Vonis Mati Jenderal Sambo Akhiri Drama Pembunuhan di Duren Tiga

Sidang vonis Bharada Richard Eliezer ditutup penuh emosional

Jakarta, IDN Times - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengakhiri 'drama' pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan elegan. Vonis yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso pun nyaris di luar ekspektasi.

Tak main-main, Eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo dijatuhi vonis mati. Hakim meyakini Ferdy Sambo adalah aktor intelektual sekaligus eksekutor terakhir Yosua di rumah dinas, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat, 8 Juli 2022.

Hakim juga mengganjar istri Sambo, Putri Candrawathi dengan hukuman 20 tahun penjara. Sementara untuk Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal masing-masing 15 dan 13 tahun penjara.

Sidang vonis Richard Eliezer alias Bharada E ditutup dengan emosional. Perasaan haru tersirat di wajah Bharada E ketika hakim membacakan vonis satu tahun enam bulan baginya.

Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, semua vonis para terdakwa memenuhi rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Termasuk keluarga korban Brigadir J.

“Itulah rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang ditangkap oleh majelis hakim. Tetapi, FS masih punya kesempatan mengajukan upaya hukum banding dan kasasi,” kata Fickar kepada IDN Times, Rabu (15/2/2023).

1. Tidak ada ampun untuk Sambo

Vonis Mati Jenderal Sambo Akhiri Drama Pembunuhan di Duren TigaJumlah vonis untuk terdakwa kasus pembunuhan Ferdy Sambo (IDN Times/Aditya Pratama)

Tak ada hal yang meringankan dari pertimbangan hakim, menutup jalan untuk Sambo keluar dari hukuman maksimal.

Bukannya menegakkan hukum, sebagai pejabat Polri, jenderal bintang dua itu justru menjadi pelaku pembunuhan.

“Karena itu majelis hakim menjatuhkan hukuman maksimal mati, karena tidak ada lagi yang meringankan,” ujar Fickar.

Hakim pun dinilai telah memainkan perannya dengan menangkap rasa keadilan. Hal itu tercermin dari perbedaan yang signifikan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dengan vonis hakim.

“Itulah perbedaan kemampuan menangkap rasa keadilan masyarakat dibandingkan hakim. Pikiran dan perspektif hakim itu berbeda-beda jadi sangat mungkin meresapi rasa keadilan itu berbeda,” kata dia.

Baca Juga: Bharada E Layak Jadi Justice Collaborator, Hakim: Kami Tak Tutup Mata 

2. Sambo akan dieksekusi mati setelah melalui beberapa proses

Vonis Mati Jenderal Sambo Akhiri Drama Pembunuhan di Duren TigaFerdy Sambo tiba di PN Jakarta Selatan untuk mendengarkan sidang putusan. (IDN Times/Amir Faisol)

Fickar menjelaskan, eksekusi mati Ferdy Sambo bisa dilaksanakan setelah melalui beberapa tahapan. Pertama, bila kedua belah pihak menerima, maka statusnya menjadi berkekuatan hukum tetap dan terdakwa bisa langsung dieksekusi.

Kedua, banding apabila jaksa dan atau terdakwa tidak terima atas putusan Pengadilan Negeri (PN), maka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT).

Ketiga, putusan banding bila kedua belah pihak menerima, maka statusnya menjadi berkekuatan hukum tetap dan terdakwa bisa langsung dieksekusi.

Empat, kasasi apabila jaksa dan atau terdakwa tidak terima atas putusan PT, maka mengajukan kasasi ke PT.

Lima, putusan kasasi dan terakhir barulah dieksekusi dengan catatan apabila sudah putus kasasi, maka sudah berkekuatan hukum dan status terdakwa menjadi terpidana.

Peninjauan Kembali (PK) terdakwa dan terpidana diberikan kesempatan upaya hukum luar biasa sekali lagi atas hukuman yang dijalaninya. Syaratnya yaitu ada kekhilafan hakim dan novum/bukti baru.

Putusan PK prinsipnya tidak menunda eksekusi.

“Vonis mati dalam KUHP lama, itu hukum positif, artinya itu hukum yang masih berlaku,” kata Fickar.

Adapun tentang KUHP baru, eksekusi mati bisa tidak dilaksanakan bila dalam 10 tahun ia mendapatkan pernyataan perilaku baik selama dalam tahanan.

“Ketika diberlakukan KUHP baru maka pelaksanaannya tunduk pada KUHP baru, artinya akan ada evaluasi setelah dijalani 10 tahun bisa dieksekusi atau berubah menjadi seumur hidup,” ujar Fickar.

3. Vonis 1,5 tahun mengantar Bharada E pulang

Vonis Mati Jenderal Sambo Akhiri Drama Pembunuhan di Duren TigaTerdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Richard Eliezer alias Bharada E menggenggam kedua tangannya jelang dimulainya sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (15/2/2023). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Ahli Psikologi Forensik sekaligus peneliti ASA Indonesia Institute, Reza Indragiri Amriel menyebut Richard Eliezer alias Bharada E lolos dari Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) Polri.

Sebab ia divonis di bawah dua tahun penjara sebagaimana Peraturan Kapolri (Perkap) di era Tito Karnavian yang sebut PTDH hanya untuk polisi yang kena pidana di atas dua tahun.

“Kalau itu dijadikan acuan, maka hukuman bagi Eliezer jika dia divonis bersalah maksimal dua tahun saja. Itulah batas hukuman jika hakim ingin menyelamatkan masa depan Eliezer sebagai anggota Polri,” kata Reza kepada IDN Times, Rabu (15/2/2023).

Sejak awal persidangan Bharada E cukup bagus dan kooperatif dengan bersimpuh dan meminta maaf ke keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Sebelum persidangan, ia juga sudah mengakui perbuatannya.

“Sampai di situ, tindak-tanduk Eliezer mirip dengan plea bargaining pada sistem Anglo Saxon. Artinya, tanpa menunggu proses sidang yang panjang, terdakwa buru-buru mengakui perbuatannya dan mengaku salah. Studi menyimpulkan, plea bargaining membuka ruang bagi peringanan sanksi secara nyata,” kata dia.

Selain itu, Eliezer menyampaikan nota pembelaan pribadi. Isinya pun dinilai Reza sangat bagus, terlebih dibandingkan pledoi pribadi Ferdy Sambo.

“Tapi riset menemukan, pledoi pribadi bukan sesuatu yang paling dinantikan hakim saat akan membuat putusan. Yang paling hakim tunggu adalah pledoi penasehat hukum terdakwa, disusul tuntutan jaksa. Jadi, pledoi pribadi Eliezer tampaknya tidak berdampak nyata bagi berat ringannya hukuman,” kata Reza.

Baca Juga: Apresiasi Vonis Bharada E, LPSK Harap Jaksa Tak Banding

4. Pembunuhan Brigadir J berangkat dari motif sakit hati Putri Candrawathi

Vonis Mati Jenderal Sambo Akhiri Drama Pembunuhan di Duren TigaTerdakwa Putri Candrawathi saat mendengarkann tuntutan jaksa terkait kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat di PN Jaksel, Rabu (18/1/2023). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Motif pembunuhan berencana Brigadir J diyakini majelis hakim berangkat dari sakit hati Putri Candrawathi terhadap Brigadir J. Keyakinan itu disimpulkan karena klaim kekerasan seksual di Magelang tidak ada bukti pendukung.

Berdasarkan perspektif relasi kuasa, hakim meyakini Bharada E tidak mungkin melakukan kekerasan seksual kepada Putri Candrawathi.

Hal itu disampaikan Hakim saat membacakan pertimbangan vonis Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Senin (13/2/2023).

Awalnya, Hakim menjelaskan adanya kejanggalan berdasarkan keterangan Ricky Rizal yang diperintah Putri Candrawathi untuk memanggil Brigadir J setelah klaim terjadinya kekerasan seksual di Magelang pada 7 Juli 2022.

Ricky kemudian mengajak Brigadir J untuk naik ke lantai dua rumah Magelang. Brigadir J dan Putri pun bertemu dan berbicara empat mata di dalam kamar.

“Bahwa dari pengertian gangguan stress pasca trauma dan tahapan proses pemulihan korban kekerasan seksual yang di atas, perilaku Putri Candrawathi yang mengaku sebagai korban justru bertentangan dengan profil korban menuju proses pemulihan,” kata Hakim.

Tindakan Putri memanggil dan menemui Yosua di kamarnya dinilai terlalu cepat untuk seorang korban terhadap pelaku kekerasan seksual.

“Trauma akibat tindak pidana kekerasan seksual proses pemulihannya memerlukan waktu yang cukup panjang, tidak bisa sekejap. Bahkan tidak jarang ada korban menyerah sehingga korban mengakhiri hidupnya,” kata Hakim.

“Sehingga sangat tidak masuk akal dalih korban kekerasan seksual yang disampailan oleh Putri Candrawathi tersebut,” imbuhnya.

5. Siasat jahat di Duren Tiga

Vonis Mati Jenderal Sambo Akhiri Drama Pembunuhan di Duren TigaTerdakwa Kuat Maruf mengenakan rompi tahanan usai menjalani sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (26/10/2022). (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Berangkat dari motif sakit hati, Ricky Rizal mengamankan senjata Brigadir J atas kehendak Putri Candrawathi. Pengamanan senjata dilakukan setelah pertengkaran antara Kuat Ma’ruf dan Brigadir J.

Sesampainya di Jakarta, siasat jahat dimulai dengan penjelasan Putri kepada Sambo soal peristiwa Magelang. Setelah itu, Putri mengajak Kuat bertemu Sambo untuk eksekusi Brigadir J.

Setelah itu, Sambo memanggil Ricky Rizal dan memintanya untuk menembak Brigadir J di Duren Tiga. Namun Ricky menolak dengan alasan tak kuat mental.

Alasan Ricky diyakini Hakim turut menghendaki pembunuhan dengan tidak melaporkan niat Sambo ke Brigadir J dan saat memanggil Bharada E. Penembakan itu pun akhirnya jadi tugas Bharada E.

Untuk memuluskan aksinya, para terdakwa bersama Brigadir J berangkat ke Duren Tiga dengan alasan isolasi setelah tes PCR. Hakim meyakini isolasi hanya alibi karena asisten rumah tangga (ART) Susi yang ikut dari Magelang tidak melakukan isolasi.

Sebelum berangkat ke Duren Tiga, Kuat Ma’ruf juga diyakini hakim berperan menyiapkan dan mengondisikan rumah Duren Tiga lewat ART Diryanto alias Kodir.

Sebelum peristiwa pembunuhan, Kodir mengaku melaporkan rumah Duren Tiga dalam keadaan aman dan siap.

“Ternyata saksi Diryanto mengatakan rumah TKP Duren Tiga sudah bersih, siap digunakan yang menunjukkan terdakwa berperan dalam menyiapkan tempat serta mengamankan situasi lokasi tempat menghilangkan nyawa Yosua Hutabarat,” kata Hakim saat membacakan vonis Kuat di PN Jaksel, Selasa (14/2/2023).

Sopir keluarga Ferdy Sambo itu juga tanpa dikomando telah menutup pintu dan gorden di lantai dua rumah Duren Tiga. 

“Dan di lantai 1 telah melakukan hal yang sama yang maksudnya tentu untuk mengamankan situasi agar di rumah dinas durtig tidak diketahui orang luar,” kata Hakim.

Baca Juga: Mahfud: Sambo Bisa Dibui Seumur Hidup Bila Tak Dieksekusi hingga 2026

6. Ferdy Sambo eksekutor terakhir Brigadir J

Vonis Mati Jenderal Sambo Akhiri Drama Pembunuhan di Duren TigaTerdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yousa Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo menyapa pengunjung sebelum menjalani sidang di Pengadian Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Sidang tersebut beragendakan pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. (ANTARA FOTO/Fauzan)

Duren Tiga dirasa aman, rombongan terdakwa pun sampai. Ricky juga diyakini hakim berperan mengawasi gerak-gerik Brigadir J selama di Duren Tiga.

Ricky bersama Kuat mengantarkan korban ke hadapan Ferdy Sambo. Setelah diperintah berlutut, Ricky dan Kuat berdiri bersebelahan untuk menutup jalan kabur Brigadir J.

Bharada E kemudian menembak Brigadir J atas perintah Sambo. Hakim meyakini Bharada E melepaskan empat sampai lima kali. Setelah itu Sambo menjadi eksekutor terakhir dengan dua tembakan.

Hal itu disampaikan anggota majelis hakim Alimin Ribut Sujono dalam pertimbangan putusan terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu.

Menurut hakim Alimin, berdasarkan hasil pemeriksaan Kedokteran dan Kesehatan Kepolisian (Pusdokkes) RS Polri terdapat 7 peluru masuk dan 6 peluru keluar di tubuh Brigadir J. Sementara, peluru yang tersisa dari senjata Richard Eliezer ada sebanyak 12 peluru.

“Mengingat maksimal isi penuh peluru  Glock 17 adalah 17 peluru sedangkan sisa peluru Richard Eliezer adalah 12 ini berarti maksimal terdakwa Richard Eliezer hanya menembakkan 5 tembakan,” ujar hakim Alimin dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023).

Dengan demikian, setidaknya ada dua peluru masuk yang bersarang di tubuh Brigadir J yang bukan berasal dari senjata Richard Eliezer.

Adapun berdasarkan keterangan Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal dan Richard Eliezer sendiri, lanjut hakim Alimin, hanya Bharada E dan Ferdy Sambo yang melakukan penembakkan saat Brigadir J dieksekusi.

“Bahwa dengan adanya 7 peluru masuk dan 6 peluru keluar sebagaimana visum et repertum dan mengingat terdakwa Richard Eliezer menembakkan 5 tembakan maka bertitik tolak dari keterangan saksi Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal serta terdakwa Richard Eliezer bahwa tidak ada orang lain selain terdakwa dan Ferdy Sambo yang melakukan tembakan dapat disimpulkan ada 2 kali tembakan yang dilakukan saksi Ferdy Sambo ke tubuh Yosua,” papar hakim Alimin.

Baca Juga: Putri Candrawathi: Yosua Memperkosa, Aniaya dan Ancam Bunuh Anak Saya

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya