Eks NII Ken Setiawan: Regulasi Lemah, RI Butuh Sertifikasi Penceramah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Eks anggota Negara Islam Indonesia (NII) Ken Setiawan mengatakan, NII tumbuh subur di Indonesia dengan memanfaatkan kelemahan regulasi yang melarang ideologi dan gerakan anti-Pancasila.
Sebab, menurutnya belum ada regulasi yang mengatur untuk langsung menindak gerakan atau paham anti-Pancasila sebelum melakukan aksi teror. Oleh karena itu, ia menyarankan adanya Undang-Undang Perlindungan Ideologi Pancasila.
“Maka kami merasa urgent, penting sekali ada sebuah regulasi yang bisa menindak semua paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dengan hukum pidana,” ujar Ken di Jakarta Pusat, Senin (20/6/2022).
Baca Juga: Polisi Temukan Dokumen NII hingga ISIS di Kantor Khalifatul Muslimin
1. Pemerintah harus bisa mendindak gerakan anti-Pancasila
Sebab, jika regulasi itu tak kunjung dibuat, organisasi anti-Pancasila ini akan selalu membawa narasi kebebasan berpendapat dalam konteks negara demokrasi.
“Kita bisa melihat tapi tidak bisa bertindak. Kalau cuma dimonitor, mungkin suatu saat dia dari intoleran--merasa paling benar yang lain salah, menjadi radikal, bergabung berbaiat ngerekrut yang selangkah lagi mereka bisa berpotensi menjadi terorisme,” ujar Ken.
Baca Juga: Eks Anggota NII: Khilafatul Muslimin Gerakan Baru NII Masa Kini
2. Ken usul sertifikasi penceramah
Lebih jauh, Ken mengusulkan settifikasi penceramah untuk menyaring orasi-orasi keagamaan berbalut ujaran kebencian, hujatan hingga SARA.
“Ke tempat ibadah justru mendapatkan ujaran ‘jangan ikuti, tokoh, ulama, kiyai, ustad, yang mendukung pemerintah. Ikutilah tokoh, kiai, ulama yang dibenci oleh pemerintah’. Lah ini kan sebenarnya tidak boleh,” ujar dia.
Baca Juga: Khilafatul Muslimin Estafet NII untuk Mengoyak Ideologi Pancasila
3. Masyarakat akan terpolarisasi akibat ceramah provokasi
Sebab, menurut Ken kebanyakan masyarakat akan terpolarisasi akibat ceramah-cerama yang mengandung provokasi. Sedangkan mereka yang moderat cenderung cuek.
“Ketika kita mengkritisi mereka, tokoh-tokoh yang intoleran ini menyampaikan pesan-pesan ujaran kebencian, kita dihakimi sebagai anti Islam, anti agama, Islamophobia,” ujar Ken.