Fadli Zon di penutupan Jakarta World Cinema 2025 di CGV Grand Indonesia, Jakarta, Sabtu (4/10/2025) (dok. IDN Times/Shandy Pradana)
Fadli Zon digugat gabungan individu hingga organisasi usai melakukan penyangkalan di ruang publik soal perkosaan massal pada Mei 1998.
Dari pihak perorangan, hadir tokoh-tokoh kunci yang terlibat dalam kasus pelanggaran HAM seperti Marzuki Darusman (Ketua TGPF Mei 1998), Ita Fatia Nadia (pendamping korban perkosaan massal), Kusmiati (orang tua korban kebakaran Klender), dan Sandyawan Sumardi (koordinator Tim Relawan untuk Kemanusiaan—TRuK). Dari pihak lembaga, penggugat berasal dari Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia (IPTI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), serta Kalyanamitra.
Sejumlah individu dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) KontraS menggugat Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada Kamis (11/9). Fadli digugat karena pernah menyangkal di ruang publik adanya perkosaan massal pada Mei 1998. Gugatan sudah didaftarkan ke PTUN dengan nomor registrasi perkara 303/G/2025/PTUN-JKT.
Kuasa hukum Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas, Jane Rosalina Rumpia menjelaskan, obyek gugatan mereka adalah pernyataan Menbud di dalam siaran pers Kementerian Kebudayaan Nomor 151/Sipers/A4/HM.00.005/2025 pada 16 Mei 2025. Siaran pers itu disebarkan ke ruang publik pada 16 Juni 2025 lalu melalui akun resmi media sosial Kemenbud dan Fadli Zon.
"Siaran pers itu menyatakan laporan TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) ketika itu hanya menyebut angka tanpa ada data pendukung yang solid, baik nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian atau pelaku. Di sini lah perlu kehati-hatian dan ketelitian karena menyangkut kebenaran dan nama baik bangsa. Jangan sampai kita mempermalukan nama bangsa sendiri," ujar Jane ketika membacakan ulang cuplikan siaran pers saat memberikan keterangan pada hari ini.