Koalisi IBUKOTA: Polusi Udara Langgar Hak Asasi Masyarakat

Target penurunan beban emisi dipertanyakan

Jakarta, IDN Times - Kualitas udara di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Bandung dalam beberapa bulan terakhir kerap berada dalam kategori tidak sehat. Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia pun sering menduduki peringkat teratas dalam daftar kota besar paling berpolusi sedunia. Secara umum, Jakarta konsisten ada di urutan 10 besar sejak Mei lalu, menurut data IQAir.

Pengacara Publik LBH Jakarta, Natalia Naibaho, yang juga Pengacara Publik LBH Jakarta dalam tim advokasi Koalisi IBUKOTA menjelaskan, dalam permasalahan udara yang semakin memburuk ini, ada empat poin hak asasi masyarakat yang terlanggar.

“Pertama, hak atas lingkungan yang bersih dan sehat. Hal ini mencakup hak atas udara yang bersih dan sehat,” kata Natalia dalam Webinar ‘Pergub Polusi Udara dan Dampaknya pada Hak Warga Jakarta atas Udara Bersih’, Minggu (13/8/2023).

Hak asasi masyarakat kedua yang dilanggar adalah hak atas informasi. Masyarakat tidak mendapat informasi yang jelas atas masalah kualitas udara dan upaya yang dilakukan dalam mengatasi pencemaran udara.

“Salah satunya sistem peringatan dini (early warning system) ketika kualitas udara semakin memburuk, juga inventarisasi dan pengetatan baku mutu ambien berdasarkan hasil kajian riset yang ilmiah. Semua hal ini harus diinformasikan dan disebarluaskan kepada masyarakat,” ujar Natalia.

Ketiga, hak atas kesehatan masyarakat dilanggar. Sebab, udara yang tercemar berpotensi berdampak kepada kesehatan masyarakat (balita, lanjut usia, kelompok yang rentan terhadap udara tercemar), baik itu jangka pendek maupun jangka panjang.

“Dan hingga hari ini belum ada upaya solutif untuk mencegah dan memulihkan kualitas udara tersebut,” kata Natalia.

“Keempat, hak partisipasi. Saat pemerintah tengah menyusun atau merevisi regulasi dan kebijakan untuk mengatasi permasalahan udara, hendaknya harus ada pelibatan aktif masyarakat dari berbagai elemen yang terdampak, termasuk pakar, akademisi, serta LSM yang memiliki fokus isu lingkungan hidup, jadi bukan hanya partisipasi tokenism,” imbuhnya.

Baca Juga: Polusi Udara DKI Makin Ngeri, Menhub  Ajak Beralih ke Motor Listrik

1. Pergub Strategi Pengendalian Pencemaran Udara Jakarta terlambat

Koalisi IBUKOTA: Polusi Udara Langgar Hak Asasi MasyarakatHeru Budi Hartono. (dok. YouTube Sekretariat Presiden)

Koalisi IBUKOTA sendiri telah meraih kemenangan gugatan warga negara atau citizen law suit (CLS) mengenai Hak Udara Bersih atas pemerintah yang terdiri dari Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September 2021.

Namun hingga saat ini, kata Natalia, hampir tidak ada satu hari pun para warga DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten khususnya area Jabodetabek dan Bandung dapat menghirup udara bersih.

Situasi tersebut makin pelik ketika masyarakat dipaksa secara mandiri mencari data polusi udara demi melindungi kesehatan diri sendiri dan keluarga. Tak ada satu pun imbauan yang datang dari pemerintah tentang  polusi udara.

Informasi mengenai buruknya polusi udara itu, kata dia, justru muncul dari pihak-pihak nonpemerintah, baik individual hingga praktisi kesehatan.

Baru pada Jumat (11/8/2023), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyampaikan rencana Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai Strategi Pengendalian Pencemaran Udara yang akan ditandatangani Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono dalam waktu dekat.

Bagi Elisa Sutanudjaja, salah satu warga penggugat yang tergabung dalam Koalisi IBUKOTA, rencana ini terbilang terlambat.

“Pemprov DKI Jakarta sangat lambat dan terlambat, padahal draf sudah ada sejak 1 tahun lalu. Ini jelas mengecewakan, mereka menunggu kualitas udara menjadi parah dan viral dulu baru buru-buru berencana mengesahkan rencana Pergub tersebut,” ujar Elisa.

“Jakarta dan sekitarnya perlu perubahan yang sangat fundamental untuk mengurangi pencemaran udara, mulai dari pembatasan penggunaan kendaraan bermotor hingga transisi segera ke energi terbarukan. Kita sudah sangat terlambat dan sudah berapa banyak orang yang sakit dan bahkan meninggal saat pemerintah tidak beraksi sama sekali?” imbuhnya.

Baca Juga: Polusi Udara Jakarta Makin Ngeri, Pemprov DKI Akan Keluarkan Ingub 

2. Target penurunan beban emisi dipertanyakan

Koalisi IBUKOTA: Polusi Udara Langgar Hak Asasi MasyarakatBaterai Ioniq 5 (IDN Times/Fadhliansyah)

Senada dengan tanggapan Elisa, Juru Kampanye Energi dan Iklim Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu mempertanyakan perihal target penurunan beban emisi yang tercantum dalam rencana Pergub tersebut.

“Harapannya, Pergub ini tidak hanya bagus dalam tulisan tetapi juga implementasinya. Kita harus melihat bagaimana nanti implementasinya dan bagaimana publik bisa memantau keberhasilan implementasinya, tentunya dengan data-data,” ucap Bondan.

“Ada catatan mengenai target menurunkan beban emisi, khususnya pada PM2.5, yang ditetapkan di angka 41 persen pada tahun 2030. Ini masih ambigu. Apakah beban emisi yang dimaksud adalah beban emisi berdasarkan sektor pencemar udara atau emisi PM2.5 tahunan di Jakarta? Dan dari mana baseline datanya?” kata Bondan lagi.

Bondan berharap untuk langkah berikutnya, pemerintah lebih mengedepankan rencana strategis dan solusi jangka panjang, seperti inventarisasi emisi secara berkala, pengetatan baku mutu udara ambien, dan sistem peringatan dini.

Baca Juga: Pemerintah Serahkan ke Perusahaan soal WFH untuk Kurangi Polusi Udara

3. Pemprov DKI Jakarta dituntut untuk mengatasi polusi udara

Koalisi IBUKOTA: Polusi Udara Langgar Hak Asasi MasyarakatIlustrasi polusi udara (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Lebih lanjut, Natalia menegaskan bahwa yang harus dilakukan Pemprov DKI Jakarta serta para tergugat dan turut tergugat lainnya untuk mengatasi polusi udara adalah dengan menjalankan putusan pengadilan atas gugatan warga negara yang telah dimenangkan hingga tingkat pengadilan tinggi, yakni:

1. Presiden Republik Indonesia agar segera mengambil tindakan nyata untuk menuntaskan permasalahan pencemaran udara dan berhenti menunda tanggung jawab dengan menggunakan upaya hukum.

2. Menteri LHK untuk melakukan supervisi terhadap Pj Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.

3. Menteri Dalam Negeri untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kinerja Pj Gubernur DKI Jakarta dalam pengendalian pencemaran udara.

4. Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan inventarisasi terhadap mutu udara ambien, menetapkan status mutu udara ambien daerah setiap tahunnya dan mengumumkannya kepada masyarakat, serta menyusun dan mengimplementasikan strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara dengan mempertimbangkan penyebaran emisi dari sumber pencemar

5. Menteri Kesehatan untuk melakukan penghitungan penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di Provinsi DKI Jakarta yang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan Pj Gubernur DKI dalam penyusunan strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara

Baca Juga: Pemerintah Ungkap Penyebab Polusi Udara Jakarta Terburuk di Dunia

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya