Benarkah Startup dan Unicorn Membuat Uang Mengalir ke Luar Negeri?

Meski adanya ketakutan, startup punya peran besar loh

Jakarta, IDN Times – "Kalau ada unicorn hebat, saya khawatir mempercepat nilai tambah kita dan uang-uang kita lari ke luar negeri. Ya silakan Anda ketawa tapi ini masalah bangsa. Kekayaan Indonesia tidak tinggal di Indonesia."

Itulah kalimat yang diucapkan calon presiden Prabowo Subianto dalam debat Pilpres kedua, Minggu (18/2).

Sejumlah pertanyaan muncul atas pernyataan Prabowo tersebut. Benar gak sih unicorn seperti Go-Jek, Traveloka, Bukalapak dan Tokopedia membawa lari uang Indonesia ke luar negeri?

Lalu bagaimana dengan dana yang didapat dari para usaha rintisan atau startup itu? Selain uang, mungkinkah data dari startup bocor ke luar negeri? Banyak sekali pertanyaan tentang startup.

Padahal startup menyelesaikan banyak masalah masyarakat, loh. Misalnya, ketika kita naik taksi. Kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, mata kita akan selalu tertuju pada argo, khawatir akan melonjak drastis.

“Mata kita memandang keindahan Monas? Bukan tapi argo,” katanya.

Lebih lanjut, transportasi online sepert Go-Jek bisa dibilang mengikuti hukum Islam karena memiliki akad yang jelas.

“Nomor satu saya tahu drivernya, kedua saya tahu mau dibawa jalurnya ke mana. Saya tahu ini kira-kira bayar berapa. Karena aplikasinya menyelesaikan permasalahan di masyarakat,” jelas Rudiantara.

Namun sisi positif dari pernyataan Prabowo tersebut kita bisa tahu seperti apa bisnis ekonomi digital atau yang lebih dikenal startup berkembang di Indonesia.

1. Kalau dianggap membawa uang Indonesia ke luar negeri, bagaimana kalau Go-Jek dan lainnya ditutup?

Benarkah Startup dan Unicorn Membuat Uang Mengalir ke Luar Negeri?Facebook/Grab/Gojek

Seandainya benar Go-Jek dan startup lainnya membawa uang Indonesia ke luar negeri, lalu pemerintah memutuskan menutup aplikasi tersebut, termasuk Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak, apa reaksi kamu?

“Mau gak Go-Jek ditutup? Tidak. Karena mempermudah layanan transportasi umum Indonesia. Mau tidak Traveloka ditutup? Tidak karena kalau gak kita mau terbang apakah harus kembali beli voucher di travel biro, lalu vouchernya ditukar dengan boarding pass di airport? Kalau mau nginap apakah kita mau kayak zaman dulu, beli voucher di travel biro, lalu vouchernya ditukar dengan kunci kamar di resepsionis? Tidak,” kata Menkominfo Rudiantara dalam acara Investasi Unicorn untuk Siapa di Kementerian Komunikasi dan Informatika beberapa waktu lalu.

Sebagian dari kita pasti setuju dengan perkataan Rudiantara. Tidak bisa dipungkiri perkembangan teknologi dan internet telah memudahkan kehidupan kita.

Baca Juga: Sebut Unicorn di Pidato Kerakyatan, Jokowi Disambut Riuh Pendukungnya

2. Kalau modal asing, berarti yang menggerakan startup juga asing, benarkah demikian?

Benarkah Startup dan Unicorn Membuat Uang Mengalir ke Luar Negeri?Istimewa

Tidak hanya dalam negeri, banyak juga investor luar negeri yang menanamkan investasi mereka kepada startup di Indonesia, tidak terkecuali para unicorn. Lalu kalau modalnya dari asing maka dananya bisa mengalir ke luar negeri? Jawabannya tidak.

Menurut Rudiantara, bisnis startup berbeda dengan bisnis konvensional. Pada bisnis konvensional, pemodal tertinggi akan menjadi direktur utama. Sementara di startup, ketika investor memutuskan memasukkan dana, mereka telah mempercayakan kepada pendiri atau founder dari startup itu. Investor pada umumnya hanya finansial investor.

“Orang investasi masuk ke startup, invest-nya ke orang. Justru disyaratkan founder tidak boleh keluar sampai listed atau apa. Perbedaan paling hakiki di situ. Paling mentok investor jadi komisaris, bukan di manajemen, CEO, founder dan sebagainya itu selalu dari founder,” ucap Rudiantara.

Pasalnya menurut Kepala BKPM Thomas Lembong, para investor tidak mau pegang kendali atas usaha yang sudah diberikan modal.

“Kita mau jadi investor yang pasif. Kita mau pendiri, pencetus terus memegang kendali, terus belajar, tanggung jawab dan berinovasi dalam mengembangkan usahanya,” ujarnya.

Tom menambahkan, di dunia usaha ada pepatah bahwa aset nomor satu adalah orangnya. Baginya, perusahaan paling inovatif aset utamannya adalah inovatornya.

“Ketika ia kehilangan kendali, atau kecewa karena sahamnya jadi kecil atau tidak signifikan, itu sangat bahaya bagi perusahaan yang mengandalkan inovasi sebagai bisnis utamanya. Dan jelas semua unicorn dan e-Commerce kita, innovator utamanya orang kita, orang Indonesia dan lebih dari 95 persen eksekutif dan pekerja di unicorn dan e-Commerce,” jelasnya.

3. Bisa gak sih startup yang didanai asing merugi karena dananya ditarik?

Benarkah Startup dan Unicorn Membuat Uang Mengalir ke Luar Negeri?Istimewa

Tom mengatakan, begitu investor memasukkan dana mereka ke startup, mereka tidak dapat menarik dana yang sudah diinvestasikan.

“Modal yang ditanam ke e-Commerce sangat beda sekali dengan deposito di perbankan. Hanya ada 3 cara agar mereka bisa keluar. Caranya IPO, kedua jual ke investor lain atau ketiga nilainya di nol-kan,” sebut Tom.

“Jadi investor yang masuk startup mereka sadar sekali masuk harus komit total,” imbuhnya.

Rudiantara menambahkan, model startup sangat berbeda dengan bisnis konvensional. Ia juga meminta masyarakat tidak perlu terlalu ketakutan berlebihan akan hal ini.

“Kita khawatir boleh, tapi jangan paranoia,” ucap Rudiantara.

4. Startup yang membantu membangun negara melalui investasi

Benarkah Startup dan Unicorn Membuat Uang Mengalir ke Luar Negeri?Istimewa

Tom menyebutkan bahwa startup seperti e-commerce adalah 1 dari 2 sektor yang menyelamatkan investasi internasional ke Indonesia dalam 5 tahun terakhir. Pertamada adalah e-commerce dan kedua adalah smelter atau pabrik pengolahan atau pemurnian logam.

”Kalau bukan karena kedua sektor ini investasi internasional di Indonesia turun, bukan naik. Saya bersyukur atas tren ini,” ucap Tom.

Sementara menurut Rudiantara, jika tidak mengandalkan investasi, Indonesia akan terus-terusan bergantung pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

“Hanya investasi dalam negeri dan hanya mengandalkan ekspor yang sekarang susah, karena perang dagang dan sebagainya ekonomi kita tidak tumbuh cepat,” kata Rudiantara.

Tidak hanya melihat dari segi kuantitas berapa banyak investasi yang masuk ke dalam negeri, namun juga kualitas dari investasi itu.

“Bagaimana kita ukur kualitas investasi, tentunya antara lain berapa lapangan kerja yang diciptakan. Ada investasi tidak gede tapi sangat banyak ciptakan lapangan kerja, jadi kualitas penting,” ujar Tom.

Investasi yang berkualitas juga akan membawa inovasi dan perubahan seperti internasionalisasi.

“Menghubungkan kita dengan region dunia. Investasi economy digital memenuhi hampir semua kriteria itu. Menciptakan banyak lapangan kerja, membawa inovasi baru, ketiga hubungan kiat dengan dunia, banyak usaha kecil menengah menempatkan diri dalam platform online itu bisa langsung diakses miliaran internet user di seluruh dunia,” papar Tom.

Selain melalui investasi, nilai plus lainnya dari startup adalah memutus rantai pasok yang panjang dari produsen ke konsumen.

“Sering dikeluhkan adanya rantai pasok yang panjang. Prediksi saya yang akan menyelesaikan masalah penyakit ini adalah teknologi seperti TaniHub atau e-Tani yang menghubungkan petani dengan konsumen. Petani di desa dengan konsumen di kota bisa berkimunikasi langsung tanpa perantara,” sebut Tom.

Startup juga dinilai berhasil ‘mengorek’ potensi pajak dari UMKM yang selama ini tidak terdata oleh pemerintah.

“Misal Go-Jek atau Grab. Sebelum ada aplikasi transportasi online, jutaan tukang ojek beroperasi di sektor informal, tidak bayar pajak dan tidak pungut PPN, tidak terdaftar dan beroperasi tanpa standar dan tanpa menjadi bagian sebuah sistem,”imbuh Tom.

5. Permasalahan dan potensi startup Indonesia di kategori fintech

Benarkah Startup dan Unicorn Membuat Uang Mengalir ke Luar Negeri?IDN Times/Dini suciatiningrum

Selain Traveloka dkk, Indonesia juga juga punya startup di kategori financial technology (fintech). Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menilai perkembangan fintech yang cepat di luar dugaannya.

“Di sektor keuangan kami gak membayangkan perkembangan begitu cepat. Kalau mau transfer gak perlu ke bank,” ucapnya.

Pada fintech ini, peran OJK untuk memonitor dan memberikan koridor keamanan transaksi bagi pengguna terus digalakkan.

“OJK keluarkan kebijakan fintech product yang intinya bagaimana market conduct diyakini dan diterapkan oleh semua fintech provider. Market conduct ini bisa melindungi konsumen dengan prinsip tidak boleh egois, transparan, harus ada siapa yang tanggung jawab dan punya prinsip tidak langgar Undang-Undang, dan ada cyber crimes,” papar Wimboh.

Selain itu mitigasi fintech kepada masyarakat terus disosialisasikan agar masyarakat tidak tertipu. Terlebih banyak fintech yang belum mendaftarkan diri. Tercatat ada lebih dari 600 fintech yang sudah ditutup pemerintah karena tidak mendaftar.

“Ada fintech yang gak mau daftar. Yang udah ditutup 600 lebih. Kita sepakat ini loh yang terdaftar. Kalau gak ada didaftar ini langsung otomatis tutup saja,” sebutnya.

6. Langkah pemerintah mengembangkan bisnis startup ke tingkatan baru

Benarkah Startup dan Unicorn Membuat Uang Mengalir ke Luar Negeri?tokopedia.com

Rudiantara menjelaskan kondisi Indonesia yang memiliki populasi lebih dari 264 juta penduduk. Menurutnya sekitar 2/3 penduduk berada di usia produktif yakni antara usia 15 sampai 64 tahun.

"Semua telah mendapatkan penetrasi teknologi komunikasi yang baik. 105 juta di antaranya pengguna internet aktif, 173 juta di antaranya pengguna ponsel aktif, 96 juta merupakan pengguna media sosial yang aktif, dan 28 juta di antaranya konsumen e-commerce yang aktif. Indonesia mendapatkan pertumbuhan 17 persen per tahunnya. Pada 2017, bisnis rintisan digital di Indonesia berhasil meraup investasi senilai USD4 Miliar," paparnya.

Ledakan pada startup dan Unicorn yang kini menjadi salah satu pemain kunci ekonomi digital Indonesia.

"Unicorn yang semuanya baru berdiri dalam kurun waktu 8 tahun dengan layanan digital kurang dari 4 tahun telah melampaui nilai operator seluler, kecuali untuk Telkomsel," ungkap Rudiantara

Dalam penyiapan sumber daya manusia, Kementerian Kominfo juga mendorong industri digital melalui program Digital Talent Scholarships. Program oon-akademik berdurasi 2 bulan diadakan bekerja sama dengan sejumlah perusahaan digital internasional seperti Microsoft dan Cisco.

"Kami juga kerja sama dengan sejumlah universitas setempat. Topik bahasannya berkisar pada kecerdasan buatan, keamanan siber, komputasi awan dan robotika," jelas Rudiantara.

Kedua, Kementerian Kominfo juga melakukan Program Next Indonesian Unicorn (NextICorn). Program ini membantu para Unicorn ini untuk mendapatkan pendanaan dan menjembatani mereka dengan investor Seri B. Pemerintah Indonesia juga mempertimbangkan pertumbuhan industri game di Indonesia, mengingat ada 43 juta pemain di Indonesia saat ini.

“Tahun 2017, pemasukan dari games digital meraih miliaran dollar. Kami bahkan sekarang memiliki sejumlah liga gaming nasional,” ujar Rudiantara.

Ketiga, melalui kebijakan Light Touch Regulation, pemerintah akan mempermudah regulasi untuk startup. “Jadi startup di Indonesia gak perlu izin Kominfo, mereka hanya mendaftar diri, registrasi sebagai penyelenggara elektronik, registarsi secara online, sendiri, nanti print sendiri juga. Semua kemudahan diberikan dari regulasi,” kata Rudiantara.

Pemerintah bukan hanya light touch regulation tapi memfasilitasi 1000 startup. mengapa? bukan kominfo tapi dgn ekosistem. krn banyak anak muda yg jago IT, main dgn ILCsaya senang bertemu dgn saya. Gak apa, kita fasilitas properly, bgmn mereka diinkubasi, dieksplorasi shg mereka dapat seed capital dan series lainnya.

Terakhir, infrastruktur Palapa Ring semakin mendekati selesai. Pertengahan tahun ini pemerintah menargetkan, konstruksi  Timur mencapai 100 persen.

Baca Juga: Fintech Nakal ada Ratusan, Ini Tips agar Aman Pilih Pinjaman Online

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya