CSRC: Pesantren Tradisional NU Lebih Aman dari Radikalisme

Karismatik kiai dan kitab kuning jadi faktor pelindung

Jakarta, IDN Times - Direktur Center of the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Idris Hemay mengatakan, ancaman radikalisme atau paham radikal berkembang dalam pesantren yang minim dari faktor pelindung.

Dari penelitian CSRC di delapan provinsi, yang memiliki faktor pelindung kuat adalah pesantren tradisional Nahdlatul Ulama (NU), salah satunya adalah Pesantren Gontor.

“Gontor menjadikan karismatik kiai dan kitab kuning sebagai modalitas dalam menghadapi radikalisme. Sesuatu yang tidak ditemukan di pesantren lainnya,” kata Idris saat memaparkan hasil penelitiannya berjudul Pesantren di Era Millennials: Studi Ketahanan dan Kerentanan terhadap Radikalisme, Jakarta, Kamis (19/12).

1. Sosok karismatik kiai menjadi role model moderasi keberagaman

CSRC: Pesantren Tradisional NU Lebih Aman dari RadikalismeSeminar hasil penelitian pesantren di era millennials: Studi Ketahanan dan Kerentanan terhadap Radikalisme, Jakarta, Kamis (19/12) (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Sosok kiai karismatik masih diyakini sebagai role model atau percontohan moderasi keagamaan di komunitas pesantren tradisional. Bahkan, Idris menyebutkan, di mata pesantren keteladanan itu pun meluas dalam wilayah politik.

“‘Ahlussunnah kan gitu, ikut kiai. Kiai ikut ke mana ya ikut, PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) ya ikut aja. Jamannya dulu Gus Dur, ya ikut Gus Dur, kan gitu,” kata Idris menirukan penjelasan pengasuh Pondok Pesantren Tahfizul Qur’an, Pati, Jawa Tengah, Maftuhah Minan.

Baca Juga: Menyoal SKB 11 Menteri: Kegagapan Jokowi Tangani Radikalisme

2. Gus Mus jadi simbol pesantren yang menentang paham radikal

CSRC: Pesantren Tradisional NU Lebih Aman dari RadikalismeSeminar hasil penelitian pesantren pada era millennials: Studi Ketahanan dan Kerentanan terhadap Radikalisme, Jakarta, Kamis (19/12). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Dengan menyebut nama kiai, kata Idris, cukup bagi santri tradisional memahami bagaimana sikap pesantren asuhannya dalam menyikapi radikalisme keagamaan. Salah satunya Kiai Mustafa Bisri atau Gus Mus, yang mengasuh Pesantren Raudhatul Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.

Gus Mus selain kiai yang dipandang karismatik, juga dikenal sebagai budayawan humanis. “Gus Mus menjadi simbol jaminan kelentingan (resiliansi) pesantren terhadap paham-paham keagamaan keras atau radikal,” kata Idris.

3. Kitab kuning menangkal radikalisme

CSRC: Pesantren Tradisional NU Lebih Aman dari RadikalismeIlustrasi pondok pesantren. (IDN Times/Sunariyah)

Kitab kuning, kata Idris, juga menjadi faktor pelindung paham radikal. Kitab kuning mengacu pada sebuah sistem literatur klasik yang muatannya mencakup tiga diskursus Islam. Di antaranya ajaran Aqidah Asy’ariyah, Fiqih Syafi’ iyah, dan Tasawuf Akhlaki ajaran Imam al-Ghazali.

Penguasaan atas sistem kitab kuning, kata Idris, diyakini akan menghasilkan pribadi Muslim yang fleksibel, bukan saja terhadap ajaran radikal keagamaan, tapi juga ideologi kontra agama sekalipun.

Dayah Mahyak Ulum di Aceh Besar yang berafiliasi NU misalnya, penguasaan terhadap kitab kuning merupakan syarat dalam rekrutmen guru yang akan mengajar kitab tersebut.

“Seleksi seperti ini diyakini sebagai strategi ampuh untuk membangun ketahanan pesantren terhadap radikalisme,” kata Idris.

4. Pesantren Gontor juga kuat mendukung kesetaraan dan keberagaman

CSRC: Pesantren Tradisional NU Lebih Aman dari RadikalismePondok Pesantren Ilmu Giri, Desa Seloharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul sepi aktivitas. (IDN Times/Daruwaskita)

Faktor lainnya juga yang melindungi pesantren afiliasi NU seperti Gontor, yang mendukung ideologi bangsa serta kesetaraan dan keberagaman.

“NU ini mempunyai hubungan yang baik dengan non-muslim,” ujar Idris.

Faktor lainnya juga, menurut Idris, adanya penolakan ideologi ekstrem serta level aktivitas yang dijalankan.

5. Pesantren salafi rentan radikalisme

CSRC: Pesantren Tradisional NU Lebih Aman dari RadikalismeIlustrasi lawan radikalisme. (IDN Times/Sukma Shakti)

Sedangkan pesantren yang rentan pada radikalisme karena tidak memiliki faktor pelindung, kata Idris, biasanya pesantren salafi yang memiliki paham 'mendobrak' pemerintahan yang sah.

"Kecuali Pesantren Ulil Amri Minkum yang melarang mendobrak pemerintahan yang sah dan tidak mendukung berdirinya khilafah di Indonesia," ujar Idris.

 

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini
http://onelink.to/s2mwkb

Baca Juga: Cegah Radikalisme, Khilafah dan Jihad Bakal Diajarkan Sejak Kelas IV

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya