Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hakim Sidang Gugatan Fadli Zon Diganti Jadi Perempuan Semua

Koalisi Masyarakat Sipil
Koalisi Masyarakat Sipil melawan Impunitas mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terhadap Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon pada Kamis (11/9/2025) (Dok/ Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas)
Intinya sih...
  • Dalam pemeriksaan gugatan di PTUN hadir salah seorang keluarga korban yang tergabung dalam Paguyuban Keluarga Korba Mei 1998, Kusmiati.
  • Pada akhir September, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mendesak PTUN Jakarta mengganti anggota majelis hakim dalam perkara gugatan terhadap Fadli Zon dengan hakim perempuan.
  • Menurut Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas, Nelson Nikodemus, permintaan hakim perempuan bukan tanpa dasar hukum.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menghadiri sidang pemeriksaan terkait gugatan pada Menteri Kebudayaan Fadli Zon, atas pernyataan yang menyangkal pemerkosaan Mei 1998 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Senin, 13 Oktober 2025. Gugatan ini sebelumnya dicabut dan diajukan kembali, dan kini sidang dilaksanakan dengan seluruh hakim perempuan.

Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas, Virdinda La Ode mengatakan gugatan ini adalah terkait pernyataan melalui siaran pers dan juga unggahan di Instagram Kementerian Kebudayaan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, terkait penyangkalan terhadap peristiwa dan fenomena perkosaan massal pada Mei 1998.

"Kami hari ini dihadapkan dengan para hakim yang semuanya perempuan, yang artinya bahwa permohonan yang kami ajukan agar kemudian dalam gugatan ini yakin semuanya yang dihadirkan perempuan terkabul, ya kami berharap dengan adanya majelis hakim perempuan adanya perspektif gender, dalam pemeriksaan perkara yang kami ajukan ini, dan juga menghadirkan keadilan yang substantif bagi para korban perkosaan massal Mei 1998," kata dia dalam keterangan melalui video, dikutip Rabu (14/10/2025).

1. Berharap sidang segera dilanjutkan kembali

Menteri Kebudayaan Fadli Zon
Fadli Zon di penutupan Jakarta World Cinema 2025 di CGV Grand Indonesia, Jakarta, Sabtu (4/10/2025) (dok. IDN Times/Shandy Pradana)

Dalam pemeriksaan gugatan di PTUN, hadir salah seorang keluarga korban yang tergabung dalam Paguyuban Keluarga Korban Mei 1998, Kusmiati. Dia berharap agar sidang bisa dilanjutkan terkait penyangkalan Fadli Zon pada kasus pemerkosaan yang ada.

"Harapannya sidang lanjut kembali, cepat diselesaikan yang perkosaan itu yang dari Slipi, dari Glodok, seluruh korban dibakar yang diperkosa, cepat dituntaskan," ujarnya.

2. Pastikan adanya perspektif korban dan sensitivitas gender

Koalisi Masyarakat Sipil
Koalisi Masyarakat Sipil melawan Impunitas mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terhadap Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon pada Kamis (11/9/2025) (Dok/ Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas)

Pada akhir September, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mendesak PTUN Jakarta mengganti anggota majelis hakim, dalam perkara gugatan terhadap Fadli Zon dengan hakim perempuan.

Dalam sidang kedua, penggugat Rena Herdiyani menilai kehadiran hakim perempuan diperlukan untuk memastikan adanya perspektif korban, dan sensitivitas gender dalam pemeriksaan perkara.

“Kami berharap hakimnya ada yang perempuan. Karena diharapkan hakim juga memiliki perspektif gender, dan juga dalam memeriksa perkara menggunakan pendekatan yang terpusat pada korban,” ujarnya dikuti dari unggahan Instagram @kontras_update.

3. Dasar permintaan hakim perempuan

Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon
Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon saat ditemui dalam acara Sub-forum of the Ministerial Meeting of the Global Civilation di Beijing, China (IDN Times/Amir Faisol)

Sementara, permintaan ini bukan tanpa dasar hukum, Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas, Nelson Nikodemus, menegaskan permintaan tersebut didasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017, tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.

“Tidak akan terpenuhi hal-hal itu apabila majelis hakimnya masih dianggotai oleh laki-laki semua. Karena hanya perempuan yang kemudian dapat merasakan apa yang dialami oleh perempuan. Laki-laki tidak akan mungkin merasakan hal yang sama dengan yang dialami perempuan,” jelasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us

Latest in News

See More

KPAI Soroti Kematian Siswa Grobogan, Sekolah Gagal Lindungi Anak

15 Okt 2025, 17:25 WIBNews