Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Foto aerial kendaraan melintas di kawasan Semanggi, Jakarta, Jumat (27/3/2020). Sejumlah ruas jalan utama ibu kota lebih lengang dibandingkan hari biasa karena sebagian perusahaan telah menerapkan bekerja dari rumah guna menekan penyebaran virus Corona atau COVID-19 (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Jakarta, IDN Times - Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, sesuai rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap negara harus menetapkan indikator kesehatan masyarakat untuk menentukan kesiapan daerah dalam melakukan aktivitas sosial dan ekonomi kembali. Selain itu, perlu diketahui bahwa setiap daerah memiliki gambaran kesehatan masyarakat yang berbeda-beda pula.

"Jadi kalau kita lihat, yang kita nilai adalah tiga aspek utama dari kesehatan masyarakat. Pertama adalah gambaran epidemiologi. Kedua dari surveillance kesehatan masyarakat, dan ketiga dari pelayanan kesehatannya," jelas Wiku saat live streaming dengan tema Adaptasi Norma Baru di Tengah Pandemi oleh Gugus Tugas COVID-19, Selasa (26/5).

1. Kesehatan masyarakat di sebuah daerah akan dinilai bagus apabila mengalami penurunan kasus sebanyak 50 persen

Ilustrasi rapid test (IDN Times/ Deryardli Tiarhendi)

Ia menjelaskan, apabila dilihat secara indikator epidemiologi, kesehatan masyarakat di sebuah daerah dapat dikatakan bagus jika ada penurunan jumlah kasus. Penurunan jumlah kasus itu bisa dilihat selama dua minggu sejak puncak terakhir.

"Jadi ini kan gambarannya tiap daerah pasti berbeda, tiap kabupaten kota punya gambaran berbeda dan provinsi punya gambaran berbeda," ujarnya.

Penilaian bagus muncul jika selama dua minggu sejak puncak terakhir terjadi penurunan kasus sebanyak 50 persen.

"Jadi kalau tidak menurunnya 50 persen selama dua minggu itu belum bisa dianggap baik. Maka dari itu harus seluruh masyarakat, pemerintah, betul-betul menurunkan kasusnya dengan cara protokol kesehatan tentunya. Kalau orang menjalankan protokol kesehatannya secara kolektif, pasti jumlah kasusnya turun," ujarnya.

Bukan hanya kasus positif, Wiku menjelaskan penurunan jumlah ODP dan PDP juga harus turun sebanyak 50 persen. Penurunan yang dimaksud juga harus bersifat konsisten dalam jangka waktu dua minggu.

"Jadi semua diharapkan turun tapi konsisten turunnya selama dua minggu. Maka harus menjaga prestasi turun, bukan naik turun. Kalau kita lihatnya per hari bisa naik turun, tapi kalaul kita lihat per minggu nanti bisa kelihatan dia turun, datar, atau naik," tuturnya.

"Selain itu, jumlah yang meninggal dari kasus positif juga harus turun. Kalau ini gak ada target tapi harus turun terus," lanjutnya.

2. Jumlah pemeriksaan laboratorium juga harus mengalami peningkatan

Editorial Team