeriksaan perdana di gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/12/2020) (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

(kasus) Bansos. Karena bansos ini yang membuat saya dipecat dari KPK. Bukan rumitnya, Bansos itu lebih ke politiknya. Kebetulan bansos itu terkait PDIP, pak Juliari Batubara dari PDIP dan memang punya jabatan penting di DPP PDIP, lalu akhirnya kami dikriminalisasi lewat dewan pengawas, kedua ya dipecat.

Kalau ada pertanyaan saya dipecat karena apa? Pasti karena bansos. Karena saya yakin sekali sangat Pancasilais makanya jadi pemberantas korupsi.

Memangnya TWK KPK itu seperti apa? Apa saja yang ditanyakan?

TWK itu kan tes wawasan kebangsaan. Jadi apakah orang ini memiliki wawasan kebangsaan, mencintai bangsa Indonesia, mencintai Pancasila. Kalau kami kan sudah lebih, kami sudah mengorbankan diri kami untuk negara dan bangsa. Seperti bang Novel misalnya, matanya sudah ditukar demi menyelamatkan uang negara.

Sama kaya dua orang pacaran deh. Yang satu bilang aku sayang kamu, yang satu datang ke rumah bawa seserahan, perisoan akad, dan penghulu. Sudah siap menikah. Jadi pertanyaan itu gak relevan.

Makanya aneh sekali ketika 2006 sudah lulus mental ideologi, masuk ke lembaga pendidikan militer, saya masuk ke barak BAIS untu pendidikan calon penyidik dan penyelidik itu tiba-tiba di tahun 2021, 15 tahun kemudian, saya ditanya 'kamu pancasilais atau tidak' gak relevan.

Jadi tes wawasan kebangsaan itu sebenarnya gak seseram yang dibayangkan. Itu kaya ngobrol. Saya ditanya  pilih mana Al-Qur'an atau Pancasila, pertanyaan fitnah. Itu bukan pertanyaan tapi menggunakan Pancasila untuk memfitnah.l seseorang.

Kalau jawab Pancasila mengkhianati Agama, kalau jawab Agama dicap tidak Pancasila. Gak relevan dan sangat fitnah.

Dari belasan tahun di KPK apa yang berkesan dan gak akan dilupakan?

TWK ini gak akan saya lupakan seumur hidup karena ini sangat membekas. Bayangin saya mulai dari (usia) 22 tahun di KPK. Bahkan saya daftar calon penyidik itu dari Warnet Kampus, benar-benar habis wisuda kita daftar-daftar.

Sudah berkarier, sudah 34 provinsi saya kunjungi entah lingkupnya penangkapan, penyelidikan reguler, atau penyidikan, atau berita acara pemeriksaan, tiba-tiba hari ini difitnah anti-Pancasila dan harus berhenti. Itu yang membuat dirampas derajat hidup, hajat karier, cita-citanya, angan impiannya. Semua penyidik KPK kan bermimpi pemimpin Indonesia bebas dari korupsi, itu dirampas.

Selain Bansos, apa saja kasus besar yang pernah ditangani Anda?

[WANSUS] Praswad Nugraha, Eks Penyidik Bansos yang Dipecat karena TWKANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Saya pegang perkara Suryadharma Ali (mantan Menteri Agama), Tim penangkapan pak Setya Novanto Ketua DPR, saya pegang tim penangkapannya pak Jero Wacik, kasus tambang beberapa kali, Pertamina, Corporate money laundry di Kebumen. Banyak.

Bekerja sebagai penyidik KPK punya risiko yang besar. Apakah Anda pernah mengalami teror?

[WANSUS] Praswad Nugraha, Eks Penyidik Bansos yang Dipecat karena TWKGedung Merah Putih KPK dijaga oleh Polisi. (IDN Times/Aryodamar)

Secara fisik nggak. Kalau secara teror biasa 'jangan nyentuh A nanti begini begini nanti ada tim yang menyerang' tapi gak terbukti, cuma sebatas isu. (Yang ngomong) Biasanya entah teman, entah apa, punya semacam masukan begini begitu lah. Tapi gak ada yang terbukti dan saya gak pernah takut, Alhamdulillah.

Apakah setelah dipecat KPK ada keraguan untuk terus berkarier di bidang pemberantasan korupsi?

[WANSUS] Praswad Nugraha, Eks Penyidik Bansos yang Dipecat karena TWKKoordinator Pelaksana IM57+ Institute/Eks Penyidik KPK, Praswad Nugraha (IDN Times/Athif Aiman)

Gak pernah ada keraguan. Sama seperti kemarin waktu disidang kode etik, ditanya majelis apakah ada penyesalan? Seribu kali pun hidup saya diulang, saya gak akan menyesal. Saya akan ulang lagi tangkap koruptor bansos dan akan kejar sampai ke ujung langit siapapun itu.

Kebetulan saksi yang saya periksa dan akhirnya melaporkan saya (ke dewas) nilai paketnya Rp1,5 Triliun. Bayangin uang rakyat Rp1,5 Triliun jadi ada kecoanya, sarden jadi basi ada cacingnya dimakan rakyat kecil di tengah pandemik COVID. Kejahatan luar biasa. Tidak ada penyesalan meski saya bakal disanksi seribu kali lipat lebih tinggi dari yang kemarin, saya gak menyesal.

Mas Praswad disibukkan membentuk IM57+ Institute setelah dipecat KPK. Apa itu?

[WANSUS] Praswad Nugraha, Eks Penyidik Bansos yang Dipecat karena TWK57 Pegawai nonaktif mendatangi KPK pada Kamis (30/9/2021). (IDN Times/Aryodamar)

Jadi konsepnya IM57+ di awal kami tuh berpikir dari teman-teman 58 orang ini kan ada yang Deputi, ahli OTT, ahli penyidikan, direktur, jaringan internasional, direktur SDM, ada penyidik senior. Jadi masing-masing dari expert yang sudah punya pengalaman puluhan tahun itu akan sangat sayang, sia-sia.

Indonesia sudah berinvestasi sangat besar terhadap kami-kami karena kami disekolahin negara, ikut pelatihan, pendidikan sertifikasi dan lainnya. Saya sendiri disekolahin ke Australia untuk master of law dan itu dua tahun. Jadi hari ini kami memiliki keahlian seperti ini, pengalaman seperti ini, itu sumbangsih pajak rakyat. Sementara hari ini kami disingkirkan itu sebenarnya kan merugikan. Tindakan orang yang mengkhianati Pancasila itu kan merugikan Indonesia, merugikan rakyat.

Ada orang yang sudah milik negara, investasi negara sudah segitu mahalnya, tiba-tiba hilang. Gitu konsepnya.

Makanya saya berpikir harus ada wadahnya, kita harus kembalikan utang-utang kita secara tunai pada rakyat. Mulai dari awal disekolahin, fasilitas dan lainnya. Kita harus bayar tunai. Gimana caranya? Kita harus bentuk nih sebagai wadah tempat kita pulang.

Setelah 30 September kan mereka semua punya takdir masing-masing. Kita gak tahu rezekinya di mana tergantung garisan takdir mereka berjalan ke arah mana.

Nah tanpa adanya IM57 Institute mau ke mana kita pulang kalau kita berbicara mengenai antikorupsi? Ini lah rumahnya, di sini kita akan berkontribusi semaksimal mungkin untuk terus berkontribusi di pemberantasan korupsi.

Baca Juga: KPK Buka Peluang Kerja Sama dengan Novel Baswedan Cs Berantas Korupsi

Apa saja aktivitas IM57+ ke depannya?

[WANSUS] Praswad Nugraha, Eks Penyidik Bansos yang Dipecat karena TWKKoordinator Pelaksana IM57+ Institute/Eks Penyidik KPK, Praswad Nugraha (IDN Times/Athif Aiman)

IM57+ memiliki Exceutive Board yang terdiri dari Hery Muryanto (eks Deputi bidang Koordinasi dan Supervisi), Sujanarko (eks Direktur PJKAKI), Novel Baswedan (eks Penyidik), Giri Suprapdiono (eks Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi), serta Chandra SR (Eks Kabiro SDM).

Ada tiga board setidaknya sampai saat ini. Ada board of investigation yang melakukan penelitian dan investigasi independen karena kami bukan penegak hukum lagi. Perkara yang menarik perhatian masyarakat atau memiliki kerugian sangat besar kita harus terjun langsung ikut menginvestigasi dan memberi angle point yang berbeda pada masyarakat.

Kedua kita akan research terkait kebijakan pemerintah.

Ketiga enlightment understanding di bidang training dan education. Jadi sampai hari ini masyarakat harus selalu diberikan pencerahan dan pendidikan apa itu korupsi, suap, fraud, kenapa korupsi di Senayan misalnya bisa berpengaruh ke Papua itu gimana sih.

Kita berusaha membumikan betapa besarnya kerusakan yang ditimbulkan korupsi sampai ke pintu tumah masyarakat di pedesaan, di kampung-kampung.

Contoh bansos. Keputusan Mensos Juliari mengambil fee Rp10 ribu dan membagi paket ke dalam beberapa klaster. Itu sampai ke pintu masyarakat di rumah pedalaman, pelosok Jabodetabek. Berasnya yang bagus jadi ada ulat, sardennya dari 4 jadi tiga atau malah gak dapat. Harusnya ada telur jadi gak ada telor dan sebagainya.

Jadi ini yang kemudian banyak masyarakat yang belum sadar apa sih yang diributkan ke tv, gak ngaruh kok. Oh enggak, harga beras, pupuk, padi, sembako, sampai ke orang makan udang itu berpengaruh.

IM57+ dibentuk oleh mantan pegawai KPK, apakah ke depannya bakal mengajak publik terlibat?

[WANSUS] Praswad Nugraha, Eks Penyidik Bansos yang Dipecat karena TWKKoordinator Pelaksana IM57+ Institute/Eks Penyidik KPK, Praswad Nugraha (IDN Times/Athif Aiman)

Pasti dong. Kita harus berkolaborasi. Sampai sekarang teman-teman di Koalisi Masyarakat Sipil aktif sekali berkolaborasi, gak mungkin kita bisa kuat sendiri. Kita butuh bantuan mereka.

Kemarin yang nawarin kantor di Palmerah Menteng, Tebet, Jagakarsa, di macem-macem tempat itu dari teman-teman koalisi. Teman-teman YLBHI, ICW, Amensty International, TI, dan lainnya terus aktif berpartisipasi dan terus ngawal kita bareng-bareng, saling bahu membahu. Jangan sampai IM57+ ini tercerai berai dan jadi sia-sia.

Ini semacam prasasti pelanggaran HAM pemerintah di bidang korupsi. Jadi dia gak cuma nyerang orang, tapi menyerang ke titik nadinya, ke kehidupannya. Gak menyerang fisik, tapi menyerang derajat hidupnya, kariernya dibunuh, kehidupannya dibunuh. 58 bukan cuma sekadar angka, 58 itu ada anak istri, keluarga, orangtua yang harus dinafkahi. Gak cuma sekadar nafkah,  ada kebanggaan keluarga, harapan keluarga, tumpuan keluarga, tulang punggung keluarga. Ini pembunuhan berdarah dingin dari kehidupan, membunuh kehidupannya.

Baca Juga: 57 Eks Pegawai KPK Belum Tentukan Sikap Usai Pertemuan dengan Polri 

IM57+ bakal bekerja secara independen, bagaimana cara mendapatkan pendanaannya?

[WANSUS] Praswad Nugraha, Eks Penyidik Bansos yang Dipecat karena TWKKoordinator Pelaksana IM57+ Institute/Eks Penyidik KPK, Praswad Nugraha (IDN Times/Athif Aiman)

Kami sampai sekarang belum mengajukan dana ke mana-mana dan belum ada donor. Sampai hari ini masih dari masing-masing masih adanya sumber daya apa, misalnya ada yang punya printer bekas, kertas, laptop dibawa. Sampai hari ini belum ada pendanaan pihak luar, masih mandiri.

Kantor ini kebetulan ada saudara di antara teman-teman 58 yang punya rumah kosong yang dipakai. Jadi sumber dayanya masih betul-betul mandiri.

Tapi ke depannya seiring dengan program kita akan (ada) pendanaan. Tapi pembahasannya belum ke sana.

Apa alasan 57 pegawai terus melawan kegagalan tes wawasan kebangsaan yang berujung pemecatan pegawai ini?

[WANSUS] Praswad Nugraha, Eks Penyidik Bansos yang Dipecat karena TWKKantor Darurat Pemberantasan Korupsi di depan Gedung KPK (IDN Times/Aryodamar)

Pertama ini alih status, bukan tes. Jadi kami sudah lulus di awal, tahun 2006, 2007, dan lainnya. Jadi gak relevan bahwa kalau hari ini kita ngomong tes PNS, nggak.

Pasal 1 ayat 1 UU KPK 2019 menyatakan seluruh pegawai KPK adalah ASN. Jadi kami seharusnya sudah otomatis dan statusnya alih status. Sebelum revisi UU KPK kami pegawai negara, bukan swasta. Semuanya pegawai negara digaji  dan dibiayai APBN dan lambang organisasinya Garuda loh. Gak ada lembaga private yang boleh memakai lambang negara. Kami lembaga negara, pegawai negara.

Tiba-tiba di 2019 kami diubah statusnya adalah ASN. Tiba-tiba disisipi dalam alih status harus ada wawasan kebangsaan, tiba-tiba tes wawasan kebangsaan yang hanya mengukur menjadi alat menyingkirkan orang-orang yang nyata-nyata berkontribusi secara nyata.

Jadi sebenarnya bukan maslah pekerjaan. Ini hak konstitusional. Kalau kami bisa diginiin, bisa dirampas begini saja.. bayangin penyidik KPK yang nangkap menteri, nangkap gubernur dan lain-lain bisa dengan mudah diakali dan dipecat begitu saja. Bayangin teman-teman di pedesaan risiko apa yang akan dihadapi mereka?

Seluruh mata rakyat Indonesia melihat dengan mata telanjang ketidakadilan dipertontonkan. Pelanggaran HAM, bukan saya yang ngomong, Komnas HAM yang ngomong. 11 Pelanggaran HAM setidaknya telah terjadi dan Ombudsman menyatakan maladministrasi. Tapi tetap tidak bergeming.

Saya bisa katakan kami dipecat oleh pemerintah. karena di situ ada BKN dan Kemenpan yang notabenenya adalah pemerintah. Secara administratif sejak UU 2019 berlaku kami masuk eksekutif loh, presiden yang punya wewenang tertinggi.

Jadi, kalau ditanya siapa yang pecat kami? Bukan Firli Bahuri tapi Presiden Jokowi.

Baca Juga: Novel Klaim Tahu Orang Dalam Azis, KPK: Jangan Beropini Tanpa Bukti

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya