Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Aktivis: Pengampunan untuk Koruptor Jauhkan Mereka dari Efek Jera

Hasto Kristiyanto saat ditemui usai persidangan, Jumat (11/4/2025). (IDN Times/Aryodamar)
Hasto Kristiyanto saat ditemui usai persidangan, Jumat (11/4/2025). (IDN Times/Aryodamar)
Intinya sih...
  • Pemberian amnesti dan abolisi menguatkan dugaan ada campur tangan politik.
  • Hanya Hasto tahanan KPK yang dapat amnesti.
  • Menteri Hukum sebut pemberian abolisi dan amnesti bukan untuk kepentingan pribadi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Aktivis antikorupsi Tibiko Zabar mengkritisi pemberian amnesti dan abolisi bagi terpidana kasus korupsi. Sebab, pengampunan dalam bentuk amnesti dan abolisi justru akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

"Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa dan berdampak luas ke segala aspek kehidupan. Pengampunan bagi pelaku korupsi semakin menjauhkan efek jera bagi koruptor," ujar Tibiko di dalam keterangan tertulis, Senin (4/8/2025).

Dalam kasus korupsi yang menyeret politisi PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, perbuatannya menyuap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap terbukti di pengadilan. Hasto memberikan suap senilai Rp400 juta agar bisa menggeser anggota DPR Riezky Aprilia untuk digantikan Harun Masiku.

Sedangkan dalam perkara lainnya, mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong tak terbukti memiliki niat jahat atau mens rea dalam kasus impor gula. Pihak Tom pun telah mengajukan banding atas vonis 4,5 tahun bui. Kejaksaan Agung pun juga mengajukan banding terhadap Tom pada akhir Juli.

Tibiko menilai, seharusnya pelaku korupsi tidak bisa disamakan dengan tindak pidana lainnya. Sebab, korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang berdampak luas pada segala aspek kehidupan.

"Fakta hari ini juga berbanding terbalik dengan pernyataan yang pernah disampaikan pemerintah lewat Menteri Hukum pada April lalu. Ketika itu, ia mengatakan amnesti tidak akan diberlakukan bagi pelaku korupsi," tuturnya.

1. Pemberian amnesti dan abolisi menguatkan dugaan ada campur tangan politik

WhatsApp Image 2025-07-22 at 15.13.10.jpeg
Infografis Tom Lembong Ajukan Banding (IDN Times/Mohamad Rakan)

Dalam pandangan Tibiko, pemberian amnesti dan abolisi dari Presiden kepada Hasto dan Tom Lembong memang berbeda. Namun, kebijakan itu justru semakin menguatkan dugaan publik terkait campur tangan politik pada upaya penegakan hukum korupsi yang seharusnya tidak boleh terjadi.

"Langkah tersebut ditengarai sebagai jalan politik kompromistis dan dinilai sebagai upaya untuk menyelamatkan wajah penegak hukum. Padahal, bila memang ada kekeliruan, ada upaya hukum yang bisa dilakukan ketimbang hukum yang dikalahkan lewat politik," kata Tibiko.

Tibiko juga menyoroti soal persetujuan pemberian amnesti dan abolisi bagi dua individu yang terkait kasus korupsi. Selain dua hak prerogatif itu tidak tepat diberikan kepada terdakwa kasus rasuah, publik juga tidak tahu apa saja kriterianya untuk bisa mendapatkan amnesti atau abolisi.

"Itu semua disebabkan karena ketiadaan aspek transparansi dan akuntabilitas," tuturnya.

2. Hanya Hasto tahanan KPK yang dapat amnesti

WhatsApp Image 2025-08-02 at 16.05.49 (1).jpeg
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat menghadiri Kongres ke-VI PDIP di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali, Sabtu (2/8/2025).

Selain Hasto, ada pula 1.178 terpidana yang menerima amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. Namun, hanya Hasto yang merupakan satu-satunya tahanan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menerima amnesti presiden.

Hal itu terlihat dari surat dari Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) nomor PAS-PK.01.02-1296 tentang perubahan batas waktu pembebasan amnesti dan penyampaian salinan Keppres amnesti bagi narapidana. Surat tersebut ditujukan ke semua kantor wilayah Ditjen PAS di seluruh Indonesia.

Dokumen tersebut merupakan tindak lanjut dari Keppres nomor 17 tahun 2025 tentang pemberian amnesti jelang peringatan HUT ke-80 RI. Di dalam dokumen itu, tertera nama para narapidana yang mendapat amnesti, masa amnesti dan lokasi penahanannya.

Di dalam surat tersebut, tertulis hanya ada satu tahanan di rutan komisi antirasuah yang mendapat amnesti. Tahanan yang dimaksud adalah Hasto.

"Hasto Kristiyanto bin Krido Hardjosastro, tercatat masih tahanan, laki-laki, DKI Jakarta, cabang rutan KPK," demikian isi dokumen tersebut.

Adanya pengampunan dari presiden menyebabkan Hasto tak perlu menjalani hukuman bui 3,5 tahun di dalam penjara.

3. Menteri Hukum sebut pemberian abolisi dan amnesti bukan untuk kepentingan pribadi

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (IDN Times/Tata Firza)
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (IDN Times/Tata Firza)

Sementara, dalam wawancara eksklusif bersama pemimpin redaksi IDN Times, Uni Lubis, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan keputusan Prabowo memberikan abolisi dan amnesti bukan didorong kepentingan pribadi. Melainkan didorong kepentingan bangsa dan negara.

"Bahwa ada yang setuju dan tidak setuju, itu adalah dinamika dan konsekuensi kita berdemokrasi. Karena kan perspektif. Tergantung kita melihat dari sudut pandang mana," ujar Supratman di program 'Real Talk' yang tayang di YouTube pada Minggu (3/8/2025).

"Apa yang diputuskan oleh bapak presiden dan mendapat persetujuan dari DPR RI, semata-mata karena perspektifnya melihat NKRI. Pertimbangan utamanya adalah keutuhan bangsa dan negara," imbuhnya.

Ia pun menyadari amnesti dan abolisi adalah keputusan hukum yang memiliki dampak ke politik. Namun, menteri dari Partai Gerindra itu menggarisbawahi motif Prabowo mengeluarkan abolisi dan amnesti lebih dari kepentingan politik semata.

Di dalam wawancara itu, Supratman juga membantah keputusan memberikan abolisi dan amnesti dilakukan di menit-menit terakhir. Supratman menyebut pembicaraan itu sudah sejak lama dilakukan.

"Prosesnya sudah lama diperbincangkan bersama-sama dengan tim dari presiden, Pak Dasco (Wakil Ketua DPR RI), Pak Mensesneg (Prasetyo Hadi). Tetapi, pemberian amnesti dan abolisi oleh presiden tidak dalam kerangka mencampuri proses peradilan yang sudah terjadi," tutur dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us