Merampingkan Partai, PDIP Minta Parliamentary Threshold 5 Persen
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ketua DPP Partai PDI Perjuangan Djarot Syaiful Hidayat, menjelaskan alasan partainya yang mengusulkan ambang batas parlemen naik satu persen. Ia mengklaim gagasan tersebut bisa diterima secara akademik dan telah menjadi kesepakatan di parlemen.
“Electoral threshold yang terus meningkat bertahap ini kan gagasan lama. Ini bukan tiba-tiba. Gagasan ini telah diterima secara akademik dan menjadi semacam kesepakatan di parlemen, sebagai cara untuk menyederhanakan kepartaian di Indonesia,” ujar Djarot lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (13/6).
1. Ambang batas parlemen naik bertahap ditentukan PDIP di dalam Kongres
Sistem kepartaian yang sederhana dan jumlah partai yang sedikit, kata mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu, telah diakui sebagai pra-syarat menuju sistem demokrasi Indonesia yang lebih baik dan lebih mapan.
“Untuk itu, Kongres partai telah memutuskan parliamentary threshold sebesar lima persen untuk pusat, empat persen untuk propinsi dan tiga persen kabupaten/kota,” ujarnya.
Baca Juga: Menjelang Pilpres 2024, PKB Usul Presidential Threshold 10 Persen
2. Pemilu tertutup agar memberikan pendidikan politik
Editor’s picks
Terkait sistem proporsional tertutup, PDIP ingin mengingatkan tugas partai politik adalah melalukan pendidikan politik atau kaderisasi secara berjenjang dan berkelanjutan dengan tujuan mempersiapkan kader terbaik yang akan ditugaskan di jabatan-jabatan politik.
“Sistem proporsional tertutup di samping memudahkan rakyat dalam proses pemilihan, tetapi juga memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada partai politik dalam penyusunan calon legislatif,” ujar Djarot.
3. Pemilu tertutup juga bisa meminimalisir praktik jual-beli suara
Ekses nantinya, Djarot menjelaskan, sistem Pemilu tertutup ini diharapkan mampu meminimalisir praktik jual-beli suara para caleg dan diyakini bisa memotong biaya politik yang mahal.
“Praktik pertarungan bebas di lapangan melalui money politic, transaksional, dan jual-beli suara dari para caleg secara otomatis dapat diminimalisir sehingga biaya politik menjadi semakin kecil,” ujarnya.
Baca Juga: Pileg 2019: 7 Partai Berpotensi Tak Lolos Parliamentary Threshold