Tepatkan Penerapan PSBB yang Dipilih Jokowi untuk Tangani COVID-19?

Jangan latah soal lockdown, ini bedanya dengan PSBB!

Jakarta, IDN Times - Presiden ‘Jokowi’ Widodo melalui Keppres No. 11 Tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020 telah memutuskan status Darurat Kesehatan yang berlaku seluruh Indonesia menghadapi merebaknya wabah virus corona jenis baru, COVID-19.

Keputusan itu diambil hampir satu bulan setelah Jokowi mengumumkan dua kasus pertama COVID-19 pada 2 Maret lalu. Dalam sebulan, jumlah pasien postif corona telah meningkat drastis dari dua orang menjadi 1.677 orang dengan 157 pasien meninggal dan 103 sembuh per Rabu (1/3).

Di samping itu, ada ribuan orang dalam status pengawasan dan sebagian lainnya berstatus sebagai terduga terinfeksi virus corona yang sedang menunggu kepastian hasil tes laboratorium kesehatan. Jumlah mereka makin hari makin meningkat.

Dengan status Darurat Kesehatan, pemerintah pun menerapkan pembatasan sosial skala besar (PSBB). Apa saja yang berlaku saat PSBB dan apa bedanya dengan karantina wilayah alias lockdown?

Lalu, seberapa ampuh PSBB yang dipilih Jokowi? Simak ulasan berikut:

1. Yusril menilai penetapan Darurat Kesehatan sudah terlambat

Tepatkan Penerapan PSBB yang Dipilih Jokowi untuk Tangani COVID-19?Informasi mengenai Lockdown (IDN Times/Arief Rahmat)

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan pernyataan Darurat Kesehatan disusul dengan terbitnya PP No 21 Tahun 2020 yang mengatur pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah terlambat.

“PP ini berisi pelaksanaan sebagian isi UU No.6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, khusus mengenai PSBB saja, tidak mengenai materi yang lain,” kata dia lewat keterangan tertulisnya, Rabu (1/3).

Dengan PP PSBB ini, pemerintah daerah, baik pemkab, pemkot, maupun pemprov dapat memutuskan daerahnya menerapkan PSBB dengan persetujuan Menteri Kesehatan. Dengan pemberlakuan PSBB itu, daerah berwenang melakukan pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu.

Dia mengatakan, PSBB sulit diterapkan di daerah karena daerah tidak berwenang membuat aturan yang menjangkau daerah lain di luar yurisdiksinya.

“Apakah untuk efektivitas pembatasan mobilitas orang dan barang itu pemda setempat dapat meminta bantuan polisi atau malah TNI misalnya, hal itu tidak diatur dalam PP No 21 Tahun 2020 ini,” ujarnya.

Baca Juga: Jokowi Tetapkan Pembatasan Sosial Skala Besar untuk Tangani COVID-19

2. Beda dengan karantina wilayah, dalam karantina kesehatan polisi juga tidak punya kewenangan

Tepatkan Penerapan PSBB yang Dipilih Jokowi untuk Tangani COVID-19?Yang perlu kamu perhatikan jika terpaksa keluar dari rumah. (IDN Times/Sukma Shakti)

UU No 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, menurut Yusril, juga tidak memberikan kewenangan kepada polisi untuk mengawasi keluar masuknya orang di daerah yang memberlakukan PSBB. "Pemda paling hanya dapat mengerahkan Satpol PP yang memang berada di bawah pemda."

Polisi baru berwenang melakukan pengawasan keluar masuk orang dari suatu wilayah ke wilayah lain, jika pemerintah pusat memutuskan untuk melaksanakan karantina wilayah sebagaimana diatur Pasal 54 ayat (3) UU No 6 Tahun 2018.

“Karantina wilayah hampir sama dengan ‘lockdown’ yang dikenal di negara-negara lain seperti Malaysia dan Filipina. Suatu daerah atau suatu kota dinyatakan tertutup, orang tidak diizinkan keluar atau masuk ke daerah atau kota itu,” ujarnya.

3. Apakah Jokowi pilih PSBB untuk menghindari penjaminan kebutuhan pokok masyarakat?

Tepatkan Penerapan PSBB yang Dipilih Jokowi untuk Tangani COVID-19?ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Yusril menilai pemerintah tidak memilih menerapkan karantina wilayah karena mungkin khawatir dengan masalah ekonomi. Pemerintah juga mungkin tidak akan mampu menyediakan kebutuhan dasar hidup masyarakat dan hewan ternak yang ada di daerah yang diterapkan karantina wilayah.

“Kewajiban menyediakan kebutuhan dasar masyarakat, katakanlah sembako, listrik dan air bersih di daerah yang dikenakan karantina wilayah itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, bukan tanggung jawab pemda,” katanya.

Ia memberi contoh, jika Jakarta dikenakan karantina wilayah, pemerintah harus menyediakan sembako untuk sekitar 14 juta orang. “Bisa-bisa kita seperti India. Lockdown yang dilakukan tanpa persiapan matang, bisa membuat rakyat kalang-kabut dan akhirnya kelaparan,” tuturnya.

Di Manila, kata Yusril, sempat juga terjadi berbagai kejahatan perampokan karena rakyat miskin kehabisan bahan makanan. Tentara Filipina akhirnya mengedrop sembako ke rumah-rumah penduduk miskin kota.

Terkait PSBB kata Yusril, hanya mengulang apa yang sudah diatur dalam UU No 6 Tahun 2020. PSBB dilaksanakan paling sedikit dalam bentuk (a) peliburan sekolah, tempat kerja (b) pembatasan kegiatan keagamaan (c) pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

“Ketiga hal yang dicakup PSBB ini sebenarnya sudah dilaksanakan oleh daerah baik ada maupun tidak ada PSBB,” ujar dia.

Hingga hari ini, Yusril masih menunggu Keputusan Menkes atau Ketua Gugus Tugas Percepatan Penangangan COVID-19 menyetujui permintaan daerah tertentu untuk daerahnya dinyatakan diberlakukan PSBB.

“Jika keadaan makin memburuk, dugaan saya pemerintah tidak akan punya pilihan lain kecuali menerapkan karantina wilayah, sebuah konsep yang mendekati konsep ‘lockdown’ yang dikenal di beberapa negara, dengan segala risiko ekonomi, sosial dan politiknya,” kata Yusril.

Baca Juga: Komisi I DPR Desak Pemerintah Segera Karantina Wilayah Atasi COVID-19

4. Bivitri menilai penerapan PSBB sudah tepat

Tepatkan Penerapan PSBB yang Dipilih Jokowi untuk Tangani COVID-19?Infografis dana COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara itu, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menegaskan, istilah yang tepat dan digunakan dalam hukum Indonesia adalah larantina bukan lockdown yang tercantum dalam UU No.6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Tujuan dari karantina kesehatan ini, menurutnya, semata untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia dari penyakit menular. Adapun jenis-jenis karantina dalam UU Karantina Kesehatan di antaranya karantina di pintu masuk (pelabuhan, bandara, dan pos lintas batas negara), karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan karantina pembatasan sosial skala besar (PSBB).

Dengan catatan, selama karantina rumah atau wilayah, kebutuhan hidup dasar bagi orang dan hewan ternak di dalamnya, menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Selain itu, kebutuhan orang di dalam rumah sakit pun menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah.

Karantina Kesehatan bisa dilaksanakan setelah pemerintah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat, seperti Indonesia saat ini. Karantina diselenggarakan dengan melibatkan pemerintah daerah dan pihak atau lembaga terkait.

Jokowi telah memilih PSBB dengan alasan demi berjalannya aktivitas ekonomi meski tetap mengimbau masyarakat untuk jarak aman, social distancing, dan physical distancing. “Karena banyak orang yang harus keluar untuk kerja untuk bisa makan, bayar cicilan, juga untuk ongkos ke dokter bila kena gejala COVID-19,” ujar Bivitri, Sabtu (28/3).

Pembaca bisa membantu kelengkapan perlindungan bagi para tenaga medis dengan donasi di program #KitaIDN : Bergandeng Tangan Melawan Corona di Kitabisa.com

Baca Juga: Ini Perbedaan Lockdown dan PSBB Menurut Jokowi

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya