Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Reuni Akbar Alumni STAI Sadra Jakarta, Sabtu (31/5/2025) (Dok. istimewa)

Intinya sih...

  • Alumni STAI Sadra menekuni profesi akademisi, jurnalis, pendakwah, dan pengusaha.
  • Akademisi Ayu Lestari mengatakan lulusan STAI Sadra harus paham potensi diri untuk menentukan karier.

Jakarta, IDN Times – Dalam Reuni Akbar alumni Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sadra yang digelar pada Sabtu (31/5/2025) di kampus STAI Sadra Jakarta, para alumni menyampaikan pentingnya peran intelektual muslim muda dalam menghadapi tantangan nasional melalui jalur akademik, dakwah, bisnis, maupun media. 

Para alumni STAI Sadra saat ini menekuni berbagai profesi, mulai dari akademisi hingga jurnalis. Hal ini menunjukkan, lulusan STAI Sadra tidak terbatas pada jalur keagamaan formal, tetapi mampu beradaptasi dengan kebutuhan zaman secara profesional. 

1. Menjadi akademisi mampu memperdalam ilmu dan spiritualitas

Potret alumni yang hadir di Reuni Akbar Alumni STAI Sadra Jakarta, Sabtu (31/5/2025) (Dok. istimewa)

Ayu Lestari, akademisi sekaligus alumni STAI Sadra menyampaikan, perjalanan menjadi dosen tidak mudah karena harus menempuh proses panjang untuk membentuk jati diri secara mendalam. 

“Berprofesi sebagai akademisi harus siap dengan segala konsekuensinya. Karena profesi ini bukan profesi materi, namun nonmateri yang dapat membuat kualitas maupun spiritualitas kita bertambah,” ujar Ayu. 

Ia menyampaikan, pengalaman belajarnya di STAI Sadra telah berperan besar dalam membantunya memahami diri sendiri dan menentukan arah karier menjadi lebih jelas. 

“Sebagai lulusan STAI Sadra kita harus paham potensi diri agar dapat menentukan akan menjadi seperti apa,” lanjut Ayu.

2. Pentingnya memahami kondisi psikologis audiens ketika berdakwah

Potret alumni yang hadir di Reuni Akbar Alumni STAI Sadra Jakarta, Sabtu (31/5/2025) (Dok. istimewa)

Di ranah dakwah, Harkaman, seorang alumni yang kini berprofesi sebagai pendakwah, menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya memahami kondisi psikologis audiens serta menjaga kemurnian niat saat berdakwah. 

“Menjadi da’i harus bisa memperhatikan audiens. Jangan ada perasaan pengen dihormati terus sama orang lain jika ingin sukses,” kata dia. 

“Sebagai intelektual muda Muslim harus rajin membangun silaturahmi," tambah dia.

3. Belajar filsafat membuka banyak peluang karier

Filsafat (pixabay.com)

Pandangan lainnya datang dari Muhammad Burniat yang telah menyelesaikan studi filsafat di STAI Sadra dan memilih menekuni dunia wirausaha. Ia meyakini, pendidikan filsafat mampu membuka beragam peluang karier yang tak terduga. 

“Belajar filsafat setelah lulus bisa jadi apa saja, termasuk seperti saya menjadi pengusaha,” kata Burniat. 

Ia juga mendorong para lulusan perguruan tinggi islam untuk tetap percaya diri dan tidak merasa minder dengan alumni dari universitas-universitas ternama. 

“Jangan pernah ada rasa tidak percaya diri. Kita bisa bersaing dengan alumni kampus-kampus lainnya. Kuncinya harus giat. Menanamkan adab dengan maksimal,” ujar Burniat.

4. Jurnalisme sebagai wadah perjuangan intelektual

Ilustrasi jurnalis (IDN Times/Lia Hutasoit)

Di sisi lain, Lufaefi, lulusan Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir STAI Sadra yang saat ini berkarir sebagai jurnalis, membagikan refleksinya mengenai bagaimana ilmu tafsir mampu membentuk kemampuan analisis kritisnya yang berguna dalam dunia media. 

“Sebagai alumni Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir STAI Sadra, saya bisa juga menjadi jurnalis, karena biasa menganalisa teks, bisa juga menganalisa fakta,” jelas Lufaefi. 

Menurutnya, jurnalisme adalah wadah perjuangan intelektual bagi muslim yang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menangani berbagai persoalan sosial. 

“Sebagai intelektual Muslim, saya bisa memaksimalkan peran dalam melihat apa yang harus saya tulis dalam menjawab problem keumatan,” ujar Lufaefi.

Editorial Team